Syafa Pov
Akad nikah yang mengharu biru, membuat mataku sangat bengkak, dan aku yakin nanti mbak dewi akan marah lagi. Apa salah ku? Sedikit ku renggangkan tangan, sedikit terkejut mendengar kamar ku di ketuk, ku dengar mas azzam berunjuk salam
"Assalamu'alaikum.... syafa."
"Wa'alaikum salam." Jawabku membukakan pintu untuknya. Ini pertama kalinya orang lain masuk ke kamarku, sebelumnya hanya abah yang berani masuk, abang2ku yang lain tidak pernah. Karena kamar ku membuat mereka pusing, alasan gak masuk akal.
mas azzam masuk, meneliti setiap jengkal kamarku. Kamarku memang terkesan seperti kamar cewek pada umumnya, warna broken white, dengan ranjang queen size dan kelambu layaknya tempat tidur princess.
Mas azzam Menarik ku untuk duduk di sampingnya. Melafalkan do'a pengantin yang ku amini.
"Allahumma inni as'aluka min khairiha wa khairi ma jabaltuha 'alaih, wa a'udzubika min syarriha wa syarri ma fiha wa syarri ma jabaltuha 'alaih." Mencium ubun2 kepalaku.
Ciuman di keningku tadi selesai akad, membuatku tak karuan, tanganku terasa dingin. Padahal hari sangat cerah, jantung yang berpacu cepat, mual dan yang pasti pipiki sangat panas. Selain abah dan abang2ku, aku tak pernah terbiasa dengan sentuhan selain mereka. Tapi ceramah panjang lebar bunda, sedikit banyak aku paham, mas azzam adalah suamiku, yang berhak atas diriku. Menerima setiap dengan keikhlasan adalah pahala yang besar buatku.
"Kita pelan2 aja ya, aku tahu kamu belum terbiasa dengan sentuhan2 seperti ini. Aku akan menunggumu sampai kamu siap." Ujar mas azzam, seakan mengerti kekakuan setiap dia menyentuhku.
"Tidak apa2 mas, itu sudah kewajiban aku sebagai istri. Kita akan stuck di kondisi seperti ini terus kalau tidak di biasakan. Lanjutkan kalau memang mas menginginkannya."
"Iya nanti, tapi tidak sekarang. Nanti malam kita masih ada acara yang lebih dari ini. Jadi istirahatlah." Aku mengangguk, aku capek dan nanti sehabis magrib kita akan menjalani prosesi resepsi atu pesta. "Syafa..." panggil mas azzam.
"Ya mas?"
"Mas belum memujimu hari ini. Kamu sangat cantik, aku tak yakin kalau bidadari tak cemburu melihat kecantikanmu."
Seakan sadar, syafa beranjak dari duduknya, berlari ke standing mirror di dekat lemarinya.
"Itu aku?" Tanyaku pada diriku sendiri. "Apa benar ini aku." Jari2 tangaku menelusuri setiap inci di wajahku.
"Kenapa? Kamu tak percaya?" mas azzam memelukku dari belakang, bahuku menjadi tumpuan dagunya.
"Aku tak tau kalau akan secantik ini, mbak dewi tak memberi izin untuk hanya melirik ke arah kaca." Aku membalikkan badanku menghadap kearahnya. "Apa aku cantik?" Tanyaku, entah keberanian darimana, mengalungkan tanganku di leher mas azzam. Apa aku sekarang mencoba menggoda suamiku.
Mas azzam menggeram "Syafa... jangan membangunkan singa yang sedang tidur."
"Memangnya singa yang terjaga seperti apa? Aku sangat penasaran mas?" Bisik ku di telinganya, tubuh mas azzam menegang. Sebelum terjadi sesuatu, aku berlari ke arah pintu kamar mandi. Tapi sebelum mencapai pintu, mas azzam menariku, aku terpekik ketika dia menghempaskanku di ranjang.
"Kau benar2 pengen tau sepeti apa singa yang terjaga." Desisnya, matanya mengunci mataku. Ingin ku alihkan pandangku, matanya sudah mulai menggelap. Ku lihat mas azzam mengalihkan pandangannya ke arah bibirku, apa dia akan menciumku? Tanyaku dalam hati. Mempersempit jarak yang ada, ku tutup mataku. Sedikit takut dengan apa yang akan dia lakukan.
Pintuk kamarku di buka kasar. "Dek..." bang fandi menutup kembali kamar ku, setelah melihat posisi kita yang terlihat intim sekali. Tersadar dari keterkejutanku, ku dorong mas azzam, dan tanpa sengaja lututku mengenai masa depan miliknya, 'itu pasti sangat sakit'. Tanpa menghiraukan mas azzam, aku kembali membuka pintu, bang fandi masih di depan kamarku.
"Ehem..... ada apa bang?" Tanya seperti biasa mencoba menutupi kegugupanku setelah melihat keintiman kami.
"Maaf.... abang gak tau, kalau kalian akan..." sesalnya, karena mengganggu kami.
"Itu gak seperti yang pikirin kok, tenang aja. Ada apa bang?" Tanyaku lagi.
"Kalian di cari yang lain, di ajak makan siang, berbenahlah. Setengah jam lagi, kita makan siang." Ku angguk kan kepala. Setelah bang fandi menjauh, aku berlari ke tengah2 kamar.
"Apa itu sakit?"tanya ku kawatir, karena dari tadi mas azzam meringis dan memegang perutnya. "Maaf, reflek. Tadi aku kaget. "
"Gak apa2, udah mendingan kok." Jawab mas azzam, tapi melihat wajahya yang berkeringat, aku tahu itu masih sakit.
"Apa kita gak ke dokter aja, takut cedera mas." Aku Mengelap keringat di dahinya
"Apa di kompres aja?" Mas azzam menggeleng. "Coba syafa lihat mas, siapa tau ada yang salah."
"Apa?? Tidak... tidak.."
"Lhoh... kenapa??" Tanyaku.
"Kamu tak mengerti syafa."
"Ya sudah kalau gitu ke dokter aja, sebentar syafa panggilin bang irfan, buat nganterin kita sebentar."
"Syafa... tidak usah."
"Tapi mas."
"Beneran, sebentar lagi baikan. Kamu berbenah aja, irfan ngajak kita makan siang kan." Aku menganggukkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Pilihan
General FictionKetika takdir berkata lain, di situlah cinta hanya jadi omong kosong baginya. Karena takdir memainkannya hingga ke titik dimana ia kehilangan apa yang dia sebut sebuah harapan.