"Reagan malu," Vio menepis lengan Reagan yang merangkulnya menuju tangga lantai dua.Reagan tekekeh sambil mencolek pipi Vio, "cie malu."
"Dasar!"
"Laut kali pake dasar."
Tidak banyak yang tau mereka in relationship karna mereka memang lebih memilih untuk backstreet dari pada mengumbar.
"Gue ke atas ya, dah!" Ucap Vio seperti biasanya. Senyumnya mengembang sebelum melihat sepasang mata yang menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.
Entah apa yang ada di pikiran orang itu.
"Hati-hati," ucap Reagan memperhatikan Vio menaiki tangga dengan senyuman.
Vio mengacungkan jempolnya ke udara, "oke!"
---
"Eh!" Verlin menarik tas Vio ke belakang sebelum perempuan itu sempat memasuki kelas. Membuatnya hampil tejungkal ke belakang.
"Tai!" Umpat Vio, "gila apa lo?!"
"Diem!" Verlin menarik perempuan itu seperti menarik rantai anjing peliharaannya.
Ketika mereka sampai di ujung koridor yang cukup sepi, Vio menepis tangan Verlin pada tasnya.
"Woi Curut mau lo apa?!" Vio merapikan seragamnya yang ikut ditarik Verlin tadi.
Verlin berkacak pinggang memperhatikan Vio dari atas sampai bawah, "lo kemana aja?!"
"Ngga ada."
"Kenapa cuma Farid sih yang dikabarin?" Bentak perempuan itu tak terima.
"Kenapa cuma Farid yang dikasih tau kenapa?" Ucap Verlin semakin tak terima.
"Kenapa cuma Farid yang di contact selama lo pergi?"
Vio memutar mata, "banyak tanya deh lo."
"Lo naksir dia ya?"
"Eh Curut jangan asal ngomong," Vio memutar matanya jengkel.
"Jadi kenapa?"
"Karna gue tau cuma dia yang gak akan kasih tau gue ada di mana sama orang yang paling gue hindari."
Verlin diam.
Viola diam.
"Reagan?" Tembak Verlin sekstika.
Vio pura-pura tidak mendengar dan meronggoh saku roknya.
"Reagan?" Ulang perempuan itu.
Vio mengangguk.
"Asal lo tau ya monyet, gue kasian liat dia selama lo pergi dan gue iri seketika bangsat. Gue liat dia bolos ngosis mulu cuma buat nyari lo dan dengerin Farid ngomel-ngomel sambil curhat. Dia juga nanyain lo sama gue terus sampe ngespam line gue sampe gue bales line dia. Si Stev sampe nanyain Reagan mulu sama gue gara-gara tu anak bolos. Ya walau pun gue tau anak kelas dua belas UN sih tapi kan gimana gitu Vio. Kasian liat dia gitu. Sampe Canayya juga datengin rumah gue buat bantuin Reagan nyariin lo."
"Yawlo kapan Pelin dapat cowo yang kaya gitu?!"
Vio termenung mendengar perkataan Verlin yang panjang seperti rel kereta api, "dia sampe gitu?"
Verlin mengangguk, "are you..."
"We already dating."
---
"Udah?"
Vio mengangguk, "udah."
"Gimana pelajarannya?"
"Lo duluan," ucap vio, "gimana pelajarannya?"
Reagan terkekeh, "dasar bocah."
"Enak aja bilangin gue bocah."
"Oh iya lo kan adik kecil," Reagan tertawa.
"Godain aja terus."
"Kan godain pacar sendiri," Reagan merangkul bahu Viola kemudian mencubir pipi perempuan itu, "tembem banget sih."
Vio memutar mata, "modus banget sama cecan."
"Iya cecan, jelmaan cetan," Vio mencubit pinggang Reagan dan meninggalkan laki-laki yang sedang terbahak itu di belakang.
"Reagan!"
Vio ikut menoleh kepada sumber suara, "ya?"
"Ada beberapa tugas yang kemaren belum lo selesein waktu lo pergi."
"Tugas?"
"Beberapa proposal lebih tepatnya."
"Ohh," Reagan mengangguk.
"Kerjain aja dulu tugasnya, gue tungguin," ucap Vio sambil berjalan ke arah Reagan.
Semuanya berubah.
Tidak ada lagi detak itu.
Tidak ada lagi hati yang berbunga.
Tidak ada lagi mata yang berbinar.
Tidak ada lagi senyum yang merekah.
Everything has changed.
"Lo udah mau pulang?" Ucap Reagan sambil melihat Stev yang berjalan ke arah motornya.
"Gue mau ngambil sesuatu di jok motor."
Reagan kembali ber—oh ria dan berjalan menuju ruang OSIS di ikuti oleh Vio, "tadi Canayya bilang dia mau nginep di rumah Daffa."
Reagan mengangguk dan tetap berjalan, "oke!"
"Tumben lo nggak cemburu," Stev sudah selesai mengambil sebuah map dari jok motornya.
Reagan tersenyum, "karna gak selamanya perasaan itu selalu sama."
Reagan terdiam.
Stev terdiam.
Vio terdiam.
"Tapi perasaan gue selalu sama dari saat pertama," ucap Stev di selingi tawa yang terdengar sinis.
Semuanya kembali terdiam.
Hingga mereka sampai di depan ruang OSIS pun semuanya tetap sama.
"Gue nunggu di luar aja," ucap Vio tidak enak.
"Masuk aja," ucap Stev. Reagan mengangguk meyakinkan Vio.
"Gue gak enak."
"Santai aja," ucap Stev membuka kunci pintu ruang OSIS.
"Gue gak bawa laptop," ucap Reagan begitu mereka memasuki ruang OSIS.
"Gue bawa," Vio mengeluarkan laptop dari dalam tasnya dan duduk di karpet yang tersedia di ruang OSIS.
Suasana di dalam ruang OSIS tampak tenang tanpa ada satu pun yang berniat membuka suara. Hanya suara keyboard yang di tekan oleh Reagan dan Stev yang terdengar di ruangan ini.
"Lo gak pernah lagi bikinin gue sarapan ya," ucap Stev tetap fokus pada layar laptopnya.
Vio yang sedang berchating gila bersama Velin via ponsel pun sedikit tergelak mendengar pernyataan Stev yang sudah pasti tertuju padanya.
Vio melirik Reagan dan laki-laki itu tetap fokus pada layar laptopnya.
"I think i don't have a time," ucap Vio sedikit canggung dan tetap memaksakan senyumnya.
"Lo biasanya selalu punya waktu untuk lo buang buat gue. I think you different."
Vio semakin gelagapan dibuatnya. Bukan. Bukan karna jantungnya berdebar seperti biasa. Perempuan itu bahkan tidak tau apa kata yang akan di keluarkannya.
"She'll never has a time again," Reagan menutup layar laptop dan memandang Stev yang kini memandangnya bingung dengan alis mengkerut.
"We already datting," Reagan memasukan laptop Vio dan menarik perempuan itu untuk keluar.
"Gue cabut."
----
Hei hei apakabar kawannn?-
Kangen ga? Engga-_-Okeey noprob wkwk
Tq btw hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
MOVIE
Teen FictionGimana kalau hati Vio sebenarnya milih Reagan? Tapi saat Vio milih Reagan, Reagan malah milih yang lain. Dan saat Reagan dan Viola udah sama-sama, datang orang ketiga yang sesungguhnya tidak benar-benar mencintai Viola tapi hanya bersembunyi di bali...