"A-apa kau maksud, Choi Minho yang melakukan semua ini padamu?" Irene menatap tidak percaya. "Tapi kenapa? Kalian bahkan tidak dekat."
✕Sebelum menjawab pertanyaan Irene, Sehun melihat kesana kemari, memastikan kalau memang hanya mereka berdua yang ada disana. "Karena dia menyukaimu dan mungkin dia merasa terancam dengan kehadiranku. Dia memiliki penyakit antisosial, membuatnya tidak mudah bergaul dengan orang lain dan cenderung tidak beperasaan. Ia juga suka melakukan self injury."
"Tapi bagaimana kau bisa tahu memang dia pelakunya?"
"Aku belum bisa memastikannya, aku hanya ingin kau lebih berhati-hati mulai sekarang. Saat kau keluar dari rumah Minho, kau pasti terkejut ada aku berdiri di depan rumahnya. Aku, Baekhyun dan Kai rela bolos sekolah demi memata-matainya," jelas Sehun.
Ia menghela napas lalu melanjutkan. "Dia pernah hampir mencelakai Suho saat ia mengetahui gadis yang disukainya ternyata menyukai Suho. Dia juga pernah membuat seorang yeoja pindah sekolah."
Irene terpaku sesaat. Bagaimana bisa seorang Choi Minho yang ia kenal adalah seseorang yang periang dan baik hati, ternyata aslinya seperti ini?
Yeoja itu teringat sesuatu. "Sehun-ah, waktu itu aku pernah melihat seseorang mengenakan pakaian serba hitam di depan rumahku. Orang itu terlihat sedang mengawasi rumahku."
Sehun membelalakkan mata. "Jinjja? Kapan?"
"Aku lupa. Yang pasti aku yakin sekali orang itu sedang mengawasi rumahku." Ia menggigit bibir.
"Mulai sekarang, jangan pernah kemana-mana sendirian, oke? Harus ada yang menemanimu. Kita pulang bersama hari ini."
Irene mengangguk.
****
Sehabis mengantar Irene sampai rumah, Sehun berencana akan kembali memata-matai Minho. Tapi rencananya harus gagal karena ayahnya tiba-tiba sudah ada dirumah, padahal ayahnya tidak pernah berada dirumah sebelum jam 10 malam. Ayahnya pulang cepat bukan tanpa alasan, ia ingin membicarakan perihal perusahaan dengan Sehun.
"Kau pasti sudah tahu kenapa appa ada disini." Lelaki itu melipat kedua tangannya, menatap Sehun.
Sehun hanya menarik napas, lalu menghembuskannya. Ia tidak akan merubah keputusannya.
"Dari ekspresimu, sepertinya kau tidak akan merubah keputusanmu," tebak ayah Sehun.
"Appaaaaa... Jebal...." Sehun menunjukkan tatapan memohon.
"Sehun, cobalah pikirkan baik-baik. Disaat para putra pewaris perusahaan lainnya saling memperbutkan kekuasaan, bahkan mereka adalah saudara kandung tapi saling menjatuhkan satu sama lain demi kekuasaan, tapi kau hanyalah putra satu-satunya penerus perusahaan appa. Kau memang sudah ditakdirkan untuk ini," jelas ayah Sehun.
Sehun tahu itu, ia seakan-akan sudah ditakdirkan. Ia jelas tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan posisi yang diidamkan banyak orang. Sayangnya, bukan itu yang Sehun mau. Sehun hanya ingin menjadi idol. Sejak kecil, ia tidak pernah tertarik dengan dunia bisnis.
"Maafkan aku appa..."
"Lihatlah wajah appa. Appa sudah semakin keriput, semakin bertambah tua. Kita tidak akan pernah tahu sampai kapan umur appa. Appa tidak ingin jika appa sudah meninggal sebelum mendapatkan penerus perusahaan."