Dibaca author notes dibawa yaa ^^
Sehun merengkuh tubuh Harumi erat. Mencium aroma tubuhnya. Sehun melepas rengkuhannya, lalu matanya bertemu dengan mata Harumi yang juga menatapnya. Mereka saling bertatapan beberapa saat, hingga kepala Sehun bergerak mendekat dengan wajah Harumi. Dalam hitungan detik, bibir Sehun sudah menempel dengan bibir Harumi. Menciumnya dengan lembut. Harumi juga demikian, membalas ciuman Sehun.
Mereka berhenti sejenak mengambil napas, lalu kembali melanjutkan aktivitas mereka yang sempat terhenti. Sementara di belakang mereka, seorang yeoja telah menonton aktivitas mereka sejak tadi. Air mata membasahi pipinya. Semua yang ia lihat sekarang, bahkan sulit untuk dipercayai. Sehun mengkhianatinya? Jadi, selama ini sia-siakah ia mempercayai Sehun?
Bahkan sekarang ia seperti orang bodoh yang melihat adegan panas pacarnya dengan wanita lain dan tidak bisa melakukan apa-apa.
Ia tidak bisa bertahan lagi sekarang. Bahkan jika sehabis ini Sehun meminta maaf, tidak bisa lagi ia maafkan. Terlalu berat baginya. Sekali dikhianati, tidak bisa ia melupakannya. Tidak akan. Tidak pernah. Sudah cukup sampai disini.
****
Irene melangkah di sepanjang koridor sekolah dengan perasaan gusar. Mimpi tadi malam sungguh mengganggunya. Sejak ia bangun, tidak pernah sedetikpun ia lupa tentang mimpinya semalam. Mimpi yang amat mengerikan. Irene hanya sempat tidur selama tiga jam karena sudah terbangun dari mimpi buruk.
Hari ini Sehun tidak menjemputnya, dengan alasan ia akan mengikuti rapat penting perusahaan dengan appa-nya. Sebagai penerus sekaligus ahli waris, Sehun harus mengikuti rapat penting seperti itu.
Irene menarik napas dalam-dalam. Seharusnya ia tidak perlu terpikirkan akan mimpi tadi malam. Irene harus percaya terhadap Sehun. Tidak mungkin Sehun melakukan itu padanya. Tapi, bukankah tidak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini? Irene menggeleng, mengusir seluruh perasaan gusar dalam dirinya. Tidak akan ia biarkan mimpi itu membuat harinya menjadi gelap.
Bukk..
Ia merasakan kelapanya membentur sesuatu. Dengan sigap ia mengangkat kepalanya dan mendapati Kyungsoo yang sedang menatapnya bingung.
"Wae geurae, Irene-ya?" tanya Kyungsoo akhirnya.
Irene terdiam sejenak. Kapan terakhir kali dirinya bertemu dengan Kyungsoo? Sahabatnya sekaligus orang yang pernah singgah dihatinya. Irene sungguh merindukannya. Mereka bersekolah di sekolah yang sama, namun sulit untuk bertemu. Akhir-akhir ini Kyungsoo sibuk dengan lomba bernyanyi nasional maupun internasional.
Yeoja itu menyunggingkan senyuman manisnya. "Annyeong, orang sibuk. Kapan terakhir kita bertemu?"
Kyungsoo ikutan tersenyum. Senyuman Irene selalu bisa membuat orang disekitarnya ikut tersenyum. "Annyeong, Irene! Sibuk? Tidak juga.." ucap Kyungsoo. "Hmm, kurasa sekitar satu bulan yang lalu? Wah, aku sungguh merindukanmu!"
"Nado bogoshippo! Apa kau membawakanku oleh-oleh? Dari yang aku dengar, kau baru saja pulang dari Hongkong," tutur Irene.
Kyungsoo tampak berpikir. Irene menunggu jawaban Kyungsoo.
"Mianhae, aku tidak sempat membawakanmu oleh-oleh," ucap Kyungsoo dengan wajah menyesal.
Irene agak kecewa tapi tidak apa-apa. :agipula tidak terlalu penting.
"Bercanda!" Kyungsoo tertawa. "Sudah pasti aku membawakanmu oleh-oleh, aku hanya ingin melihat reaksimu!"
Irene langsung tersenyum kembali. "Gomawooo!"