Vio kembali melakukan hal yang dia lakukan saat ia terbangun tadi malam. Memicingkan mata dan menyesuaikan matanya dengan cahaya dari jendela yang tirainya sudah terbuka. Berbeda dengan tadi malam karna cahaya lampu.
Vio merasa kepalanya lebih pusing dari tadi malam. Matanya berat dan badannya sedikit menggigil kedinginan. Ia yakin saat ini sudah cukup siang karna cahaya dari jendela sudah cukup terang menyilaukan mata.
Dikeningnya, kembali ia merasakan ada handuk lembab yang bertengger. Dia kembali melepaskannya dan meletakan handuk itu di baskom yang ada di nakas.
Dia berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Setelahnya, Vio menyisir rambutnya didepan kaca dan menatap dirinya.
Ada yang berbeda.
Dengan sedikit tergesa-gesa, Vio berjalan menuruni tangga perlahan. Kakinya seperti jelly yang membuatnya sedikit sulit menompang tubuh mungilnya. Dia melihat kearah dapur dan mendapati seorang laki-laki sedang mengeluarkan sesuatu dari bungkus kertas. Mendengar langkah kaki Vio, laki-laki itu melirik Vio sekilas dan langsung melanjutkan kegiatannya.
"Re," Vio membuka suara. Suaranya serak khas bangun tidur dan terdengar sedikit lemas. Reagan menoleh lagi dan berdeham.
Vio menarik nafas, "kemaren siapa yang gantiin baju gue?"
"Oh, itu," Reagan berjalan ke wastafel dan meletakan bungkusan berisi makanan di atas meja makan, "yang biasa bantu-bantu beresin rumah lo. Untung dia belum pulang kemaren."
Vio mengangguk dan duduk di hadapan Reagan, "lo udah enakan, Vi?"
"Udah," Vio tersenyum paksa. Wajahnya masih sangat pucat.
Reagan mengangguk, "makan," Reagan mengambilkan Vio semangkuk bubur ayam yang tadi dibelinya. Kemudian memakan miliknya.
Vio menggeleng, "gue gak selera makan, Re."
Reagan langsung menghentikan makannya, "lo harus makan, Vi."
"Tapi gue gak mau," Vio menunduk. Jika sakit, Vio memang akan kehilangan nafsu makannya selama berhari-hari.
"Kalo lo gak makan, lo nggak bakal sembuh," Reagan melanjutkan makannya.
Vio menggeleng dan menatap Reagan dengan mata sayunya, "Mommy mana?"
Reagan menghembuskan nafas, "Mommy lo tadi malem lembur. Katanya mau nginep di kantor."
"Mommy selalu gitu," Vio berdiri, "gue takut Mommy sakit," Vio berjalan meninggalkan ruang makan. Menuju kamarnya.
Reagan mengerti apa yang dirasakan Vio saat ini. Laki-laki itu mengambil bubur ayam milik Vio dan berniat membawanya ke kamar perempuan itu agar dia mau makan. Pintu itu tertutup rapat. Reagan membuka pintu dan mendapati Vio sedang tidur dengan kepalanya menghadap jendela yang otomatis membelakangi Reagan. Melangkah dengan perlahan, laki-laki itu duduk di pinggir kasur Vio.
"Gue ga mau makan, Re," suara Vio bergetar.
Reagan menghela nafas, "tapi lo harus makan, Vio."
Vio menggeleng samar. Reagan meletakan bubur ayam itu di nakas samping tempat tidur Vio. Entah karna apa, Reagan mengelus rambut Vio, "semuanya gak selalu sesuai sama keinginan kita. Terkadang lo harus tau hidup gak semudah itu."
Vio bangkit dari tidurnya, berbalik, dan langsung memeluk Reagan dengan cepat. Dari tadi, Vio menahan diri untuk tidak memeluk Reagan. Disaat hatinya sedih, Vio biasanya akan memeluk seseorang. Dan biasanya Vio akan memeluk Mommynya atau Verlin. Atau bahkan Farid. Tapi kali ini, Vio memeluk Reagan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVIE
Teen FictionGimana kalau hati Vio sebenarnya milih Reagan? Tapi saat Vio milih Reagan, Reagan malah milih yang lain. Dan saat Reagan dan Viola udah sama-sama, datang orang ketiga yang sesungguhnya tidak benar-benar mencintai Viola tapi hanya bersembunyi di bali...