Thats my lovely Reagan. Oh god he's perfect as hell XD
"Nggak gue serius tai dia siapa?" Tanya Vio serius pada Verlin yang kini malah menganggapnya kudet.
Verlin menggeleng-gelengkan kepalanya, "Dia itu sahabat Stev, Bege. Sama-sama tenar kaya si Stev juga. Anggota osis juga tapi dia gak inti banget deh kayanya," Verlin memakan baksonya yang ketiga, "kalo gak salah, namanya Reagan gitu, eh, macem-macem dipanggil. Tapi kayanya yang resmi Reagan deh," tutur Verlin panjang lebar mengingat bahwa dirinya pelupa dan tidak mau ambil pusing.
"Iya gitu?" Viola tidak yakin dengan penuturan Verlin.
Verlin menusuk baksonya ganas, "eh anju," matanya melotot tak terima dengan Vio, "ga percaya banget sama gue."
Viola tertawa puas, "Ohh, gue kesana dulu Ver," Vio berjalan kearah meja yang diduduki oleh Stev dan kedua temannya. Vio masih berusaha keras mengingat siapa laki-laki itu dan dimana mereka bertemu. Ia merasa sangat familiar dengan wajah menyebalkan laki-laki itu.
"Hallo Stev!" Panggilnya gembira tanpa beban kepada laki-laki yang sedang tertawa bersama teman-temannya itu. Stev melirik sekilas kearah Vio dan kemudian dia melirik kearah meja yang tadi diduduki Vio. Tepat dihadapan Verlin. Ia memutar mata malas menanggapi sikap penggemarnya yang satu ini, tapi Viola tidak pernah menangkap gelagat itu dari Stev.
"Lo siapa? Main nyeruduk aja kaya tomket," ujar salah seorang teman Stev yang sering dilihatnya jalan bersama Stev.
"Lah masa ga tau gue gebetannya Stev?" Ia memasang puppy eyesnya yang lucu-lucu-tai.
"Dih, sok imut najes," seorang lagi teman Stev yang menurut perkataan Verlin tadi bernama Reagan dan merupan laki-laki yang wajahnya familiar bagi Vio. Vio menatap heran orang itu merasa bahwa ia pernah bertemu dengan wajah menyebalkan itu. Alisnya bertautan berusaha berfikir 'siapa?'.
Viola membulatkan matanya kemudian menjentikan jarinya mengingat semuanya, "Lo yang kemaren cium bibir gue pake es krim yang udah innalillahi itu kan?!" Viola berteriak, "Oh damn you akhirnya gue ingat sama lo!" Ujar Vio dengan wajah geramnya menatap laki-laki itu. Seisi kantin tetap sibuk dengan urusan perut mereka dan hanya beberapa yang melihat sedikit keributan dikantin–yang memang sudah ribut– itu termasuk Verlin yang menyantap baksonya sambil mengamati dan cekikikan melihat Vio dari tempat duduknya. Urusan perut memang bisa membuatnya melupakan dunia.
"Lo tau gak sih kemaren itu gue ga bawa tissue basah atau–" tangannya ditarik paksa oleh laki-laki itu dengan kasar setelah menyadari bahwa mereka sudah menjadi sorotan.
"Ih, lepasin jelek!" Pintanya menghentak-hentakan kakinya ditanah sambil merengek tak terima pada perlakuan laki-laki itu, "kasar banget."
"Childish banget lo, polos-polos tai," laki-laki itu melepaskan cengkraman tangannya pada tangan Vio yang sedari tadi merengek minta dilepaskan.
"Oh tuhan, lo terlalu kejam untuk jadi teman Stev," ia memegangi dahinya tak percaya.
"Bocah lo."
"Eh, Lo apa-apaan kemaren!" Ia memanyunkan bibirnya hingga Monas.
"Lah salah lo juga disuruh diem ga mau, dicium es krim kicep kan lo," laki-laki itu terlihat malas meladeni Vio yang masih merengek sambil marah-marah.
"Ish, sialan ya lo!" Vio berusaha menjambak rambut laki-laki jangkung itu tapi sia-sia. Ia hanya sebahunya dan ketika ia berjinjit dan mengindar Vio pun tak berarti.
"Ih, apaan sih lo meluk-meluk," tampa sadar upaya yang dilakukan Vio untuk menjambak rambut laki-laki itu ia malah seperti memeluk Reagan.
"Modus kan lo meluk cogan."
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVIE
Teen FictionGimana kalau hati Vio sebenarnya milih Reagan? Tapi saat Vio milih Reagan, Reagan malah milih yang lain. Dan saat Reagan dan Viola udah sama-sama, datang orang ketiga yang sesungguhnya tidak benar-benar mencintai Viola tapi hanya bersembunyi di bali...