"Tak ada negosiasi rasa, bersiaplah terluka bila kau ingin bahagia."
"Aku tak memilih pergi, kaulah yang membuatku pergi, mendiamkanku saat mencintaimi, mengabaikanku saat merindukanmu."
-yang terdalam-
Syafa masih merutuki apa yang telah ia lakukan, meminta alvin menikah dengannya, ia tak tau mau di taruh dimana mukanya. Syafa berjengik kaget mendengar bunyi hp nya, ini entah keberapa kalinya alvin mencoba menghubunginya. Dan akan bernafas lega saat hpnya berhenti berbunyi.
Syafa membenturkan kepalanya di meja kerjanya. Sofia hanya bisa menggeleng gelengkan kepalanya melihat kelakuan syafa, dari mulai menangis kejer, tertawa dan sekarang setiap mendengar dering hpnya gelisah ngalah2in nungguin dokter keluar dari ruang operasi. Dan sekarang membentur benturkan kepalanya ke meja. Tak pernah terpikir sedikitpun olehnya akan melihat sisi syafa yang seperti ini.
"Ya bang."
"Dek... Alvin nelfon katanya telfonya gak di angkat?? Ehhh tunggu kenapa suaranya sangau?"
"Bangggg....." syafa mulai nangis lagi, entah stok darimana air matanya keluar terus. Ia sendiri bingung apa yang membuatnya menangis.
"Kamu kenapa? Ada masalah sama alvin." Syafa menggeleng, padahal orang di seberang yang menelfonnya tak melihatnya.
"Gak."
"Terus kenapa?" Tanya abangnya tak sabar.
"Bilang aja sama alvin, suruh dateng bareng mama sama papa."
"Ada apa sih dek?"
"Nanti abang tau juga."
"Ya udah deh."
"Aku ngelakuin hal yang bener gak sih sof?" Akhirnya batin sofi, syafa menganggap dirinya yang hanya jadi pajangan sedari tadi.
"Kamu sendiri gimana?? Jangan nyari pendapat orang lain kalau kamu yang tau jawabannya, bukannya gak mau bantu, tapi ini yang memang harus kamu putuskan sendiri. Saranku ikuti apa kata hatimu, tak ada negosiasi tentang perasaan, kalau itu membuatmu bahagia, maju." Sofia mengelus tangan syafa yang terulur.
"Minum dulu, biar tenangan." Syafa meneguk air putih di mejanya hingga kandas.
"Better?" Tanya sofia, syafa mengangguk. "Aku antar kamu pulang yah, aku gak tenang ngebiarin kamu nyetir kalau lagi kalut gini." Lagi2 syafa mengangguk.
Sesampainya di rumah syafa langsung turun dari mobil vita setelah berterima kasih.
Dan tarraaaa kedua kakak iparnya sudah menunggunya di depan pintu. Dia menarik nafas lelah, butuh tidur.
"Alvin nelfon ke rumah nanyain kamu daritadi."
"..."
"Kalian baik2 saja kan?" Tanya dinda tak sabaran.
"Hhmmm"
"Syafa." Syafa memutar matanya, ia tau sebelum kedua kakak iparnya mendapat jawaban, mereka tak akan berhenti.
"Aku bener2 lelah, butuh istirahat. Nanti aja kalau mau ngomong." Syafa menatap kedua iparnya sungguh2. Karena memang dia lelah, butuh istirahat untuk mengembalikan lagi kondisi mentalnya nanti.
Syafa melewati vita dan dinda menapaki tangga naik ke kamar.
Alvin pov
Jangan tanya sudah berapa kali aku melamarnya selama 10 tahun ini, dan dengan alasan yang sama pula dia menolaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Pilihan
General FictionKetika takdir berkata lain, di situlah cinta hanya jadi omong kosong baginya. Karena takdir memainkannya hingga ke titik dimana ia kehilangan apa yang dia sebut sebuah harapan.