26

9.7K 621 1
                                    

"Jadi.. Mama sudah bilang kalau kau tidak boleh datang ke sini sebelum membuat keputusan," kata Mei lancar. "Mama kira kau sudah membuat keputusanmu?"

Ken mengangguk mantap. "Sudah."

"Kalau begitu, beri tahu Mama."

Saat itu pagi hari. Sebelum pergi ke kantornya, Ken menghadap ibunya terlebih dahulu. Beberapa hari ini dia disibukkan dengan pemikiran-pemikirannya, hingga Ken mendapati satu titik cerah. Menuruti permintaan ibunya, dia baru akan menghadap ibunya ketika keputusannya sudah bulat.

Rasanya seakan dia berada di ruang sidang saja. Mei duduk di kursi meja kerjanya, tangannya bersidekap dan dia memandang lurus-lurus ke mata Ken. Tatapan itu benar-benar mengintimidasinya! Ken tidak boleh salah bicara sekarang.

"Aku akan pergi selama beberapa bulan ke depan dalam rangka perjalanan bisnis. Aku akan membuat kerja sama dengan beberapa perusahaan di berbagai negera untuk membantu dan menyelamatkan Twinkle Night," jelas Ken pertama-tama. "Twinkle Night adalah warisan dari kakek, dan aku tidak akan mengecewakan mereka yang telah berjuang demi perusahaan."

"Apa ayahmu sudah tahu?"

"Aku sudah mengkonfirmasinya beberapa hari yang lalu," jawab Ken.

"Dengan siapa kau akan pergi?"

"Leo dan seorang karyawan dari devisi desain grafis."

Mei mengangguk mengerti. "Lalu setelah kembali? Apa yang akan kau lakukan?"

Nah... ini dia pertanyaan horornya. "Bekerja lebih keras dari biasanya."

"Dan soal Hera?"

"Dia sudah pergi ke Jepang untuk memulai kehidupan baru di sana. Jadi, tidak ada lagi hubungannya denganku."

"Lalu soal kau?" tanya Mei tajam.

Ken terdiam beberapa detik. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku akan kembali pada Amel. Dan aku akan melakukan apa pun untuk membuatnya kembali padaku."

Wajah kaku Mei perlahan mengendur. Ken bernapas lega. Dulu, sewaktu SD, Ken pernah sekali disidang ibunya seperti ini karena Ken terlibat perkelahian dengan anak perempuan. Ken ingat sekali saat itu ibunya menanyai dia macam-macam dengan suara tenang tapi terasa membunuh, dan Ken hanya bisa menjawab semua pertanyaan ibunya sambil sesenggukan. Setelah itu, Ken terdiam sambil menunduk dan menyembunyikan wajah menangisnya. Diluar dugaan Ken, ibunya malah menariknya dan memeluknya, kemudian menasihatinya tentang menjadi pria sejati.

"Wanita adalah makhluk paling peka dan sensitif, dan bagaimanapun terlihat tegarnya dia, wanita itu mudah ketakutan. Jadi, sebagai laki-laki, kau tidak boleh berbuat kasar kepada wanita. Kau harus menghormati mereka, tapi jangan biarkan mereka menginjak-injak harga dirimu sebagai pria. Jadilah bijaksana, mengerti?" Dan setelah menceramahi Ken, ibunya menciumi pipinya lalu mereka berdua tertawa.

Ken tersenyum simpul mengingat kenangan indah itu. Ken mengerti kenapa ibunya marah besar ketika ia mengetahui anaknya membuat permainan bodoh seperti itu. Ken tidak berpikir panjang saat itu, dan dia, jelas tidak berbuat bijaksana karena sudah melibatkan Amel didalam kekacauan yang dibuatnya.

"Berarti, kau sudah membuat keputusan," simpul Mei. "Dan apa Mama bisa mendapat keyakinanmu kalau kau tidak akan mengacau lagi ke depannya?"

Ken mengangguk mantap. 

"Ya, Mama bisa percaya padaku," jawab Ken. "Karena Mama pernah memintaku untuk bersikap bijaksana. Dan aku akan malakukannya kali ini."

"Kalau begitu, masalah sudah selesai," kata Mei. Dia bangkit dari kursinya dan menghampiri Ken. Dia pikir ibunya akan memukulnya, atau menamparnya sekali lagi, tapi Mei malah memegang kedua bahunya kemudian menarik Ken kedalam pelukannya.

Not so Beautiful Game[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang