Beberapa bulan kemudian..
"Ibu benar-benar bangga padamu," Leny mencium kening Amel, membuat toganya sedikit merosot. Buket-buket bunga di tangannya sedikit merosot, ketika Amel berusaha membetulkan posisi topinya.
Siang itu, acara wisuda sudah selesai, dan mendadak halaman luar gedung dibanjiri siswa berjas dan siswi berkebaya. Beberapa diantaranya sibuk berfoto di depan papan karangan bunga, beberapa lagi berfoto dengan teman dan keluarga mereka, dan di sana-sini, mereka membawa buket bunga pemberian dari orang-orang yang mereka sayangi.
"Ibu, aku tercekik, nih," gurau Amel, namun tetap membiarkan ibunya menciumi pipinya. Mambuat ibunya bahagia seperti ini benar-benar hal yang diinginkannya.
"Puteriku, Kumlaud! Ibu bangga," dan lagi, Leny menicum pipinya sambil meneteskan air mata.
"Ini tisunya, Tante," Lista buru-buru menyodorkan sekotak tisu pada Leny. Leny mencomotnya dua lembar sekaligus dan menotol-notol matanya. Lista tersenyum melihatnya, dan menyikut Amel diam-diam.
"Ngomong-ngomong, pidatomu tadi bagus sekali. Trims untuk undangannya," kata Lista sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Aku hanya punya ibu dan kau, jadi siapa lagi yang harus kuundang?" Amel mengedikkan bahunya.
Lista mengerucutkan bibirnya dan menyipit, "Tidak juga. Tuh, sepertinya mereka orang-orangmu."
Amel mengikuti arah pandang Lista, dan sedikit shock sewaktu melihat keluarga L'vory datang ke arahnya. Dan seorang pria yang dikenalnya dengan baik. Ray.
Kenapa mereka bisa datang?
"Kak Amel! Selamat atas wisudanya!" seru Yumei kencang, sambil memeluk Amel dengan kencang juga. Amel kesulitan bernapas, dan untung saja rambut Yumei tidak nyangkut di kancing kebaya Amel.
"Selamat ya, Mel," sambung Mei. Amel merasa tidak enak melihatnya, apalagi Mei berdiri di sana, dengan stelan paling bagus dan senyum lebar. "Reynal tidak bisa datang, ada urusan mendadak di perusahaannya. Dan kau benar-benar cantik memakai kebaya."
"Terima kasih," gumam Amel canggung. "Tapi, bagaimana kalian bisa tahu hari ini wisudaku?"
"Well, Kak Amel lupa siapa saja orang dalam kami," kekeh Yumei. Oh, sial. Ray. Pasti dia yang memberitahu mereka. Amel memandang Ray campuran sebal dan lucu.
"Aku Ray, itu kemampuanku," Ray mengedikkan bahunya dengan sok. Oh tidak, gaya soknya itu malah mengingatkan Amel dengan seseorang... "Nih, untukmu, dari kami semua. Selamat dan sukses."
Ray memberikannya sebuket besar bunga mawar merah. Dan lagi, hal itu mengingatkan Amel dengan seseorang yang pernah memberikannya sebuket aster.. "Trims," ujar Amel. "Harusnya kalian tidak usah repot-repot."
"Omong kosong. Tentu saja selusin mawar harus hadir untuk hari bahagia ini," Mei tertawa ringan. "Dan lagi, Madame L'vory sangat merindukanmu. Kenapa kau tidak mengunjungi kami lagi?"
Madame L'vory membantah pelan dalam bahasa Prancis, tapi Amel bisa melihat pipinya merona merah. Amel tersenyum kecil melihat ekspresi malu Madame L'vory.
"Apa aku masih diizinkan datang?" tanyanya.
Mei menarik tangan Amel dan menggenggamnya. "Kan sudah kubilang, aku menganggapmu seperti anakku sendiri," ujarnya. Kemudian, Mei merunduk sedikit dan berbisik di telinga Amel. "Dan nenek tidak tahu masalah kalian sampai sekarang. Aku tidak berniat memberitahunya, karena puteraku bilang masalah kalian sudah selesai, dan dia sudah membuat keputusan."
Amel tersentak sedikit. Mau tidak mau, dia benar-benar terharu, sampai-sampai air matanya mengancam jatuh. Leny segera menyodorkan tisunya.
"Awas maskara, sayang," ujar ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not so Beautiful Game[✔]
RomanceTanpa sengaja, Ken terjebak dalam permainan rumit. (Private)