Chapter 25 - Throw Back

163 16 4
                                    

V O T E

Tok.. tok.. tok..

"Nah gini dong," Ara berdiri di depan pintu rumahnya dengan seringai puas melihat siapa yang kini berdiri di depannya itu.

Arvin mengangkat alisnya. "Awas. Ngalingin jalan aja si. Minggir." Arvin menyingkirkan Ara dari hadapannya agar ia bisa masuk. Arvin menarik Cilla masuk juga.

"Pa!?" Teriak Arvin dari lantai dasar. Cilla semakin erat mengenggam tangan Arvin, takut sesuatu yang buruk seperti tadi akan dilihatnya juga di sini.

Arvin membalas genggaman tangan tersebut dengan sama eratnya, meyakinkan Cilla bahwa semuanya baik-baik saja selama ada dirinya.

Papanya turun dari lantai atas dengan wajah yang senang bahwa Arvin baik-baik saja. Sementara di belakangnya, terdapat mamanya dengan wajah lega melihat anak laki-lakinya berdiri di sana.

Papanya, dengan langkah tergesa menghampiri Arvin. "Akhirnya kamu pulang," tangannya mengelus bahu Arvin.

"Maafin Ara ya sayang," bisik papanya.

Arvin hanya menaikan satu alisnya, dia malas untuk menanggapi sifat bunglon papanya. Kadang baik, tapi apabila sudah di depan Ara, dia berubah 180 derajat menjadi papa tiri yang jahat.

Mamamya tersenyum juga, melihat Arvin baik-baik saja. Ia tersenyum kepada Cilla yang sudah menunjukan air wajah ketakutan melihat persiteruan antara Arvin dan papanya. "Hai, Cilla." Sapanya hangat.

Cilla menoleh lalu memasang senyum lebar yang riang. "Hai Tante Stella!" Serunya seakan melupakan ketakutannya tadi.

Mamanya menatap suaminya lalu seperti mengatakan sesuatu lewat tatapan mata membuat papanya Arvin mengangguk.

"Eh, ada Cilla ya?" Tanya papanya Arvin lembut. Arvin mendengus kesal. Menyebalkan, pikirnya.

Cilla mengangguk ragu, "Iya Om. Maaf ya, Cilla ikut ke sini. Soalnya, tadi Kakaknya Arvin minta Cilla bawa Arvin kesini."

Papanya mengangguk maklum. Mamanya Arvin menggeleng. "Gapapa kok, Tante juga udah lama gak ketemu kamu. Mau bantu Tante di dapur?"

Dengan cepat, Cilla mengangguk. Dan jadilah, kedua wanita tersebut menuju kearah dapur untuk bergelut dengan berbagai macam bumbu dan peralatan masak di sana.

Semetara di ruang tengah, Arvin menatap Ayahnya dengan tajam. Papanya melihatnya dengan kebalikannya.

"Papa ngerti mau kamu sekarang. Papa gak bakal maksa kamu lagi, terserah kamu mau jadi apa. Papa dukung, Papa cuman minta satu, kamu akur sama Ara ya," Ucap Reno membuat Arvin kaget atas keputusan papanya.

Sekian lama Arvin kekeuh dengan cita-citanya, baru kali ini papanya setuju.

"Kenapa gak dari dulu? Arvin tanpa Papa suruh akur juga Arvin bisa! Tapi sayang, Ara gak pernah nganggep Arvin ada, selalu nganggep Arvin gak guna." Ucap Arvin tegas.

"Kamu sabar ya, Ara emang keras. Tapi percaya sama Papa, Ara pasti bisa terima kamu." Reno menjawab meyakinkan.

"Arvin tunggu." Ucap Arvin tegas namun ada kekecewaan yang tersirat jelas di ucapannya tadi. Arvin langsung melengos pergi menuju kamarnya.

* * *

"Vin?"

"Hm,"

"Kamar lo bagus. Tapi, kenapa pintu kamar lo beda sendiri? Yang lain hitam, kok lo putih?"

Cilla mengambil salah satu foto yang terpampang manis di kamar Arvin. Nuansa antara biru dongker, biru laut juga putih memberi kesan tersendiri pada kamar Arvin, apalagi pada wanginya, Arvin benget. Maskulin.

Gracella [ON EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang