love, life, line: his presence doesn't matter anymore

10.8K 907 66
                                    

A.N: Hello, apdetan part sebelumnya masuk nggak di notif kalian? Ada nggak? Kok ini udah ke-publish tapi di activity saya cuma part ini yang ke-publish.. Error nih. Kalo nggak masuk, tolong dibaca part sebelumnya sebelum baca yang ini ya :).

Now Playing: Oasis-Don't Go Away

***

Aku duduk di suatu rumah--entah rumah siapa, yang jelas sangatlah asing. Aku belum pernah melihat bahkan berkunjung ke rumah ini.

Rumah ini rumah tua, mungkin dibuat sekitar beberapa puluh tahun yang lalu.. Sekitar 70-90 tahun lalu. Aku nggak yakin, tapi seperti itu. Aku nggak peduli.

Aku hanya bingung mengapa aku tiba-tiba berada di sini. Nggak ada angin, nggak ada hujan.

Rumah ini dicat bewarna cokelat yang mulai memudar. Jendela-jendelanya khas zaman dulu--walaupun usang tapi tetap terawat. Aku melihat kalau dinding rumah ini dihiasi oleh coretan anak-anak dengan krayon.
Hmm, sepertinya rumah ini nggak berpenghuni.

Aku memberanikan diri untuk melangkah mendekat pintu. Pintu itu tampak kokoh walaupun sudah antik. Aku dorong pelan pintu tinggi di hadapanku itu.. Terbuka.

Rumah ini nggak dikunci. Kemana perginya semua orang di sini? Kenapa rumah semegah ini diabaikan begitu saja?

Aku melangkahkan kakiku untuk masuk karena penasaran.

Aku melihat ruang tamu dengan furniture khas Belanda.. Mungkin? Entahlah, terlihat sangat kuno untuk sekarang.

Beberapa lukisan sengaja dipampang oleh pemilik rumah ini di dinding.

Lukisan cowok memandangi bintang di bukit menarik perhatianku. Aku mengamatinya dengan saksama, mengapa lukisan ini sangat indah? Sayang, pemiliknya tidak mempedulikannya..

Perhatianku teralih ke lukisan kedua. Terdapat sepasang burung elang bewarna cokelat tua dan muda di sana. Namun, mereka tidak terbang bersama ataupun tinggal di sarang yang sama. Elang bewarna cokelat muda mengudara di angkasa. Sedangkan yang bewarna cokelat tua hanya bertengger di ranting sambil seperti memandangi elang cokelat muda. Aku mengerutkan mataku. Aneh.

Lukisan ketiga yang keberadaannya agak terpisah dari lukisan-lukisan lainnya membuatku sedikit tercengang. Aku mengenal siapa yang ada di lukisan itu..

Elang dan keluarganya. Di dalam lukisan itu, mereka mengenakan baju merah dan berpose seperti foto keluarga. Tante Dewi, Om Ardi, Sasha.. Semuanya tersenyum lebar, kecuali Elang. Elang hanya menatap lurus ke depan--seperti tak berjiwa. Raut ekspresinya datar dan sorot matanya kosong. Aku memicingkan mataku, memperhatikan setiap detail lukisan itu.
Ah, aku menyadari.. Hanya Elang yang mengenakan sepatu berbeda. Semua keluarga Elang mengenakan sepatu hitam sedangkan Elang mengenakan sepatu cokelat. Warna cokelatnya sangat mencolok. Hmm, benar-benar lukisan yang aneh.

Jadi, aku dapat menyimpulkan kalau rumah ini adalah milik Elang. Tapi, apa iya sih? Aku nggak pernah berkunjung atau mengetahui rumah ini. Masa iya ini rumahnya Elang?

Aku melanjutkan langkahku menuju ruang tengah.

Mataku terbalak, sumpah, kaget!

Aku menemukan Elang sedang berjongkok sambil memainkan mobil hotweels merahnya. Ia tampak asyik memainkan mainannya itu, seakan nggak menyadari kehadiranku.

Love, Life, Line (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang