Part 18

10.2K 439 8
                                    

Maaf ya teman2 bab ini agak nyeleneh dan sinetron banget. Maklumin author yanga agak salah fokus yaaakkkk

Kecup readers satu2 😙😙😙😙

Enjoyyyyy

Aku terbangun dengan tangan kananku terasa sakit.

Apa??? Sakiitt???

Aku buru2 mengangkat tanganku dan ku lihat jarum infus di tanganku. Perasaan tadi aku cuma tertidur bukan pingsan kan?.

Aku menoleh ke arah kursi ruangan, Alvin duduk bersedekap menatap lurus ke arahku

Dia pasti menelfon  bang irfan atau fandi. Aku menghela nafas berat, semuanya sia2 kalau mereka menyusul kesini.

"Aku belum memberitahu irfan atau fandi, kalau itu yang kamu khawatirkan." Aku sedikit bernafas lega, aku mencoba untuk duduk, tapi kepalaku terasa berat banget.

"Gak usah memaksakan diri, berbaringlah." Alvin sudah berdiri di sampingku, membetulkan selimut yang terlalu bagus untuk ukuran rumah sakit.

"Minum?" Tanyanya, aku mengangguk cepat. "Pelan2." Imbuhnya

"Aku tak tau kalau kamu mantan istri azzam." Ujarnya to the point ketika dia duduk di sebelah tempat tidurku.

Aku membelalakkan mata, aku bahkan tak menceritakan hal ini padanya. "Aku membuka galery hpmu, aku menemukan foto kalian berdua. Aku minta maaf soal itu. Aku ke Indonesia karena azzam yang memintaku." Pernyataannya membuatku kaget.

"Dan kenyataaan ini sontak membuatku bingung, azzam bilang kamu gak akan bisa hamil karena rahimmu rusak, tapi dokter yang memeriksamu tadi mengatakan kalau kamu hamil."

Apa??? Hamill??? Mengabaikan sakit kepalaku duduk bersender.

"kamu bilang apa??" Tanyaku sekali lagi.

"Azzam bilang rahimmu rusak dan gak bisa hamil tapi dokter tadi mengatakan kamu hamil hampir 3 bulan."

"Apa?? 3 bulan?? Dokter pasti salah, aku memang bermasalah dengan mens ku tapi, tidak mungkin." Aku menggeleng2kan kepala. Aku tak tahu ini cobaan atau anugera, setelah berpisah? Bagaimana mungkin aku membesarkan mereka tanpa suami, di umurku yang 17 tahun.

"Tapi itu kenyataannya, dan dokter yanh memeriksamu di indonesia membohongi kalian."

"Cindy." Ujarku pelan.

"Apa? Cindy katamu?"

"Yah, sahabat sekaligus dokter yang memeriksaku, kami menikah setahun lebih, sebelumnya aku meminum pil kb karena aku terlalu muda untuk hamil, umurku masih 16 tahun, dokter menyarankan untuk menundanya. Sebulan sebelum dia mentalakku kami pergi ke dokter kandungan, dan aku tak tau apa hasil pemeriksaan dokter itu. Sebulan kemudian dia pulang sore, setelah sebulan pergi pagi dan pulang larut malam. Dia memberikanku surat cerai yang harus aku tanda tangani, melihatnya seperti itu mau tak mau aku menandatangani surat cerai darinya. Dan yahh disini aku sekarang, melanjutkan kuliah sekaligus menenangkan diri. Aku tak tau versi cerita yang dia ceritakan padamu, tapi yang pasti, aku tak tau apa2 dan mulai sekarang apapun gak akan merubah semua kembali ke satu tahun lalu mungkin." Aku menutup ceritaku, memandangnya. "Jangan mengasihaniku, aku gak suka." Imbuhku cepat. Dia menggeleng.

"Aku sering mendengar irfan dan fandi bercerita tentang adiknya yang hebat, aku gak percaya, tapi sekarang aku percaya gadis di depanku bukan gadis biasa tapi wanita yang sangat hebat. Jadi tinggallah bersama kami, ku mohon. Aku merasa bersalah menjelek2kanmu sebelumnya, dan semuanya karena azzam." Matanya berbinar cantik, memohon.

"Mommy dan daddy di jalan menuju kesini, jadi bersiaplah adik cantik buat nerima wejangan dari wanitaku." Dia mengusap kepalaku. Aku berdecih, kemudian tertawa, terima kasih ya Tuhan, memberiku keluarga baru disini.

Ngobrol untuk membunuh waktu sambil menunggu orangtua alvin, sedikit banyak aku mulai terbiasa dengannya, untuk ukuran cowok dia cerewet sekali, dari mulai hal yang gak penting banget dan hal yang sedikit penting dia obrolin semuanya. Aku hanya pendengar setia yang sesekali menjawab. Sampai akhirnya dua orang paruh baya membuka pintu kamar rawat inapku.

"Alvin.... dasar anak nakal, bukannya kamu menyuruhnya istirahat malah kamu ajak ngobrol hal2 yang tidak penting." Wanita paruh baya itu menjewer sebelah telinga alvin.

"Ampun mom... sakit mom.... awwww...... mommy. Aku akan melaporkan mommy ke komnas perlindungan anak." Dia pikir ini indonesia. Aku juga terkikik geli. Like mother like son, mereka berdua sangat lucu, sama2 cerewet.  Wanita tersebut beralih ke arahku.

"Dan kau gadis nakal." Kena juga deh. "Bukannya istirahat malah mendengarkan omongan alvin yang gak bermutu, untung kamu lagi sakit gak tante jewer." Dan lain sebagainya dan lain sebagainnya, sangat panjang sekali pidato tante entah siapa namanyanya.

"Ma... syafa butuh istirahat, dan mama malah berpidato panjang lebar." Tegur papa alvin.

"Mama lupa pah,... hehehhehhe. Syafa tar sore sudah boleh pulang, jadi sekarang istirahtalah dulu. Om dan tante akan menjagamu disini." Sedikit sungkan, belum apa2 aku sudah merepotkan keluarga alvin." Panggil tante mama sama om papa aja, sudah lama tante pengen anak cewek tapi malah dapet alvin yang cowok berwajah cewek." Aku mengangguk, takut mengecewakan pasangan unik di sampingku, mereka sudah baik, memanggil mama dan papa gak memberatkan sama sekali.

************

Sorenya kami sekeluarga pulang, papa dan alvin di depan sedangkan aku dan mama di belakang, dan sepanjang perjalanan beliau tidak bisa diam, ada saja yang di omongin dan sesekali alvin menyambung yang langsung dapat pukulan atau jitakan dari mama.

Rumah yang akan ku tempati, bisa ku sebut istana, besar dan luas. Tipe keluarga kaya.

"Ayo... syafa masuk, gak usah sungkan2. Rumah mama rumahmu juga." mama menggandengku masuk ke kediamannya, aku tak bisa menggambarkan bagaimana isi rumah ini, selain wah dan wow, tertata rapi dan mahal. Kamar ku berada di bawah dari 2 tingkat rumah ini.

"Mama sengaja ngasih kamar di bawah, takut ada apa2, apa lagi sekarang kamu gak sendirian, ada yang bergantung hidup denganmu. Masalah kuliah kamu orang suruan papa sudah menghandle jadi, gak ada kuliah selama hamil, nanti setelah lahiran syafa baru boleh kuliah." Aku hanya mengangguk, banyak yang aku pikirkan, keluarga ini, kehamilanku yang tak terduga dan juga ayah dari bayi yang ku kandung.

"Makasih ma, untuk semuanya." Mama menggeleng keras.

"Gak usah berterima kasih, irfan dan fandi sudah mama seperti keluarga mama, anak mama. Jadi gak ada ceritanya berterima kasi sama orang tua sendiri. Mama seneng ada temennya, kita bisa belanja2 berdua tar, juga dengan cucu mama." Mama membelai berutku yang masih rata. "Oh iya... biasanya orang hamil ngidam, syafa gak pengen sesuatu?" Tanya mama, mama satu ini hebohnya gimana yahhh, kayak ibuk2 rempong atau ibuk2 arisan. Aku tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"Gak ma, nanti kalau syafa pengen sesuatu pasti bilang ke mama atau alvin."

"Iyaaa yahhh.... kamu suruh aja si alvin, anak bandel satu itu, gak tau deh mama mau ngomong apa. Di suruh nikah2 kok yaa gak mau2, katanya nunggu yang cocok. Padahal tiap harinya gandeng cewek beda."

Aku bersyukur mendapatkan keluarga baru disini, setidaknya mengobati rasa kangen sama mereka. Mereka tak protes ketika aku meminta untuk tidak memberitahukan siapapun kondisiku saat ini, tidak sama laki2 itu, abah, bunda, bang irfan dan fandi. Cukup mama, papa dan alvin yang tau. Mereka menghargai keputusanku, bukan untuk menyembunyikan tapi aku tak ingin semuanya sia2, akan ada waktunya buat mereka tau tapi nanti setelah aku sukses.

Suami Pilihan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang