Latihan intensif dijadwalkan empat kali seminggu. Setiap hari Senin, Rabu, Jumat, dan Sabtu, kami pergi ke sekolah untuk latihan basket demi meningkatkan kemampuan untuk menyambut pertandingan persahabatan yang tinggal dua minggu ini. Dua minggu kurang, malah. Untuk semakin mematangkan setiap potensi dan kemampuan kami masing-masing dalam bertanding hari Sabtu tanggal 14 Juni nanti, Makiko-sensei ikut turun tangan. Program-program latihan telah dibentuk dan siap untuk dilaksanakan.
Hari-hari pertama latihan, hasilnya masih sama saja. Namun hari selanjutnya, sedikit demi sedikit kemampuan kami meningkat. Seperti pepatah lama, sedikit-sedikit nanti menjadi bukit. Memang, program latihan pelatih kami memang beratnya setengah mati, tapi manfaatnya juga besar. Contohnya saja, aku dan Mayuri. Kami sama-sama sebagai shooting guard dan akurasi kami meningkat drastis. Keiko dan Kousaka, sebagai center juga lebih lincah dalam menjaga daerah pertahanan. Juga masih banyak contoh-contoh lainnya.
Dua hari sebelum pertandingan persahabatan, latihan terakhir kami berlangsung dengan gila-gilaan. Sesuai jadwal, kami main five on five sebanyak tiga kali. Gila kan? Tapi pelatih kami masih punya sisi baik kok, ia membiarkan kami beristirahat seharian penuh di keesokan harinya.
Seusai latihan, aku membiarkan badanku terkapar di pinggir lapangan untuk menenangkan jantungku yang terpacu dengan hebat. Keringat mengucur deras dari dahi dan pelipisku. Perlahan, napasku mulai kembali normal. Hibiki menghampiriku saat aku duduk dan mengaduk-aduk isi tasku.
"Aku tak tahu kalau pelatih kita kejamnya seperti ini." Kata Hibiki sambil menyampirkan handuk di lehernya. Aku tersenyum kecut mendengar pernyataannya.
"Bersyukurlah kau hanya merasakan ini sekali saja." Kataku, lalu mulai minum. Ia meringis ngeri.
"Kau pasti lelah dengan semua ini, kapten." Katanya sambil melihat ke arah langit yang berwarna oranye. Aku melihat ke arah adik-adik kelasku yang duduk-duduk juga di pinggir lapangan, kelelahan nampak jelas di wajah mereka yang bersimbah keringat, namun mereka tersenyum dan tertawa lepas. Aku tersenyum.
"Tidak juga. Melihat teman-temanku tersenyum, sudah cukup membuat kelelahanku menguap terbawa angin." Hibiki menatapku.
"Hanya itu?"
"Iya, hanya itu. Karena Bahagia itu sederhana." Kataku sambil tersenyum. Ia menggenggam tanganku.
"Bagaimana kalau kapten yang melihatku tersenyum?" Tanyanya. Aku tertawa.
"Senyum seperti apa?" Tanyaku. Sebagai jawaban, ia mengeluarkan senyum mautnya yang membuatku berhenti tertawa dan melihat ke arah lain.
"Eeh? Kenapa, kapten?" Tanyanya kaget.
"Ja-jangan senyum seperti itu ..."
"Kenapa? Kapten tidak senang?"
"Bu-bukan begitu... Aku malah senang sekali. Tapi senyum itu bisa membuatku jadi gila." Kataku pelan. Hibiki tertawa sambil memelukku.
"Hahahaha! Ya malah bagus dong!"
"Bagus bagaimana? Senyum tadi itu tidak baik untuk jantung dan juga ... bisa menarik perhatian perempuan lain." Kataku. Hibiki menatapku.
"A-apa?" Tanyaku.
"Tidak, sepertinya baru kali ini aku lihat kapten jadi seperti ini. Kau ... cemburu?" Tanyanya.
"Ng... Mungkin bisa dibilang begitu." Kataku. Ia mempererat pelukannya.
"Huaaaaaaa kapten manis banget sih!"
"Hi-Hibiki!" Kataku kaget.
"Mereka mulai lagi deh." Kata Takeru sambil menghembuskan napas.
"KAMI TIDAK MELIHATNYA, KAMI TIDAK MELIHATNYA!" Kata si kembar sambil melihat ke arah lain. Hibiki melepas pelukannya dan kami semua tertawa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Slamdunk My Heart
Genç Kurgu~ ○ ~ Shirokawa Riku, seorang siswi SMA yang dalam hidupnya belum merasakan apa itu cinta terhadap lawan jenis, mulai mengubah pemikirannya saat musim semi datang di tahun keduanya di SMA Kitahara. Di sana ia bertemu dengan Kurosawa Hibiki, murid pi...