Chapter 4

194K 8.2K 88
                                    

Randy berjalan dengan cepat mengutari semua lorong-lorong berdominasi warna putih. Tangannya nampak mengepal kuat, rahangnnya mengeras, dadanya naik turun seiring amarahnya yang menggebu-gebu. Tangisan dari Prilly tadi seakan menjadi kaset rusak yang berkali-kali diputar dikepalanya, begitu menusuk hingga ke ruang hatinya.





Saat ini ia tidak peduli atas janji yang sudah ia ucapkan pada Prilly tadi untuk tidak membalas perbuatan Ali ketika Prilly sudah menceritakan semua bebannya selama 7 tahun bersama Ali. Ia tidak bisa menahan emosinya, melihat tangisan penuh luka saat Prilly bercerita padanya seakan benda keras menimpa hatinya. Begitu sesak dan menyakitkan.


Randy tidak bisa terima dengan semua perlakuan yang Ali berikan pada Prilly. Randy masih bisa menerima saat Prilly menikah dengan Ali untuk kebahagiaan Prilly tapi untuk semua rasa sakit yang Ali torehkan pada hati Prilly membuat rasa sakit yang ia tahan-tahan kembali meradang mendengar tangisan penuh luka dari Prilly.



Kalau Randy tau semuanya akan seperti ini ia tidak akan merelakan gadis yang dia cintai dalam diamnya menikah dengan pria bajingan seperti Ali.



Sorot matanya semakin menajam saat berdiri dihadapan pintu ruang kerja Ali. Tidak peduli dengan keramaian pasien saat ini yang ia inginkan hanya memberi pelajaran pada Ali. Emosinya semakin meluap-luap saat melihat Ali sedang bercengkrama dengan salah satu pasiennya diujung lorong. Terlihat begitu ramah dan baik berbanding beda dengan kenyataannya saat ia bersama Prilly. Randy semakin geram saat melihat Ali tertawa dengan pasien anak kecilnya seolah tidak ada beban yang ia tanggung saat ini. Bagaimana bisa Ali ramah dan sebaik itu pada orang-orang sedangkan pada istrinya sendiri ia berlaku kasar dan menjijikan.





Tidak lama kemudian ia melihat Ali berjalan kearahnya namun edarannya tetap pada setiap orang yang berlalu lalang sambil menyapanya dengan ramah. Cih! Benar-benar bermuka dua. Sesaat Randy bersembunyi dibalik tembok saat Ali akan masuk kedalam ruangannya.




Melihat Ali sudah masuk kedalam ruangannya segera Randy mengetuk pintu ruang kerja Ali dan terdengar Ali menyuruhnya masuk. Dengan tidak sabar Randy membuka pintu ruang kerja Ali, ia tersenyum kecut saat melihat Ali sedang sibuk dengan buku-buku yang ia baca.



"Ada yang bisa saya bant--" ucapan Ali terhenti saat ia mendongak mendapati Randy tengah berdiri dihadapannya, menatapnya sangat tajam.





"Lo!" Ali berdiri dari duduknya dan menatap Randy tidak kalah tajam juga.





"Ngapain lo kesini hah?!"




"Ada sesuatu penting yang perlu gue bahas sama lo!" Randy meradang, kepalan ditangannya semakin kuat.



Ali nampak tak acuh, ia mengangkat bahunya tidak peduli.


"Gue gak ada waktu! Lo tau kan pintu keluarnya ada dimana?"



"Brengsek!"


BUK!


Pukulan mendarat dipipi Ali dengan keras membuatnya meringis.



Emosi Ali naik, ia menatap Randy dengan tajam. Ia tidak tau sama sekali apa salahnya.



"Cih! Lo yang brengsek!"


BUK!

Pukulan mendarat diperut Randy.


Randy tidak terima, baku hantam terjadi. Tidak ada yang mau mengalah, wajah keduanya sudah dipenuhi oleh luka beban. Makian dan cacian keluar dari mulut keduanya. Kini posisi Ali berada dibawah Randy, menerima setiap pukulan keras dari tangan Randy beserta makian dari Randy amarahnya semakin meluap-luap. Dengan sekuat tenaga ia merubah posisi hingga kini Randy yang berada dibawahnya. Memukul wajah Randy bertubu-tubi tanpa ampun diiringi dengan makian dan cacian kasarnya.



CRY WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang