Reynal memandang sengit ke arah Ken ketika dia sedang membantu Leo dan para stafnya mengorganisir susunan wallpaper yang akan disurvei. Ken berusaha sebaik mungkin menghindari tatapan ayahnya dan berkonsentrasi pada pekerjaannya. Tapi, merasa dia tidak bisa berkonsentrasi dengan tatapan intimidasi ayahnya, Ken terpaksa berhenti.
"Kita lanjutkan sepuluh menit lagi. Ada yang ingin kubicarakan dengan CEO," ujar Ken pada Leo. Walaupun bingung, Leo mengangguk mengerti dan menyuruh seluruh staf meninggalkan hall itu, membiarkan Ken bicara berdua dengan ayahnya.
"Nah, kalau papa ingin membentak-bentakku, tolong jangan sekarang," pinta Ken tanpa memandang ayahnya. "Survei akan dimulai tiga jam lagi, dan aku sangat sibuk."
"Papa tidak akan membentakmu," gerutu Reynal. "Papa ingin tanya, siapa tunanganmu itu? Kau tidak pernah cerita pernah melamar wanita."
Ken terkejut sampai-sampai dia lupa masalah yang baru saja dia timbulkan. Kemarin lalu dia sangat marah, sampai-sampai dia tidak memikirkan fakta kalau dia tidak punya tunangan dan konsekuensi dari kata-katanya. Sekarang, ini akan menjadi masalah besar. Ya ampun, kenapa dia harus menciptakan masalah seperti ini? "Papa tidak perlu tahu."
"Tentu saja papa harus tahu," bantah Reynal. "Kau akan mewarisi perusahaan ini. Setidaknya, papa harus tahu wanita ini bukan tipe pemboros atau dari keluarga jahat!"
Ken mendecak pelan. "Astaga, papa mengkhawatirkan itu rupanya,"
Reynal mengabaikan sindiran Ken. "Meskipun keputusanmu itu berpengaruh buruk pada perusahaan, aku tidak akan meributkannya lagi," kata Reynal sebal. "Tapi, kau harus bertanggung jawab soal perusahaan. Jadi, siapa dia, Ken?"
"Maaf Pa, ini bukan waktunya. Aku punya banyak urusan dengan Leo," Ken menarik diri sehalus mungkin. "Papa tidak ingin acara ini gagal, kan?"
Reynal membuang napas berat. Sambil melangkah pergi dia berkata, "Baiklah, tapi kau tidak bisa menghindariku selamanya."
Baik Ken dan Leo bekerja dengan keras dua jam ke depan. Mengatur wallpaper, dan hall sangat menguras tenaga, namun Ken merasa senang dengan pekerjaan itu.
"Semua sudah selesai," lapor Leo kemudian. Ken memandang sekeliling hall dan tersneyum puas melihat hasil kerja mereka.
"Nah, Leo, coba bacakan lagi susunan acaranya?" tanya Ken. Leo membalik-balik clip board nya dengan alis mata bertaut.
"Pukul 10. Dan diawali dengan kata sambutan CEO," katanya. "Kemudian disusul dengan Ken L'vory Wijaya. Lalu hiburan, lalu hiburan lagi, kemudian survei. Lalu acara penutup."
"Kedengarannya panjang."
"Ayo, Ganbatte, Bos!" Leo mengepalkan kedua tangannya sambil memasang ekspresi sok serius. Ken mendengus.
"Berhentilah nonton anime," saran Ken, kemudian dia bergegas pergi meninggalkan hall dengan Leo yang mengekor di belakangnya, masih menyerukan 'Ganbatte! Ganbatte!' dengan semangat '45.
Ken kembali ke ruangannya dan langsung duduk di kursinya. Ken menghembuskan napas dalam-dalam, kemudian memijati pelipisnya.
"Err, acaranya dimulai tiga puluh menit lagi," celetuk Leo, telunjuknya mengetuk-ngetuk jam tangannya sendiri.
"Leo, setidaknya biarkan aku minum dulu," sela Ken, mengerling tajam ke arahnya. Leo mengatupkan bibirnya rapat-rapat, kemudian dengan sopan duduk dihadapan Ken sambil mencoreti kertas di clip board nya dengan gaya jemu.
Ken mendengar ketukan di pintunya beberapa saat kemudian. Leo membukakan pintunya, dan dari luar muncul kepala Nila, sang sekertaris.
"Maaf, acaranya akan dimulai sepuluh menit lagi," katanya, "CEO meminta kehadiran Anda secepatnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Not so Beautiful Game[✔]
RomanceTanpa sengaja, Ken terjebak dalam permainan rumit. (Private)