Chapter 27 : Five hundred to zero

93 9 5
                                    

"Tiga ratus delapan puluh delapan
Tiga ratus delapan puluh tujuh
Tiga ratus delapan puluh enam
Tiga ratus delapan puluh lima
Tiga ratus delapan puluh empa-
AAAAH!!!!" Teriak seorang tawanan memenuhi seisi ruangan itu.

Sang penyiksa tak membuka topeng yang melindunginya dari darah korban siksaannya itu. Entah sudah berapa kali dia membecut sang tawanan itu. Bukan hanya becutan ...
Irisan, pukulan, tendangan, bahkan tembakan senjata api pun telah dilakukan ke sang tahanan yang sengsara itu.

Ia tidak bisa bergerak. Bahkan berpikir saja dia tidak bisa tenang. Kedua tangannya dirantai ke sebuah pilar, dan kakinya dirantai ke lantai. Sang algojo berdiri memutarinya sambil memegang sebuah tali pecut yang diberi beberapa besi tajam setiap centimeternya.

Entah sudah berapa hari dia disini, yang pasti dia bahkan tidak bisa tidur lebih dari setengah jam. Dia bahkan tak tau apa sekarang itu malam hari atau siang. Yang pasti tempat ini bukanlah kamar hotel bintang lima dimana dia bisa tidur nyenyak.

Ini bahkan bukan sebuah kamar. Ruangan ini sudah sebau dirinya sendiri, bagai bau mengerikan dari tetesan darah berbagai macam hewan yang disatukan.

Dia belum makan sejak sebelum ia disiksa. Makanan terakhir yang dimakannya pun cuma sekaleng sarden, dan itu sudah sekitar 4 hari yang lalu.

Perutnya sangat menginginkan makanan ... Dia akan rela memakan daging hewan apapun, asal bukan manusia ...

Sang tahanan menangis, rasa sakit di punggungnya yang terbuka tanpa kain apapun itu telah membuatnya tidak bisa menahan air matanya lagi.

Hisakan dan tangisan itu tak dipedulikan oleh sang algojo, yang dia pedulikan hanya setiap pukulan yang dilakukannya.

Dia sangat menikmati menyiksa tahanannya itu. Teriakan dan tangisannya terdengar seperti lagu di telinga algojo itu.

"Hitung lagi. Kali ini cobalah lebih cepat" perintah sang penyiksa yang kejam itu.

"Lima ratus ...
Empat ratus sembilan puluh sembilan ...
Empat ratus sembilan puluh delapan ...
Empat ratus sembilan puluh tujuh ..." hitungannya terpotong oleh usahanya mengambil nafas, biarpun wajahnya tertutupi oleh sebuah karung kain yang bergambar sebuah wajah smiley kuning.

"SIAPA YANG MENYURUHMU BERHENTI?!!!" Teriak laki-laki itu seraya mencambuk kulit punggung tahanan yang telah terbuka karena luka itu.

"AAAAAAH!!!!!" Teriak sang tahanan. Ruangan yang cukup luas itu memastikan suaranya tidak akan terdengar terlalu keras bagi telinga sang algojo.

Sekali lagi ... sang tahanan menangis ...

Di tengah tangisannya, karung kain itu dilepas oleh sang algojo. Kini tampaklah sang penyiksa yang mengenakan baju hitam polos lengan panjang dan celana jeans yang cocok, biarpun sedikit ternoda oleh darah -darah dari orang yang disiksanya-.

"Siapa kau sebenarnya ... ?" Tanya sang tawanan.

Bukan kalimat, tapi pertanyaannya dijawab dengan sebuah becutan lagi tepat di matanya.

"AAAAAHHH!!! AAAAAHH!! AAAAAH!!! AAAAH!!!"

"Aku tidak menyuruhmu bicara, bajingan ..." ucap sang algojo dengan tenangnya, seperti tidak ada apa-apa.

"Kemunculan kaummu telah membuatku kehilangan satu buah mata ... jadi wajar kan kalau aku mengambil sebuah mata dari kau, salah seorang dari kaummu, kaum GHOST!!" Bentak sang algojo seraya memukul wajahnya yang penuh darah.

Darah dan air mata ... kini keduanya bercampur di wajah sang tahanan.

"Tapi kalau kau benar-benar ingin tahu siapa aku ... " ucap sang algojo sambil membuka topeng yang telah terkena darah itu.

Ghostly PsychosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang