Tiga bungkus roti

326 25 0
                                    

Reagan membawa Vio ke sebuah tempat makan yang ada sekitar dua setengah kilometer dari komplek mereka. Bau makanan dan kopi mendominasi di dalam ruangan maupun di bagian luarnya. Tempatnya begitu asri dan menampakan manusia yang tidak terlalu sesak di dalamnya. Suasana juga tidak terlalu ribut karna memang bukan tempat nongkrong anak muda melainkan memang tempat untuk makan. Tidak banyak anak-anak remaja yang foto selfie sebagai tanda mereka anak hits yang nongkrong sana-sini. Bau-bau makanan yang nikmat ini membuat perut Vio mual karna kondisinya yang benar-benar belum pulih. Reagan berjalan mendahuluinya dan duduk dibagian luar kafe. Vio mengikuti dengan duduk di sebrang Reagan. Reagan melambaikan tangan sebagai tanda bahwa dia memanggil pelayan untuk segera melayani mereka.

"Iya, mau pesan apa?" Ucap pelayan itu ramah.

"Kopi hitam sama nasi padang pake dendengnya satu. Lo makan apa?" Reagan melempar tatapan pada Vio yang terlihat gelisah sambil menggigit bibir bawahnya.

Vio menoleh, "gue gak makan."

Reagan menautkan kedua alisnya, "lo nggak makan?"

"Ehm, gue es jeruk aja satu."

"Jangan!" Ucap Reagan refleks yang membuat Vio melotot pada laki-laki itu, "maksud gue, tadi itu dokter bilang asam lambung lo naik. Masa lo mau minum es jeruk. Ntar perut lo perih."

Vio terdiam sejenak kemudian tersenyum penuh arti, "cieee, Varo perhatian," menaik turunkan alisnya sambil terus menatap Reagan geli, "ya udah, gue teh anget aja satu."

"Beneran gak mau makan?" Reagan menaikan sebelah alisnya dan di balas anggukan oleh Vio.

"Ditunggu sebentar ya pesanannya," pelayan itu berlalu pergi.

-----

Hari ini Vio masuk sekolah seperti biasa. Walaupun masih merasa sedikit lemas, Vio tetap memaksakan sekolah karna hari ini ada presentasi tugas oleh kelompok yang telah dibuat oleh murid-murid kelas Vio. Vio sudah pasti sekelompok dengan Verlin karna memang kebetulan satu kelompok terdiri dari dua orang. Verlin sudah mewanti-wanti Vio untuk masuk hari ini karna perempuan itu bisa saja mati kutu ketika dilemparkan pertanyaan-pertanyaan seusai presentasi nanti.

"HWAA!" Verlin memeluk Vio yang baru saja selesai menaiki tangga, "ciee, atit apachii?" Tanya Verlin mukanya dibuat seimut mungkin.

Rambut Vio hari ini tidak di ikatnya dan menggunakan bando yang membiarkan rambutnya tergerai, "ah, pasti kangenkan lo?"

Verlin menaikan sebelah alisnya yang fail, "enak aja!"

"Fail banget tuh alis, Nyet," Vio tertawa terbahak-bahak walaupun badannya masih sedikit lemas. Kelas sepuluh yang berada di lantai tiga cukup menyiksa kaki Vio pagi ini, "gue mau naro tas dulu."

"Oke!" Verlin mengacungkan jempol, "ntar kesini lagi ya, bosen gue di kelas."

Vio mengacungkan jempolnya sambil terus berjalan menuju bangkunya. Dibagian belakang, Vio melihat gerombolan anak cowok sedang berkumpul memegang ponsel mereka, "cie Vio sekolah!"

"Kangen lo sama gue?" Vio meletakan tasnya di kursi menanggapi celotehan Rezi dari belakang, "cieee."

Rezi tertawa, "iya dong," rezi mengedip-ngedipkan alisnya, "apalagi contekannya."

Vio meringis kemudian mencibir, "yah, jadi cowo PHP sih."

"Lah, dia kode, Zi," celetukan Rama terdengar meledek Vio dan Rezi yang berdebat, "langsung tancap!"

"Sialan, Rama," Vio terkekeh melihat Rezi menjitak kepala Rama, "gue nggak PHP, Vi. Lo aja yang terlalu berharap."

Lo aja yang terlalu berharap.

MOVIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang