Seorang pasti pernah wanita berfikir menjadi ratu sehari dengan orang spesial juga adalah hari yang di nantikan kaum kita. Make up yang membuat kita sedikit berbeda dari biasanya, kebaya dan gaun pengantin dengan harga di atas semua baju kita, berkumpul dengan sanak saudara dan seluruh tamu undangan yang mendo'akan kebahagiaan adalah hal yang sangat membahagiakan. Dan yang pasti kegugupan2 menanti detik demi detik pergantian status baru kita. Begitulah yang syafa rasakan.Sejak pagi, di halaman belakang rumahnya sudah penuh dengan sanak saudara berkumpul, dari mereka silih berganti mengunjungi syafa yang sejak pagi sehabis subuh tadi di siksa oleh penata rias pilihan mama mertuanya.
"Kau sangat amat cantik syafa." Itu yang mereka ucapkan. Sedangkan syafa sendiri tak tau bagaimana wajahnya saat ini, penata riasnya melarangnya untuk hanya sekedar mengintip wajahnya di kaca.
Bahkan sahabatnya Vita yang sejak kemarin di rumahnya, memandangnya dengan mata berbinar.
"Aissshhhhh berhentilah memandangku seperti itu." Syafa mulai jengah dengan sahabat satu2nya. Vita malah tambah berbinar "Plisss.... berhentilah memandangku." Syafa memohon.
"Hei.... Kamu tau, aku pengagum mu sejak dulu. Kamu cantik sekali, sangat amat cantik. Aku hanya ingin memandangmu sedikit lebih lama sebelum kamu menjadi seorang istri, setelah menjadi istri kita pasti akan jarang sekali ketemu." Ujar vita. "Aku bahagia untukmu." Vita langsung memeluk syafa erat dan langsung mendapat jitakan dari penata rias syafa.
Syafa tertawa lirih, melihat sahabatnya mengusap hasil jitakan mbak dewi penata riasnya "Kamu merusak hasil karyaku, adek kecil." Mbak dewi sedikit membenahi riasan syafa.
Rombongan azzam datang tepat jam 9 pagi. Mendengar kehebohan di depan pintu kamar syafa, mau tak mau mbak dewi membuka kunci pintu kamar syafa. Melotot ke arah pembuat onar di depan kamarnya 'kakak2 dan adek2 azzam'
"Kita boleh masuk gak mbak dewi?" Tanya aisyah.
"Tidak boleh, nanti lihat hasilnya setelah pengantinnya keluar, tar apes kalau di lihat sekarang. Sana - sana..." Mbak dewi mengibaskan tangannya.
Vita bisa tinggal di kamar syafa, karna memang syafa yang meminta, kalau tidak akan bernasib sama dengan sepupunya yang lain yang hanya boleh singgah beberapa detik.
Saudara2 Azzam membubarkan diri, setelah mendapat usiran dari mbak dewi yang memang berwajah nyolot, wajahnya aja nyolot apalagi orangnya.
Azzam Pov
Pagi2 sekali mama, papa dan kakak2 ku sudah ributnya ngalah2in pasar. Aku yang baru bisa tidur jam 3 pagi tadi, tak bisa menahan geramannya. Demi neptunus ini baru jam 4 pagi, belum subuh dan keluarganya sudah heboh.
"Azzam....." teriakn mamanya sambil menggedor pintu kamar miliknya, aku mengerang untuk yang kesekian kalinya, ku ambil bantal dan menutup telingaku dari kebisingan keluarga ini. "Zam.... kamu gak lupa kan hari ini kamu nikah?" Tanya bundanya masih dengan menggedor pintu kamarnya. Dengan semponyongan aku terpaksa membuka pintu kamar milik ku.
"Ma... ini masih sangat pagi, jam 4. Acaranya masih jam 9 nanti, itu berarti masih 6 jam lagi. Mama heboh sepagi ini buat apa?" Selidik azzam.
Mamanya diam beberapa detik "Mama terlalu exited aja. Kamu siap2 gih, setengah jam lagi subuh. Dan jangan kembali tidur."
"Iya." Sahutku singkat dan kembali menutup pintu kamarnya.
Saat ini aku dan keluarga besarku di perjalanan menuju ke rumah calon istriku, bolehkah aku menyebutnya demikian. Ini baru setengah 8, dan kami sudah di perjalanan.
"Jakarte itu macetnya gak ketulungan azzam, berangkat lebih awal dan nyampe sedikit lebih awal kan gak masalah. Daripada tar telat, malu sama besan." Itu kata mama tadi, setelah aku protes tentang ini.
Dan perkataan mama tepat sekali, kami sedikit terjebak macet tadi. Dan akhirnya tepat jam 9 rombongan kami sudah di sambut di pintu gerbang keluarga om anggara. Kami di giring ke arah belakang rumah, ke tempat acara akad nikah. Ku lihat irfan dan fandi tersenyum dan mengacungkan jempol.
"Bisa kita mulai acaranya?" Tanya pak penghulu.
"Bisa." Kor semuanya.
"Silahkan pak anggara." Bapak penghulu mempersilahkan papa mertuaku.
Aku menjabat tangan papa, sedikit hangat tangan beliau.
"Wahai saudara muhammad khoirul azzam, saya nikahkan dan kawinkan kamu dengan putri saya nesya nazula al izzati zahirah anggara binti muhammad zainul anggara dengan mas kawin rumah beserta isinya di bayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya nesya nazula al izzati zahirah anggara binti muhammad zainul anggara dengan mas kawin tersebut tunai."
"Bagaimana para saksi, sah?"
"Sahh."
Alhamdulillah ya Allah, engkau genapkan ibadah hamba dengan memberikan jodoh yang begitu sempurna. Tak putus dalam hatiku mengucap syukur. Sedikit kelegaan acaranya berjalan lancar, 15 menit sudah berlalu sejak ijab kabul tadi, tapi kenapa syafa belum keluar juga.
Ku lihat para tamu undangan berdiri. Mau tak mau aku juga ikut berdiri, berbalik ke arah belakang. Gadisku, ralat istriku di temani sahabatnya yang terlihat sedikit membenahi ujung baju istri yang menunduk. Sahabatnya menggamit tangannya, menuntun berjalan pelan. Oh ayolah mendongak, aku ingin sekali melihat wajahnya sedikit di hias. Tapi melangkah setapak demi setapak menunduk memperhatikan langkahnya.
Sesampainya dia di depanku, istriku mendongak tersenyum simpul. Apakah dia istriku?? Di depanku kini, seorang bidadari yang sangat cantik. Dia mengambil tanganku, menyalamiku dengan takzim. Sentuhan pertama kami. Aku mengecup keningnya lama, yang aku rasakan sekarang di halaman ini hanya ada kita berdua, semua kebisingan tak terdengar, mulai detik ini ku letakkan duniaku di tangan gadis di depanku ini.
"Mas." Bisiknya
"Hhmm." Sahutku, lidahku kelu hanya untuk menjawabnya.
"Apa kita akan berdiri seperti ini terus?" Tanyanya lagi, aku tersenyum, bisa2nya dia merusak moment romantis seperti ini, ku angkat tanganku, mengusap lembut pipinya.
Duduk berdampingan, melengkapi berkas2 yang di bawa petugas KUA. Ku amati setiap geriknya tanpa berkedip.
Menyalami kedua orang tua kami takzim, meminta do'a untuk hubungan kami, meminta maaf atas kesalahan2 kami yang lalu, tangis haru kedua mama kita. Sampai akhirnya semua tamu undangan lain yang menyalami kami, mendo'akan kami menjadi keluarga yang sakina mawaddah warahmah.
"Di langkahi adek itu rasanya, nano2. Kelihatan kayak gak laku banget." Ujar fandi di depan kami.
"Berhentilah bermain2 abang, menikahlah segera." Syafa menimpalinyanya, ku lihat air matanya sudah siap jatuh yang akhirnya jatuh setelah fandi memeluknya, menangis sejadi2nya. Fandi mengusap punggung syafa pelan, mencoba menenangkan tangis syafa.
"Kita masih bisa sering ketemu, abang akan ngerecokin kalian setiap kesempatan. Berhentilah menangis, ahhh ternyata adek kecilku bisa menangis juga." Goda fandi, yang langsung mendapatkan pukulan dari syafa.
Tak beda dari fandi, irfan pun demikian. membuat syafa menangis lagi, matanya yang memang bengkak tambah bengkak. Ku usap punggungnya, dia menoleh.
"Aku gak apa2 mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Pilihan
General FictionKetika takdir berkata lain, di situlah cinta hanya jadi omong kosong baginya. Karena takdir memainkannya hingga ke titik dimana ia kehilangan apa yang dia sebut sebuah harapan.