11

10.7K 775 8
                                    

Amel agak kaget sewaktu mendapat telepon dari Mei minggu lalu yang mengundangnya untuk pergi ke acara liburan keluarga mereka di akhir pekan. Mei bilang acara pergi camping itu merupakan tradisi keluarga mereka dua bulan sekali. Keluarga yang lumayan aneh, pikir Amel.

Amel awalnya menolak, mengatakan kalau dirinya sibuk mengisi rapot murid-muridnya. Tapi kemudian, Ken mendatanginya dan membujuknya (baca : mengancamnya) untuk bersedia ikut. Akhirnya, Amel memutuskan untuk ikut.

Sejujurnya, Amel tidak suka acara sejenis camping atau rock climbing begini. Seingatnya sepanjang dia bersekolah, dari semua jenis kegiatan siswa yang ada, Amel sama sekali tidak berminat pada organisasi dengan embel-embel 'Pecinta Alam'. Pertama dia takut alam liar, dan kedua Amel tidak suka udara dingin pegunungan. Rasanya ubun-ubunnya bisa beku kapan saja.

Jadwal pergi mereka sudah ditentukan, hari Sabtu. Dan akan kembali ke Medan di hari Minggu.

"Halo Kak Amel!" Yumei melambai ke arahnya, begitu Amel tiba di rumah mereka.

"Tarik napas dulu. Santai saja," sambung Reynal.

Setelah Amel berhasil mengatur napasnya, barulah dia menyadari sekitarnya. Ken dan keluarganya-termasuk Madame L'vory, yang membuat Amel heran karena nenek-nenek masih berminat ikut acara fisik begini-sudah lengkap. Amel sedikit mengernyit sewaktu melihat seorang pria berwajah Asia, dengan wanita sangat cantik memakai jaket tebal berwarna pink lembut. Rambutnya diikat rendah, membuat ikal-ikalnya terjatuh rapih di bahunya. Lalu, entah perasaan Amel saja atau memang benar, wanita itu memandanginya dengan tidak suka.

Amel baru bisa bernapas lega sewaktu melihat Ray berdiri tak jauh dari Ken.

Para orang tua-minus Madame L'vory-sibuk memasukkan barang-barang bawaan mereka, yang baru disadari Amel sangat banyak, ke dalam mobil-mobil mereka.

"Wah, kejutan yang menyenangkan, kan?" tanya Ray, menghampiri Amel.

"Aku tidak tahu harus lega atau kaget," Amel mengaku. "Aku senang ada orang yang tak asing di sini, tapi kok kau bisa ada di sini juga?"

"Orang asing apanya? Pastinya Ken bukan orang asing untukmu," ejek Ray. "Paman Reynal mengundangku. Yeah, bisa dibilang kami seperti keluarga. Aku, Ken, dan Hera."

Hera. Ah, Hera! "Jadi.. wanita itu Hera?" tanya Amel, mengedikkan dagunya ke arah wanita itu, yang sekarang sedang sibuk mengangkati kardus mi instan. Amel mengaku wanita itu sama sekali tidak mirip di foto kecil mereka.

Ray mengerutkan alisnya kemudian tersenyum samar. "Ah, tentu saja kau tahu! Ken sudah cerita, ya?"

"Semacam itu," Amel mengedikkan bahu. "Vero tidak diundang?"

"Diundang, tapi katanya dia sibuk dengan tokonya."

Mereka tidak mengatakan apa-apa lagi ketika Ken menghampiri mereka. "Ck, hampir saja kami tinggal," Ken mendecak.

Amel mengerucutkan bibirnya. "Bilang 'halo' saja sudah cukup."

Ken tidak menjawab, dan tanpa memberikan tanda-tanda dia melihat Ray di sana, dia langsung menarik paksa lengan Amel. Amel bersumpah, sikunya bisa biru permanen kalau Ken menarikinya setiap hari.

"Kau pergi denganku," celetuk Ken, mendorong Amel duduk di kursi depan mobilnya.

"Kenapa? Aku lebih suka bersama Yumei atau ibumu,"

"Sayangnya kau tunanganku, bukan tunangan mereka," jawab Ken manis, yang malah ingin membuat Amel menarik rambutnya kemudian membenturkan kepala pria ini keras-keras ke jendela depan mobilnya. Masa bodoh soal penjara!

Not so Beautiful Game[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang