Perempuan berseragam itu duduk bersandar pada kursi yang di dudukinya. Matanya mengamati sekitar untuk membunuh rasa bosan. Tidak ada objek yang bisa di amati dan ini sangat membosankan. Suara langkah kaki seseorang membuatnya menoleh dan mengetahui siapa yang datang. Langkah orang itu begitu tenang dan santai membuat perempuan itu sedikit mengerutkan keningnya.
"Hai."
Perempuan itu melirik dengan sudut matanya tanpa repot menoleh. Menarik nafas seperti biasa kemudian memperbaiki posisi duduknya. Tidak berniat untuk membalas sapaan dari laki-laki yang baru saja datang tadi. Fiia terlalu malas untuk membuka mulutnya untuk laki-laki ini.
"Kabar lo?"
Laki-laki itu duduk di samping perempuan dan perempuan itu memperhatikan gerakannya. Ada keruatan tipis di keningnya pertanda dia bingung, "i'm good."
Kemudian laki-laki itu mengangguk mengiyakan. Senyum tulus mengembang di bibirnya. Matanya ikut melengkung bersama senyum tipisnya kemudian menghirup nafas panjang. Mencoba melepaskan beban ketika nanti dia menghembuskannya keluar, tapi nyatanya tidak. Semuanya tetap sama.
Terasa tidak yakin.
Perempuan itu tidak mengucapkan apapun seakan enggan untuk berbicara. Bibirnya mengatup rapat dan nafasnya teratur memandang lurus ke depan. Tidak ada ketakutan pada dirinya atau pun keraguan bahkan dia merasa ingin memaki sekarang juga.
"Biarin gini dulu ya," ucap laki-laki itu menatap lurus kedepan. Mengamati setiap gerak-gerik daun yang menari mengikuti arah angin, "gue masih pengen duduk di sini lebih lama."
Alis perempuan itu mengerut samar. Tapi kerutan itu segera hilang dan tergantikan oleh suara gemersik daun yang terekena angin. Entah kenapa, suasana seperti ini sangat pas untuk mengisi keengganan mereka untuk memulai sesuatu yang salah.
"Sama lo," laki-laki itu menoleh ke samping untuk menatap perempuan yang benar-benar disayanginya sedari awal. Perempuan manis yang berhasil merebut hatinya dan membuatnya beku. Membekukan nama perempuan itu disana dan abadi membekas selamanya.
Mata perempuan menyipit tanpa menoleh pada laki-laki di sampingnya. Dia hanya menyimpan pertanyaan yang baru saja terbesit di otaknya. Tidak meminta laki-laki itu menjelaskan maksudnya. Tangan perempuan itu menyangga tubuhnya pada lengan kursi, sedangkan ujung sepatunya memainkan pasir di bawahnya. Membentuk pola-pola abstrak yang bahkan tidak diketahuinya itu apa.
Dia meminta bertemu, tapi tidak melakukan apa-apa.
Rasa bosan dan kesal bercampur sekaligus pada diri perempuan itu, tapi tidak pada laki-lakinya. Laki-laki itu menikmati setiap detik yang mereka lalui bersama, bersama sedekat ini dan ingin selamanya begini. Membiarkan detak jantungnya menggila dengan jarak sedekat ini. Dan membiarkan hatinya semakin jatuh karna dia tidak peduli. Entah nanti akan sakit hati atau bahagia yang didapatnya. Biarlah, yang jelas dia akan menyelesaikannya saat ini juga. Bagaimana hasilnya, yang penting laki-laki itu sufah berusaha.
Walaupun dengan cara yang salah.
"We look stupid," ucap perempuan itu mengeluarkan suaranya. Bibirnya maju beberapa senti yang membuat laki-laki itu memandangnya lucu. Tidak pernah dia melihat ekspresi perempuan itu seperti ini, begitu memikat. Atau karna dia sudah terlanjur terpikat?
Laki-laki itu terkekeh geli lalu menggoyangkan kakinya. Menatap tanah dengan senyuman tersunghing di bibirnya , "no, we're not."
Perempuan itu memandangnya aneh dan jengkel. Tipe perempuan yang tidak akan pernah mau berhububgan dengan orang semacam laki-laki itu. Pengecut dan pecundang. Penghancur. Rasanya ingin dia pergk sekarang, tapi dia penasaran dengan apa yang akan dikatakan laki-laki itu, "We don't do anything dan cuma duduk diam like we really stupid."
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVIE
Teen FictionGimana kalau hati Vio sebenarnya milih Reagan? Tapi saat Vio milih Reagan, Reagan malah milih yang lain. Dan saat Reagan dan Viola udah sama-sama, datang orang ketiga yang sesungguhnya tidak benar-benar mencintai Viola tapi hanya bersembunyi di bali...