"Fir, saya boleh ngobrol bentar nggak?" tanya Elang menyapaku ramah. Aku mendongak kaget mendapati sosoknya berdiri hadapanku. Elang berbeda dari biasanya, kali ini raut mukanya sedih dan bibirnya pucat.
"Iya Lang, aku kangen kamu banget.." jawabku tanpa bisa menahan rasa rinduku padanya.
Cuaca hari ini panas sekali. Entah kenapa aku dan Elang berada di sebuah taman yang sepi, padahal taman ini indah sekali. Burung-burung bewarna cokelat bertebangan ke sana kemari, mereka mengepakkan sayap dengan bebas dan tanpa beban.
Elang mengajakku untuk duduk di bangku panjang bewarna hijau di dekat air mancur. Ia menyodorkanku es teh yang ia bawa. Ia tahu sekali kalau aku sedang haus.
"Kamu apa kabar?" tanya Elang yang membuatku bingung.
"Kenapa kamu tanya kayak gitu?" tanyaku kembali tanpa menjawab pertanyaannya. Elang memandangi langit-langit, keringatnya bercucuran karena sengatan matahari.
"Eh enggak gitu," jawab Elang setelah kami sempat saling diam beberapa detik. "Kamu keliatan makin cantik, Fir."
"Makasih, Lang. Kenapa tiba-tiba aku ada di sini sama kamu?" tanyaku yang memancing Elang untuk tersenyum. Elang memiliki senyum yang selalu menyejukkan mata dan juga jiwa.
"Ya enggak pa-pa. Saya kangen sama kamu." jawab Elang sambil menarik lembut tangan kiriku dan menggenggamnya dengan erat. Aku bisa merasakan perutku dipenuhi kupu-kupu yang menari dengan liar. Sial, kenapa grogi sekali?
"Kenapa kamu kangen aku, Lang?" tanyaku. Elang memandangku dengan tatapan.. bersalah? Ah, entahlah.
"Ini mungkin terakhir kali kita bisa ketemu, Fira. Saya nggak akan kembali ke kehidupan kamu ataupun mimpi kamu." jawab Elang tersenyum lemah kepadaku. Ia mengeratkan genggamannya, "kamu bisa merasakan kalau tanganku dingin, kan? Itu tandanya saya grogi dekat dengan kamu."
"Kamu mungkin nggak ngerti. Pertemuan kita ini nggak nyata, Fir." tukas Elang menjelaskan. Aku semakin bingung dengan kata-kata yang terlontar dari mulutnya.
"Fir, saya cuma mau bilang kalau kamu harus bisa hidup tanpa saya." ujarnya seraya mengelus rambutku lembut. Aku memejamkan mata, merasakan kesedihan yang mendalam.
"Saya cinta kamu, Fira. Kamu tau kan?" tanyanya dengan tatapan nanar, bibir pucatnya gemetar. Aku merasakan air mata mengalir dari pelupuk mataku. Aku mengangguk. Aku tahu kalau Elang begitu mencintaiku.
"Saya ingin kamu nggak memikirkan saya lagi. Saya minta maaf kalau saya nggak bisa memenuhi janji saya untuk selalu ada buat kamu. Saya selalu meminta Tuhan untuk menyatukan kita kalau nanti kita akan dipertemukan kembali. Kamu nggak perlu menunggu saya. Cukup saya yang menunggu kamu. Menunggu itu menyakitkan, biarkan saya saja yang merasakannya, jangan kamu." kata Elang memelukku dengan lemah. Aku menangis di bahunya. Tangisku tumpah ruah, hatiku hancur. Sehancur-hancurnya.
Elang melepaskan pelukannya, lalu ia menatapku dengan tatapan aneh. Ibu jarinya menghapus air mata di sudut mataku lalu ia tersenyum. "Saya nggak pernah suka ngeliat kamu nangis, apalagi karena saya. Saya selalu bilang kalau kamu harus bahagia dengan atau tanpa saya, kan? Senyum dong, Fir... Untuk saya.."
"Kenapa kamu harus pergi untuk selamanya?" tanyaku dengan nada bergetar. Suaraku kering dan serak, aku tidak bisa menahan segalanya lagi.
"Waktu saya untuk kamu mungkin udah abis, Fira. Tapi percaya, walaupun saya nggak bisa kamu lihat dan sentuh, saya selalu ada buat kamu. Saya cuma ingin kamu bahagia sekarang, jangan pikirin saya." kata Elang, "makasih untuk waktu singkat yang kamu kasih ke saya. Makasih untuk segalanya, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Life, Line (Completed)
Genç Kurgu--FIKSI REMAJA-- COMPLETED. Safira adalah siswi SMA yang bersahabat dengan empat cowok yakni: Elang, Dion, Jerry, dan Ian. Mereka bersahabat sejak kelas 8 SMP. Elang si penggemar astronomi yang pintar, Dion si cowok paling annoying...