A/N :
Aku memutuskan untuk mengubah beberapa bagian dari cerita ini karena banyak kesalahan penulisan dan beberapa faktor lainnya. Tapi tenang aja, ceritanya nggak berubah kok. Enjoyyy ~~~
[Author's POV]
Ia duduk memainkan sebuah piano, memainkan alunan lagu yang terdengar begitu indah jika didengarkan. Jarinya yang asik memainkan piano itu terhenti, ia berdiri dan melangkahkan kakinya ke depan cermin yang terletak di dekat jendela. Menatap pantulan dirinya di depan cermin dengan cukup lama.
Perempuan itu membuka mulutnya, mencoba mengeluarkan suara. Suara indahnya yang telah hilang. Namun dia gagal, yang terdengar hanya seperti suara bisikan. Begitu pelan. Butiran bening turun dari pelupuk matanya membasahi wajahnya yang cantik itu. Diambilnya sebuah buku yang terletak di rak. Ia mulai menuliskan beberapa kalimat di buku itu, buku catatan hariannya.
"Hai bona." Sebutannya kepada buku catatan hariannya itu.
Aku sedih. Tiap hari aku mencoba bernyanyi kembali, berharap sebuah keajaiban akan muncul kepadaku. Berharap suaraku akan kembali. Setidaknya jika aku tidak bisa bernanyi lagi, bolehkan aku berbicara. Sehingga aku tidak akan menghindari orang-orang yang mencoba berbicara kepadaku seperti namja itu. Kau tahu? Dia orang pertama yang mencoba mengajakku berbicara semenjak aku kehilangan suaraku. Aku yakin, ia pasti tidak akan mengajakku berkenalan jika dia tahu aku bisu.
Haha, semua orang seperti itu, mendekatiku hanya jika ada maunya saja. Dulu saat aku masih bisa bernyanyi, mereka selalu memujiku. Bahkan mereka sering membuatku menjadi rebutan untuk menemani mereka ke kantin. Aku rindu masa-masa itu. Tapi sekarang, mereka tidak menganggap kehadiranku.
Baiklah Bona, nanti aku akan bercerita lagi. Sampai disini saja untuk hari ini. – Irene.
Ditutupnya buku itu. Ia tersenyum sembari menyeka air matanya yang masih saja keluar dengan pundak tangan. Tersenyum lega karena isi hatinya telah tersampaikan.
Tok tok..
Terdengar ketukan pintu. Irene menoleh ke arah pintu yang terbuka dan muncul seorang wanita paruh baya. Irene sama sekali tidak tertarik dengan kedatangannya.
"Mama udah nyiapin makanan, papa pulang terlambat hari ini," pintanya dengan tatapan penuh harap.
Jika Irene bilang dia tidak marah lagi, itu merupakan suatu kebohongan. Nyatanya sangat sulit baginya memaafkan ayahnya. Kalau saja ibu tidak membawa-bawa perihal ayah, kemungkinan besar Irene akan makan malam dengannya. Tapi percuma, dia sudah terlanjur hilang selera.
Jangan menyalahkan Irene ataupun menganggapnya anak durhaka karena mengabaikan ibu dan ayahnya, Irene masih trauma.
****
Hari ini lelaki tampan itu tampak berbeda. Tidak biasanya pagi hari dia sudah cemberut. Sebenarnya, tadi malam ibu Sehun meminta satu permintaan kepadanya. Entah kenapa Sehun menolak permintaan itu. Permintaan ibunya sederhana, ia ingin Sehun belajar main piano.
Ayah, ibu dan kakak perempuan Sehun yaitu Minhwa sangat baik dalam hal bermain piano. Bahkan pertama kali ibunya melihat ayah Sehun yaitu saat sedang ada acara pentas musik di sekolah. Saat itu ayahnya sedang bermain piano dengan sangat indah sehingga membuat ibunya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Tidak ada alasan yang pasti, Sehun hanya tidak ingin bermain piano. Lelaki itu berkata kalau sebab ia tidak ingin belajar main piano yaitu karena jarinya akan kram. Alasan yang kurang masuk akal dari Oh Sehun.
"Nggak mau, ma! Nggak mau!" Sehun merengek dibalik telepon.
"Mama udah telepon bapak Shin buat ngasih kamu les piano selesai kamu latihan hari ini. Pokoknya kamu harus nurutin mama, kalo nggak, kamu nggak dapat uang jajan bulan ini." Ibu langsung menutup teleponnya.
"Memangnya kenapa kalo gue nggak bisa main piano? Apa gue bakal mati? Mama ini aneh-aneh aja." Gerutu Sehun.
****
Sehun berjalan keluar ruang tari dengan gontai. Kai yang menyusulinya dari belakang berusaha menyamakan langkahnya dengan Sehun.
Kai menyenggol tangan kiri Sehun. "Dari tadi gue perhatiin, lo keliatan lesu banget. Kenapa?" tanya Kai. Hari ini Sehun sangat pendiam dan selalu terlihat marah.
"Mama minta gue belajar piano, padahal gue gak suka. Nanti jari gue bisa kram." Jawab Sehun malas.
"Lah, bukannya bagus? Lo kan bisa sekalian nambah pengetahuan. Dan juga..." Kai mengecilkan suaranya. "Lo bisa bikin para wanita makin jatuh cinta waktu denger lo bermain piano."
Sehun benar-benar tidak peduli dengan pendapat para wanita tentangnya. Buat apa dia les piano dengan keras cuma supaya bisa dapat lebih banyak perhatian dari para kaum hawa? Bukan Sehun banget.
Sehun menghentikan langkahnya. "Lo ini sama aja kayak nyokap. Lo aja yang main piano!"
"Bagus dong buat gue, jadi udah nggak bakal ngerasa begitu kesaing sama lo." Kai tersenyum penuh arti. Sebenarnya dia hanya bercanda. Kai tidak peduli jika orang-orang selalu membandingkan dirinya dengan Sehun, hubungan mereka jauh lebih baik dari itu.
"Terserah lo. Bye." Sehun bergegas pergi dengan langkah cepat meninggalkan Kai.
"Woy! Lo kemana?"
"Pulang."
"Dasar ni anak, seenaknya aja ninggalin gue sendirian." Gerutu Kai.
Tepat sekali, Baekhyun lewat.
"Oy Baekhyun!" panggil Kai kepada Baekhyun yang baru saja lewat. "Ayo pulang bareng, gue ditinggal Sehun sendirian disini." Kai menunjukkan tatapan memelas.
"Gak bisa, Baekhyun pulang bareng gue hari ini." Sergah Chanyeol yang tiba-tiba muncul di samping Baekhyun.
Kai menggigit bibir bawahnya kesal. "Masa gue—"
"Kita pulang bareng, rumah kita kan sebelahan. Mau pulang kok ribet banget dah." Baekhyun berjalan mendahului Kai dan Chanyeol.
Kai menatap Chanyeol sinis lalu menyusuli Baekhyun. Chanyeol yang melihat tatapan sinis Kai hanya tertawa kecil. Mengganggu Kai sangat menyenangkan.
Sehun yang hendak pulang setelah membeli boba favoritnya terpaksa harus kembali ke sekolah. Ia melupakan ponselnya di ruang tari saat ia dan Kai latihan tadi. Saat Sehun keluar dari ruang tari, ia berpapasan dengan Bapak Shin.
"Oh Sehun?" Bapak Shin memastikan.
"Iya, pak?"
"Kamu udah tahu kan kalo tadi nyokap kamu nelpon bapak buat ngasih kamu les piano?"
"Iya." Jawab Sehun singkat.
"Oke, ayo ke ruang musik. Kita latihan." Ajak bapak Shin.
Mata Sehun melotot. Merutuki dirinya sendiri, harusnya tadi dia tidak usah balik ke sekolah untuk mengambil ponselnya yang tertinggal. Sial sekali.
"Mohon maaf, pak. Tapi hari ini saya cap—" ucapan Sehun terhenti. Bapak Shin yang telah melangkah masuk ke dalam ruang music menoleh kepada Sehun.
"Kenapa?" Tanya bapak Shin.
Sehun terdiam di tempatnya, ia melihat punggung perempuan itu, perempuan yang sudah membuat Sehun tertarik dan penasaran. Di dalam ruang musik, sedang memainkan piano. Seketika Sehun berubah pikiran.
[REVISI]
****
Annyeong! Awalnya aku ragu buat lanjutin cerita ini. Aku bingung apa aku bisa atau enggak. Dan akhirnya aku mutusin buat tetap lanjutin cerita ini meskipun cuma ada satu orang pembaca. Makasih banyak buat yang mau baca! Love lots xx