"Prill, makan dulu, ya" Randy berdiri di ambang pintu balkon, menatap Prilly yang sejak tadi berdiri di balkon, nampak melamun dengan tatapan lurus kedepan.
Prilly sedikitpun tidak bergeming, ia larut dengan pikirannya, lelah menangis membuat kepalanya sedikit pening, akan tetapi ia cukup kuat menopang berat tubuhnya. Ia tidak tenang sama sekali, dan yang paling membuatnya tersiksa adalah rasa rindunya, yang sudah membuncah. Sejak tadi belum ada kabar dari Ali, entah di mana suaminya itu saat ini. Randy mengatakan ia harus tenang, mungkin, suaminya itu ketinggalan pesawat, dan akan segera pulang, namun tetap saja Prilly tidak bisa tenang, ia mencemaskan keadaan Ali, apalagi ketika terakhir mereka bertemu, dia sudah mengusir Ali dengan tidak berprasaan, mengingat itu membuat dada Prilly berdenyut, sesak.
Sedangkan Randy yang merasa tidak di hiraukan, ia lalu berjalan menghampiri Prilly, berdiri di sampingnya.
"Prill, aku udah beliin makanan kesukaan kamu. Makan, ya. Udah siang" kata Randy lembut, kemudian menepuk bahu Prilly dengan pelan membuat wanita itu menoleh dengan tatapan sendu.
"Kak Ali?" katanya bergetar, dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Kak Ali sudah makan?"
Randy menghela nafas, iba melihat kondisi Prilly, ia tersenyum lembut lalu menyeka air mata Prilly yang entah sejak kapan sudah mengalir kembali di kelopak matanya. "Ali pasti udah makan. Sekarang kamu yang harus makan, kasian nanti baby nya kelaperan"
"Tapi...."
"Sudah, ya. Kamu harus makan, sudah waktunya makan siang. Kamu jangan nangis terus. Ali pasti pulang, dia gak bakal mungkin tinggalin kamu apalagi kamu lagi hamil gini. Percaya deh sama aku, mungkin Ali ketinggalan pesawat dan nanti juga bakal pulang" jelas Randy lembut.
Mata Prilly berkaca-kaca, sesak, kemudian ia menghela nafas. "Ran... Tapi ponselnya gak aktif" suara Prilly bergetar, menahan perasaan. "Aku.. Aku kangen" lanjutnya bergetar, tenggorokannya tercekat, dan menit berikutnya ia sudah menangis. Tangisan penuh kerinduan.
Randy dengan lembut membawa Prilly ke dalam pelukannya. "Kamu ini beneran cengeng. Jelek nangis terus" omelnya lalu mengelus punggung Prilly dengan lembut.
"Kak Ali gak pulang"
"Ya udah, nanti juga pulang. Belum juga sehari udah galau aja apalagi kalau tiga kali puasa tiga kali lebaran" Randy berusaha mencairkan suasana.
Mau tidak mau akhirnya Prilly terkekeh pelan di dalam isakannya. "Kamu pikir suamiku bang Toyib"
Randy terkekeh. "Mungkin" kemudian pelukannya terlepas lalu Randy menghapus jejak air mata di pipi Prilly. "Nah gini dong senyum, jangan nangis terus, baper banget sih ibu hamil"
Prilly mendengus, ia memukul pelan lengan Randy. "Namanya juga kangen suami. Makanya cari istri biar tau rasanya gimana ngangenin istri"
Randy tertawa pelan, kemudian ia mengacak rambut Prilly dengan gemas. "Kalau masalah itu nanti aja" dia tertawa geli. "Sekarang kamu makan, aku gak mau suami kamu marah sama aku gara-gara aku gak ngasih makan istri bantetnya"
"What? Bantet?!" mata Prilly membelalak. "Kurang ajar! Randy!" Prilly berteriak dan kemudian Randy sambil tertawa berlalu pergi meninggalkan Prilly yang kesal setengah mati.
*****
Randy duduk di sofa ruang tamu, kemudian ia menyalakan televisi sedangkan Prilly sedang memakan makan siangnya di meja makan, sesekali ia mendongak menatap siaran televisi yang Randy tonton. Kemudian ia mendungus ketika melihat siaran televisi yang Randy tonton yang tidak jauh dari sepak bola.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRY WEDDING
FanfictionKadang hati tidak sejalan dengan logika. Kadang Cinta membuat seseorang akan melakukan apapun demi cintanya walau terdengar gila. Mengejarnya penuh obsesi, bermimpi menikah dengannya dan hidup bahagia bersamanya adalah impian semua orang yang memili...