Chapter 31

155 6 0
                                    

Andai aku dapat menyatakan kesedihanku pada sesuatu, maka aku akan menyatakannya dalam diam. Karena diam, aku bisa paham rasa sedihku sendiri.

* *

Seminggu berlalu sejak oprasi transfusi darah.

Awan-awan putih lembut menggantung indah di langit biru, burung-burung berkicauan riang menyambut pagi, mentari tak kalah untuk menampilkan sinarnya. Udara segar, bagus untuk paru-paru. Pagi yang cerah untuk mengawali hari Minggu.

Sialnya, bukan waktu yang bagus untuk Cilla. Cewek itu harus tengkurap di kasur dan mengerjakan setumpuk tugas miliknya minggu ini, bulan pertama semester dua.

Cilla merengut kesal menatap nama-nama senyawa di hadapannya. Karena memang nyatanya, kimia lebih susah jika dibandingkan dengan fisika.

Tangannya menari-nari di atas kertas buku tugasnya itu, otaknya berfikir keras untuk menjawab satu-persatu soal yang diajukan oleh gurunya.

Satu buku selesai, pindah ke buku lainnya. Fisika. Walau sepuluh soal saja, itu mampu membuat Cilla sakit kepala. Sejam kemudian, cewek itu baru saja selesai mengerjakan sepuluh soal tadi.

Cilla menatap buku berwarna biru muda bertuliskan 'Kumpulan Soal Biologi' miliknya.

Cewek itu membuka lembaran yang ia beri tanda untuk dikerjakan dan menghela nafas saat melihat lima puluh soal biologi yang harus dikerjakan di buku paket latihannya. Malas sekali rasanya harus membaca terlebih dahulu sebelum mengerjakan.

Cilla melepas penggangannya pada pulpen lalu berguling ke kanan, menelungkupkan seluruh wajahnya pada bantal. Kepalanya terasa panas sekarang. Ketukan pintu membuat cewek itu kembali mengangkat kepala dan melihat ke arah pintu.

"Grace?"

Itu Aldo.

"Masuk aja bang, nggak dikunci!" Teriak Cilla seraya duduk di tepi kasur.

Kayuhan gagang pintu di depan Cilla terlihat jelas. Cilla memperhatikan sosok Aldo yang mulai melangkah masuk bahkan sampai Aldo kini muncul di hadapannya.

"Kenapa bang?"

"Itu?" Aldo menunjuk kertas-kertas juga buku-buku tebal yang berserakan di atas kasur Cilla membuat cewek itu mengikuti arah tunjuk Aldo.

Cilla menyengir, "stres tau!"

Aldo hanya menggeleng pelan, lalu duduk di tepian kasur, tepat di sebelah Cilla. "Lo nggak jengukin Arvin hari ini?"

Cengiran segar Cilla berubah menjadi senyum masam. Seminggu ini, selalu, setiap hari, Cilla menunggu Arvinnya kembali membuka mata di rumah sakit.

"Nanti deh bang, mau ngerjain ini dulu," ucapnya seraya menggendikkan dagu pada setumpuk tugas-tugas di atas kasurnya.

Cilla berniat tak datang hari ini ke rumah sakit. Cewek itu merindukan Arvin. Sangat merindukan Arvin. Bukan ia tak mau datang ke rumah sakit untuk menjenguk Arvin, tapi ia tak mau melihat Arvin dalam kondisi seperti itu.

Menyakitkan.

"Yaudah, terserah lo deh." Ucap Aldo seraya menggendikkan bahu. "Ntar siang gue balik ke London."

Cilla cemberut. Cewek itu melingkarkan lengannya pada lengan Aldo, bertanda ia tak mau Kakaknya itu pergi.

"Harus, Grace. Gue udah izin seminggu buat nemenin lo." Ucap Aldo seraya membelai lembut rambut Cilla. "Oke?"

Mau tak mau Cilla mengangguk. Dirinya akan egois kalau menahan Aldo di sini. Bisa-bisa Kakaknya itu mendapat nilai jelek pada pelatihannya di sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gracella [ON EDITING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang