love, life, line: it's alright, i'm sure

10.6K 911 72
                                    

Now Playing: Two Door Cinema Club-Sun

***

"Happy birthday!" seru sekumpulan orang yang membangunkanku dari alam mimpi. Mataku yang terasa berat ini mau tidak mau harus terbangun. Tidur lelap yang jarang kudapatkan ini juga terganggu. Aku menolak untuk membuka mata karena tidak penasaran sama sekali, tetapi karena jiwaku sudah terbangun, mau tidak mau aku membuka mata.

Mataku yang awalnya terasa lengket menjadi segar karena kaget dengan pemandangan di hadapanku.

"Heh, bangun, kayak bagong lo kalo tidur!" seru Dion yang disambut tawa riuh.

Kepalaku masih pusing, jiwaku masih belum sinkron sepenuhnya. Memangnya ada apa mereka ke sini?

"Muka lu cengo banget, Fir. Tiup nih lilin, keburu meleleh." celetuk Jerry sambil mendekat ke arahku membawa kue black forest berbentuk kotak dengan hiasan cantik.

Oh, aku ulang tahun ya hari ini? Aku saja sampai lupa.. Akhir-akhir ini aku menjadi orang linglung yang banyak pikiran, aku sulit untuk berkonsentrasi dan selalu merasakan pusing setiap saat.

"Tebak ada siapa," kata Dion sambil tersenyum, "Yan, sini, Yan!"

Ian yang menggunakan kaus putih berlogo Manchester United itu langsung tersenyum kepadaku, "Met ultah, Fir! Gila, gua kangen sama lo!"

"Kok kalian bisa masuk ke rumah gue malem-malem kayak gini? Mana masuk-masuk kamar gue lagi!" seruku sambil tertawa. Mereka bertiga--Dion, Jerry, dan Ian ikut tertawa.

Aku merasa senang sekali. Ternyata masih ada yang mengingat tanggal ulang tahunku dan hampir semua sahabatku berkumpul, kecuali Elang..

"Ya bisa dong, dari kapan kita udah izin sama tante, dibolehin dong, soalnya emang tante sama om nggak bisa di rumah kan nemenin lo.." jawab Jerry berseri-seri, "Ciye, udah baikan sama Ian!"

Aku tertawa gemas melihat tingkah teman-temanku yang aneh ini.

Ian tiba-tiba mendekatiku lalu merangkul pundakku dengan akrab; seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

"Iya dong, masa sahabat berantem lama-lama." ujar Ian sambil tersenyum ke arahku, aku pun mengangguk setuju, "Ya ampun, kangen banget gue sama kalian!"

"Eh, setan, ini lilinnya udah mau abis, mendingan lo tiup dulu deh daripada ceramah." celetuk Dion dengan gaya bossy-nya. Setelah memasang raut sok arogan, Dion tertawa, ia hanya bercanda rupanya.

Aku mendekat ke arah Jerry yang daritadi membawa kue dengan sabar.

"Sebelum niup, ucapin keinginan terbesar lo, Fir." bisik Jerry sambil tersenyum.

Aku menutup mataku, berharap kepada Tuhan dengan sepenuh hati.

Tuhan, sampaikan kepada Elang kalau aku nggak mau kehilangan dia..

Aku meniup lilin berbentuk angka tujuh belas itu lalu teman-temanku bersorak ramai; seperti anak kecil yang baru dibagikan permen dan cokelat.

Jerry langsung menyingkirkan lilin tersebut dan menaruhnya di meja.

Dengan senyum penuh teka-teki, Jerry menatapku.

Pluk!

Sial! Jerry menemploki wajahku dengan kue utuh!

"Anjing!" teriakku refleks yang disambut tawa membahana dari mereka.

"Anjir, muka lo jelek banget, Fir!" seru Ian sambil tertawa ngakak lalu menuangi kepalaku dengan tepung terigu.

Love, Life, Line (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang