love, life, line: i always wanna be with you and i mean it

11.3K 810 13
                                    

Sudah dua hari Elang dirawat di rumah sakit dengan keadaan koma. Ia masih belum tersadar dari tidur panjangnya. Setiap hari aku dan teman-temanku menjenguknya. Teman-temannya juga selalu bergantian menjenguknya walaupun hanya sebentar. Elang orang yang baik, jadi wajar saja banyak sekali orang yang peduli dengannya.

Setiap pulang sekola sampai malam, aku selalu berada di rumah sakit. Walaupun Tante Dewi bilang kalau aku tidak perlu repot-repot, tapi aku tetap ngotot untuk menghabiskan waktuku untuk mendampingi Elang.

Jerry, Dion, dan Ian selalu bergantian membesuk Elang. Walaupun tidak selama aku, mereka selalu menyempatkan diri untuk datang. Mereka bilang kalau Elang harus diprioritaskan terlebih dahulu daripada kegiatan mereka. Mereka selalu sabar menunggu Elang untuk bangun, selalu sabar untuk menghibur Tante Dewi, dan selalu senang bertukar cerita dengan Om Ardi.

Setelah aku selesai membaca ayat suci, aku mengusap tangan Elang dengan lembut. Berharap akan ada keajaiban yang datang untuk membangukan Elang dari tidur panjang.

Tangannya masih belum bergerak, walaupun ritme nadinya stabil dan tenang. Dokter bilang kalau Elang masih ada di fase kritis dan belum menunjukkan perkebambangan.

Polisi masih sibuk memburu perampok yang tega-teganya berbuat keji seperti ini. Aku harap mereka mendapatkan balasan setimpal karena merugikan secara material maupun keadaan fisik Elang sendiri.

Aku masih takut membayangkan betapa terlukanya Elang dihajar tiga perampok dan dia hanya sendirian. Ya Tuhan, tolong selamatkan Elang..

Aku mengusap rambut Elang yang acak-acakan ini dengan pelan lalu tersenyum ke arahnya.

"Elang, kamu kok betah banget sih tidur lama-lama?"

Aku berharap Elang akan meresponku.
Nihil. Elang bergeming dan masih tertidur pulas di ranjang.

"Lang, kamu inget nggak waktu kita nyuri soal di kantor guru? Aduh, sumpah itu bodoh banget.." kataku mencoba mengajak Elang berbicara seperti orang gila.

Elang tetap tidak menjawab.

"Ih, kamu lupa ya? Waktu kita pura-pura ngumpul tugas di meja Bu Siti terus ngeliat mejanya Pak Dito kosong dan ada fotokopian soal ulangan harian.. Eh, terus kita ambil deh. Satu kelas dapet 100 gara-gara kita hahaha." ujarku yang memaksakan tawa sumbang. Setiap kali aku melihat wajah Elang yang pucat pasi itu, tenggorokanku mendadak kering dan dadaku sesak.

"Aku masih inget waktu dulu kamu dimarahin Pak Helmi soalnya kamu ketauan manjat pager waktu kelas 8. Sumpah, aku jijik banget ngeliat kamu dulu nakalnya parah!" kataku yang melanjutkan cerita. Aku berharap kalau Elang dapat mendengarku.

"Oh iya, kamu tuh dulu waktu di tempat les kenapa rese banget sih sama aku? Gangguin aku mulu, dasar modus aja pingin kenalan soalnya aku kan anak baru hahaha. Elang ini memang minta ditabok ding." aku terus bermonolog seraya menggenggam tangan Elang erat.

Aku memandang Elang lekat-lekat, "Lang, seandainya kamu dengerin ini, aku minta kamu perhatiin baik-baik. Kamu bisa ngerasain kan dinginnya tangan aku? Kali ini aku nggak grogi, Lang. Aku takut kehilangan kamu. Kamu selalu janji kan bakal selalu ada buat aku, aku cuma mau kamu nepatin janji kamu yang itu, nggak usah yang lain-lain. Aku cuma pingin kamu bangun dan kembali buat aku. Kamu nggak akan ngingkarin janji kan Lang?" tanyaku seperti orang gila kepada Elang.

Aku sendirian menjaga Elang. Tante Dewi sedang dirawat di ruangan sebelah karena kurang tidur dan tidak nafsu makan memikirkan Elang. Om Ardi sedang menjemput Sasha untuk les. Sasha tidak bisa meninggalkan lesnya, ia sudah kelas 6 dan harus fokus untuk menghadapi ujian.

Aku tidak keberatan untuk berduaan dengan Elang, aku siap menjaganya kapanpun dan di manapun.

"Lang, aku mohon, bangun dong.. Nggak usah untuk aku, tapi untuk orang tua kamu.. Untuk Sasha.. Untuk diri kamu sendiri.." pintaku sambil meneteskan air mata. Entah sudah berapa air mata yang aku keluarkan karena Elang. Aku tidak bisa menghitungnya.

Love, Life, Line (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang