Ken pasti bercanda saat ia mengatakan rumah. Menurut Amel, bangunan di depannya ini bukan rumah, tetapi sebuah griya.
Rumahnya besar dan bertingkat, dengan pilar-pilar berukir rumit yang menyanggahnya, dan tembok tinggi yang mengelilingi rumah itu. Dindingnya dicat kuning gading, dan lantainya terbuat dari marmer putih. Jendela-jendelanya besar dari kaca patri, serta halaman yang sangat luas dengan taman dan air mancur kecil, serta ayunan putih di sudut halaman.
Jelas sekali Ken tidak membual soal dirinya yang kaya.
"Ini rumahmu?" tanya Amel ketika mereka berdua memasuki rumah.
"Dulunya," jawab Ken dari sebelah Amel. "Sekarang aku tinggal di rumahku sendiri. Ngomong-ngomong, jangan lupa pakai cincinnya."
Ruang pertama yang mereka masuki adalah ruang tamu, dengan langit-langit tinggi dan lampu kristal besar. Terdapat empat buah sofa empuk di sana, dengan meja kaca dan lemari sudut penuh hiasan. Sebuah vas keramik besar bergambar geisha diletakkan di dekat sofa itu, dengan bunga mawar plastik didalamnya.
Amel mengikuti Ken naik ke lantasi atas.
Inilah ruang keluarga, pikir Amel saat dia berada di ruangan sebesar ruang tamu. Di dalamnya ada dua buah sofa panjang berhadapan, dengan lantai yang dilapisi karpet tebal. Di sofa itu, duduklah tiga orang wanita.
"Kak Ken!" seru wanita yang termuda, menghambur ke arah mereka dan memeluk Ken kencang. Amel terkesiap melihatnya.
"Aduh, aku tidak bernapas," keluh Ken, walaupun dia balas memeluk wanita itu.Wanita itu melepaskan pelukannya dan sekarang memandangi Amel.
"Kau pasti Kak Amel. Hai, namaku Yumei, adik Kak Ken." Dia tersenyum lebar sambil mengulurkan tangan. Amel, walaupun tercengang, tetap menyambut uluran tangannya. Wanita ini memiliki rambut hitam sangat lurus sebahu, serta kulit putih dan mata hitam yang kecil. Sama sekali tidak mirip Ken.
"Akhirnya kalian datang. Aku sudah menelepon Reynal, tapi ia tidak bisa pulang sekarang," sambung wanita yang paro baya, bergabung dengan mereka sambil memasang wajah minta maaf. "Dan aku Mei, ibunya Ken."
Kini, Amel tak meragukan Yumei sebagai adik Ken lagi. Sama seperti Ken yang duplikat ayahnya, jelas Yumei adalah duplikat ibunya. Amel tersenyum cerah dan menyalami Mei.
"Kak, kau harus berhati-hati," bisik Yumei yang masih bisa didengar Amel. Tangannya menggelayuti Ken. Benar-benar lucu, menurut Amel. "Nenek benar-benar kesal."
"Pergi dan sapa dia, Ken," tegur Mei. Kemudian Mei menatap Amel, dan dengan ramah menggenggam tangannya. "Ayo, nenek ingin sekali bertemu denganmu."
Mei membawa Amel ke sofa, ke tempat wanita tua yang asyik duduk.. Oh, pastilah wanita tua ini nenek Ken. Ternyata penampilan nenek Ken jauh dari dugaan Amel. Neneknya tidak tua dan renta, melainkan sehat dan sangat.. bangsawan?
Sekarang Amel tahu darimana mata Ken dan Reynal diwariskan. Nenek Ken memiliki mata yang sama dengan mereka, dengan rambut yang disemir cokelat dan digelung ketat, serta rahang-rahang kaku dibalik kulit keriputnya. Ketika Amel dan Ken menghampirinya, dia duduk dengan tegak dan angkuh.
Ken langsung duduk di kiri neneknya dan memeluknya, sambil memamerkan senyum sayang. Kemudian mereka berdua bicara dalam bahasa yang tidak dimengerti Amel.
"Nenekku bilang, apa kau bisa bicara bahasa Prancis?" tanya Ken tiba-tiba.
Oh, tidak. Tamatlah sudah riwayatnya. "Ehm.. bonjour? Err, salut?" gumam Amel coba-coba. Dan sepertinya dia melakukan kesalahan karena neneknya langsung memandangnya tajam dan kemudian berbisik lagi pada Ken.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not so Beautiful Game[✔]
RomanceTanpa sengaja, Ken terjebak dalam permainan rumit. (Private)