Nilai kelulusan syafa tak ada yang meragukan itu, banyak universitas yang mengundang syafa untuk masuk dengan beasiswa penuh. Dan banyak pihak juga menyayangkan, syafa lebih memilih menikah tanpa melanjutkan kuliahnya 'nanti, kalau memang memungkinkan aku akan kuliah' itu jawaban yang di berikan syafa setiap ada yang bertanya.
Persiapan pernikahan yang melelahkan, fitting baju ini dan itu sendirian, karena syafa tak mau di temani azzam, jadi mama mertua dan bundanya yang menemaninya fitting baju.
"Syafa, yakin mau make baju itu di resepsi nanti?" Tanya bunda, menilik gaun hijau tosca yang syafa kenakan sekarang.
"Bunda gak suka ya sama gaunnya?." Syafa balik bertanya ke bundanya. Bunda ros menggeleng.
"Nak syafa cantik kok, apa gak terlalu berat, yakin bisa berdiri di pelaminan berjam2 dengan baju itu?" Syafa meringis tak yakin, baju yang di coba memang tidak ringan, tapi gaun berbentuk balon dengan taburan berlian sudah menarik perhatiannya sejak awal.
"Gaun ini koleksi terbaru kami, cuma di buat satu. Sama designer nya. Mbak syafa sangat cantik, seperti putri di negeri dongeng." Ujar salah satu pegawai butik yang menemani mereka.
"Syafa jatuh cinta sama gaun ini bunda, mama. Tapi...." syafa menunduk, tak melanjutkan ucapannya.
"Oke, kita ambil gaun ini." Syafa mengankat kepalanya, langsung memeluk mertua tercintanya.
"Makasih ma." Ujarnya terharu.
"Oh ya mbak bisa di dandanin sedikit gak, sekalian mau lihat tatanan jilbabnya nanti seperti apa."
"Baik bu, mari mbak."
Setengah jam kemudian syafa keluar, dengan make up sangat menimalis.
"Mbak syafa sudah cantik, kami sengaja hanya memoles sedikit, menampilkan kecantikan alami mbak syafa bukan ide yang buruk."
"Waahhh.... menantu mama, cantik banget. Pengen mama bawa pulang sekarang aja, sebentar2 kita selfi yah." Mama mengeluarkan HP nya dan memberikan ke pegawai butik. "Fotoin kita bertiga ya mbak." Berselfi ria dengan berbagai model, membuat syafa hanya terseyum, melihat kehebohan mama dan bunda mereka.
Akad nikah yang akan di selenggarakan hati minggu depan seminggu lagi. Menjalani pingitan dari seminggu lalu yang berarti 2 minggu syafa tak bertemu azzam. Yang membuat Azzam mencak2 tak terima.
"Ma... mama tega banget sama kita." Protes azzam seminggu lalu. Mondar mandir di depan syafa, mama, papa, abah, bunda dan kedua kakak syafa. Syafa yang kalem2 aja, sedikit membuat azzam kesal.
"Aku setuju kok mas sama mama." Syafa langsung mendapat plototan dari azzam.
"Kamu..... aaaaarrrgggghhhh." Azzam mengacak rambutnya, yang membuatnya semakin ganteng menuruk syafa dengan rambut yang terlihat berantakan.
"Karena semua orang di ruangan ini setuju, jadi pingitan kalian di mulai dari besok." ketukan palu vonis dari mertuanya membuat azzam terduduk lemas, kedua sahabat sekaligus kakak syafa menepuk bahu azzam, menguatkan azzam.
"Jadi, karena ini benar2 pingitan. Alat komunikasi apapun, kami sita." Ucapan papanya membuat azzam semakin lemas.
"Azzam HP." Bunda ros menjulurkan tangannya, meminta alat komunikasi miliknya.
"Kalau rekan bisnis gimana bun, di situ banyak sekali nomer2 klien penting."
"Papa yakin kamu bakalan membuat alasab itu. Jadi papa dengan senang hati memberimu cuti 2 bulan penuh. Perusahaan biar papa yang urus dengan kakak2mu."
"Oh tidak."
Mengingat itu syafa mau tak mau tertawa. Dia sediri biasa2 saja, tapi minggu ini penyiksaan datang bertubi2. Dari mulai perawatan pengantin ini dan itu, membuat badannya remuk, kulitnya terasa panas. Mama dan bunda tak tanggung menyiksanya, belajar memakai heels, yang membuat kakinya lecet, dan keseleo. Bunda yang panik langsung memanggil tukang urut khusus pengantin. Oh god, ini benar2 lebih kejam dari romusa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Pilihan
General FictionKetika takdir berkata lain, di situlah cinta hanya jadi omong kosong baginya. Karena takdir memainkannya hingga ke titik dimana ia kehilangan apa yang dia sebut sebuah harapan.