25 : Belajar Merelakan?

1K 110 13
                                    

       Pagi itu Sehun menghindari sarapan yang selalu ia lakukan sebelum berangkat ke sekolah. Alasannya tidak lain karena ada kehadiran Harumi. Bukan salah Harumi kalau wajahnya begitu mirip dengan Shin Mi. Tapi tetap saja, ia selalu mengingatkan akan sahabat Sehun itu. Mungkin dalam beberapa waktu ke depan Sehun akan terbiasa dengan sosok itu. Tapi untuk sekarang, Sehun hanya ingin menghindar saja.

     Sehun beralasan pada eomma, appa dan Min Hwa bahwa ia harus bergegas berangkat, ada hal yang harus dilakukan sehingga membuatnya datang lebih pagi ke sekolah. Tapi sekarang, Sehun berada di depan rumah Irene. Menunggu Irene menelpon dan berkata kalau ia sudah siap. Sehun bisa saja mengetuk pintu rumah Irene, dan menunggunya di dalam. Tapi entah, ia kurang mood untuk hari ini.

15 menit kemudian, ponsel Sehun berbunyi, Irene menelepon. Menandakan ia telah siap berangkat.

"Sehun-ah, tidak ingin sarapan dulu?" Irene bertanya dari seberang telepon.

"Gomawo. Aku sudah sarapan di rumah tadi." Sehun berbohong. Ia benar-benar tidak nafsu makan pagi ini.

Tidak lama Irene datang. Rambutnya yang biasanya hanya tergerai, hari ini dikuncir satu. Dengan poni panjang di samping kiri sisi wajahnya. Tidak mengurangi kesan manis dari dirinya.

Sehun tersenyum manis kala Irene berjalan menghampirinya. Sedikit kurang percaya, bahwa Yeoja di depannya ini sekarang sudah miliknya.

"Sehun-ah, ayo berangkat!" ajak Irene semangat.

Sehun mengangguk, seperti biasa  membukakan pintu untuk Irene. Mulai menginjak pedal gas, lalu menjalankan mobilnya.

"Sehun, kau tampak murung hari ini. Ada apa?" Irene menyadari perubahan sikap Sehun. Yang biasanya selalu berceloteh sepanjang perjalanan, kini tidak banyak bicara. Ada apa?

Sehun menoleh singkat pada Irene, lalu kembali mengalihkan perhatiannya ke jalanan. "Gwenchanha. Aku hanya sakit perut." Tidak tahu harus beralasan apa.

Raut wajah Irene sedikit cemas. "Jeongmal? Sebaiknya kita berhenti sebentar, Sehun-ah. Atau, kau mau aku menggantimu menyetir?"

Sehun mengernyitkan dahi. Memangnya Irene bisa menyetir? Ia tidak pernah tahu hal itu. "Kau bisa menyetir?"

Irene terkekeh kecil. "Aniyo!"

Lantas Sehun tertawa. Bagaimana tidak? Irene menawarkan diri untuk menggantikan Sehun menyetir, tapi dirinya saja tidak bisa. Irene ternyata lucu! Tapi setidaknya, Irene dapat mengubah mood Sehun menjadi lebih cerah.

"Kau lucu, Irene!" puji Sehun.

Irene terkekeh mendengarnya. "Gomawo! Apa sakit perutmu sudah hilang, Sehun-ah?" bukannya bersemu merah seperti biasa saat Sehun memujinya, Irene malah mengucapkan terimakasih dan balas bertanya.

"Ne, sekarang sedikit terasa lebih baik!" jawab Sehun.

Sepanjang perjalanan mereka habiskan dengan saling bercanda satu sama lain. Irene juga menceritakan tentang appa-nya yang sudah kembali ke rumah. Sehun mendengarkan dengan seksama meskipun tidak bisa menatap Irene yang berbicara. Sehun selalu menyukai saat-saat Irene mulai menceritakan kehidupan pribadinya. Itu berarti Sehun adalah orang yang spesial dalam hidupnya.

****  

"Hoy!" Kai datang dengan memukul meja milik Sehun. Sejenak menyentakkannya dari lamunan.

"Yak! Kau mengagetkan ku!" Ucap Sehun kesal. Kai suka sekali mengganggunya.

Kai menggantung tas punggung nya di tempat gantungan tas di sisi kanan meja, kemudian menduduki kursi miliknya yang tepat disamping kanan Sehun. "Kau melamun, Sehun. Ada apa? Atau jangan-jangan... Kau sedang melamun yang tidak-tidak ya?" Pikiran kotor Kai sedang kumat rupanya.

Cotton Candy [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang