love, life, line: he taught me how to play basket ball

14K 1K 80
                                    

Now Playing: Blink 182-First Date

***

"Jadi, menurut lo gue drama?" tanyaku kepada Jerry yang dari tadi cengegesan nggak jelas ketika aku bercerita tentang Elang.

Jerry menyeringai, kali ini lebar, seperti hendak tertawa lagi, "Lo sih, Elang kan lagi sibuk, kenapa nggak nyoba ngertiin, sih? Lo suka ya sama Elang, sampe segitunya khawatir?"

"Nggak, gue nggak suka. Tapi, gue kan sayang banget sama dia... Sayang sebagai kakak, loh. Lo jangan nethink aja pikirannya." kataku sambil menggeleng untuk meyakinkan Jerry.

Jerry tertawa mendengar jawabanku, seakan-akan menganggap perkataanku adalah hal yang konyol.

"Hmm, ati-ati lo suka sama dia, perhatian lo udah terlalu berlebihan, tau!" celoteh Jerry sambil mengacak-acak rambutku.

Jerry mengajakku untuk memakan mie pangsit kesukaannya di kawasan Kebayoran Lama. Kata Jerry, mie itu enak banget, sampe nggak rela nyisain sebiji ayam di mangkoknya!

Kalau urusan makanan, Jerry memang jagonya. Selera makanannya selalu cocok dengan lidahku. Makanya nggak heran kalau Jerry hobi mengajakku makan bareng. Sekalian modus kali, ya? Hihihi.

Jerry mengemudikan mobil dengan pelan. Suasana mobil sepi, hanya lagu-lagu Oasis bergema di antara kami. Jerry sibuk bersenandung, aku sibuk memikirkan Elang.

Sampai sekarang chat-ku nggak dibalas. Terakhir aku lihat, dia hanya membaca tanpa membalas. Yah, seenggaknya dia sudah membaca dan tahu kalau aku merasa bersalah. Masalah memaafkan kesalahanku atau tidak itu urusan belakangan. Aku enggan memaksa Elang untuk mengerti aku kali ini. Dia juga butuh dimengerti, dia butuh waktu untuk sendiri.

"Nanti malem jadi, kan?" tanyaku kepada Jerry.

Nanti malam kami semua akan kumpul, yah Elang nggak bisa ikut sih... Tapi, nggak apa, aku merindukan mereka semua.

Oh iya, nanti aku bertemu Ian, dong?

Sumpah, sampai sekarang aku masih bingung kenapa ia memelukku. Memangnya Pipit nggak sebaik itu, ya? Kasihan Ian, ia membutuhkan sandaran. Pasti nanti canggung mau bertemu dia. Yah, aku sih nggak apa-apa, dianya itu loh... Pasti akan sedikit malu atau jaga image, kan?

"Jadi, Fir. Nanti malem gua aja yang jemput." jawab Jerry yang masih asyik mengemudi.

"Ooh, oke..." gumamku. "Eh, menurut lo seberapa penting sih arti sebuah pelukan?"

Jerry menatapku, "Kenapa memangnya?"

"Ya nggak papa, cuma nanya." tukasku agar Jerry nggak kepo.

"Kalo gua sih, pelukan itu sakral. Cuma gua kasih ke cewek yang gua sayang, jadi nggak sembarangan orang yang bisa meluk gua." jawab Jerry yang berlainan dengan harapanku.

"Tapi, bisa aja kan ya kalo orang itu sedih banget makanya meluk orang lain?" tanyaku memastikan.

"Orang itu cowok apa cewek?" selidik Jerry.

"Cowok."

"Haaa, cowok mana mau sih nunjukin kelemahannya kalo bukan di depan cewek yang dia sayang, apalagi sampe meluk gitu? Pasti cewek yang dia peluk itu punya tempat spesial di hati dia. Gua yakin sih, soalnya cowok nggak secengeng itu, apalagi di depan orang biasa. Maksud, kan? Memangnya siapa sih, Fir? Lo abis dipeluk siapa?" kata Jerry menjelaskan pendapatnya.

"Ya bukan siapa-siapa," jawabku berbohong. Aku nggak bisa bercerita hal sensitif seperti ini kecuali kepada Elang. "Hani abis dipeluk cowok yang alesannya sedih, jadi dia bingung gitu deh."

Love, Life, Line (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang