"Wallpaper yang untuk minggu depan sudah selesai, Leo?" tanya Ken kepada asistennya.
Asistennya, Leo, adalah seorang pria berwajah bundar, dengan rambut ikal yang tersisir rapih setiap harinya. Leo sudah bekerja untuk Ken kurang lebih sepanjang Ken menjabat sebagai manajer di Twinkle Night.
"Sudah," jawab Leo, kemudian dengan cekatan membalik-balik catatannya lagi. "Sepuluh wallpaper sudah selesai dan siap untuk disurvei. Survei akan dilakukan oleh anak-anak dari TK Surya Gembira dan Kasih Bunda."
"Anak TK?" ulang Ken. "Kau bilang anak TK?"
"Ya, semua sepakat untuk menjadikan anak TK sebagi juri," lapor Leo. "Karena ini temanya 'My Colorfull Childhood', jadi semua sepakat untuk melibatkan anak TK. Bahkan CEO sangat setuju soal ini."
Ken melongo tak percaya, "Ayahku setuju?"
Reynal L'vory Brahmana adalah CEO di Twinkle Night, dan merupakan ayah Ken. Walaupun dia ayah Ken, tapi Ken tidak pernah mendapat perlakuan khusus di tempat kerjanya, dan ayahnya sendiri tidak pernah membantu Ken. Malahan dia memperlakukannya dengan tegas di tempat kerja. Jadi, segala posisi yang didapatkan Ken beserta pencapaiannya adalah murni hasil dari kerja kerasnya sendiri. Dan Ken berterima kasih penuh pada ayahnya untuk itu. Semua karyawan di sana mengakui keberadaannya karena potensinya bukan karena dia seorang anak CEO.
"Iya, apa ada masalah?" tanya Leo, saat melihat ekspresi aneh di wajah atasannya itu.
Ken buru-buru menggeleng dan melanjutkan, "Jadi, ada berapa tadi yang sudah selesai?"
"Semua ada sepuluh," ulang Leo dengan sabar.
"Dan dimana survei akan diadakan?"
"Di Hall Utama Twinkle Night," jawab Leo, melongo tak percaya. Terkadang atasannya ini gampang sekali pelupa, terutama ketika dia sedang tidak berkonsentrasi. "Kemarin sudah dibilang sewaktu rapat. Apa aku harus memanggil sekertaris untuk meminta salinan rapat?"
"Tidak perlu," cegah Ken. "Oke, kalau begitu, segera urus sisanya dan laporkan padaku apa yang kurang."
"Aye, Sir!" Leo menirukan suara Happy dari Anime Fairy Tail dengan pas, kemudian pergi meninggalkan ruangan Ken. Ken mendengus tak percaya melihat asistennya yang masih gemar nonton anime walaupun usianya hampir dua puluh lima tahun.
Ken mengenyakkan punggungnya ke kursi, kemudian meraih catatan dari dalam lacinya dan mulai membaca laporan-laporan.
Ken meletakkan kembali laporannya sewaktu mendengar dering ponselnya. Ia melihat layar ponselnya, dan ketika melihat siapa peneleponnya, Ken tidak langsung mengangkat. Beberapa kali dia kelihatan berpikir, ragu sejenak sebelum mengangkatnya. Akhirnya, dengan perlahan, dia menempelkan ponselnya di telinganya.
"Halo," ucap Ken pelan.
"Itu kau, Ken?" terdengar sahutan dari seberang sana. Ken menekan-nekan pangkal hidungnya sebelum kembali menjawab.
"Ada apa.. Hera?"
"Tidak ada.. hanya ingin menelepon." Dan kemudian Ken mendengar isak tangis dari seberang sana. Oh, tidak. Apakah Hera menangis?
"Hera, kau baik-baik saja?" tanya Ken cemas, dan sontak dia langsung bangkit dari duduknya. Sudah setengah tahun wanita itu tidak meneleponnya, dan sekarang dia meneleponnya sambil menangis?
"Ya.. Tidak.. aku tidak baik-baik saja," ujarnya, masih terisak.
"Kau ada dimana sekarang?"
"Di depan perusahaanmu."
"Oke. Aku akan segera ke sana. Tunggu sebentar,"
***
Sekali lihat saja Ken tahu kalau itu Hera. Wanita yang hampir menghilang dari hidupnya... wanita yang tak pernah ia lupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not so Beautiful Game[✔]
RomanceTanpa sengaja, Ken terjebak dalam permainan rumit. (Private)