"Arfa?"
"Mukanya biasa aja, gue tau gue ganteng" keterkejutan Karin berakhira saat tangan besar Arfa mencubit lembut pipinya.
Karin terdiam merasakan sebuah tangan di pipinya. Tangan yang membuat aliran darahnya seketika berdesir cepat.
"Lo ngapain disini?"
Belum sempat terjawab pertanyaan penting Karin, seseorang justru datang dengan senyum manis. Arfa sudah bisa menebak bahwa wanita satu ini tak lain adalah Ibunya. Garis wajahnya yang nyaris sempurna benar-benar merupakan suatu keistimewaan tersendiri yang ia berikan pada putri bungsunya.
"Temen sekolah ya?" tanya Allita setelah mempersilahkan Arfa masuk dan duduk kedalam ruang keluarga.
"Iya, Tante. Tapi sayang, engga sekelas." jawab Arfa. Nada bicaranya sama sekali tak menampakkan sungkan ataupun malu.
"Kenapa memangnya?"
"Kan enak Tante, tiap hari bisa liat anak Tante yang cantik ini." kini ia melayangkan pandangannya pada Karin yang semakin menundukkan kepalanya.
"Karin buatin minum dulu ya, Ma" daripada mendengarkan Arfa yang semakin tak karuan, ia memilih pergi ke dapur untuk sekedar membuatkan minuman.
Tangannya masih setia mengaduk pelan sirup framboze di depannya. Ia sengaja berlama-lama hanya untuk membuat segelas minuman. Pikirannya melayang pada sosok pria yang ia harapkan ada disini saat ini. Papanya, andai saja pria itu ada disini. Mungkin Arfa sudah pergi dari rumahnya, mungkin ia tak akan berani lagi mendekati Karin.
"Ngga perlu lama-lama. Udah manis kok, dek" suara Agnes membuyarkan lamunan singkat Karin membuatnya sedikit terlonjak kaget.
"Ih, sok tau amat sih jadi orang!" Agnes yang mendapat jawaban ketus justru tertawa senang karna merasa berhasil menggoda adik kecilnya.
Karin kembali ke ruang tamu dengan segelas sirup yang ia letakkan di depan Arfa. Ia merasakan tatapan Arfa yang tak lepas darinya sejak tadi.
"Lama banget sih bikin minum" kata Mamanya dengan nada gemas.
"Nggapapa kok, Tante. Kan bikinnya yang spesial, jadi butuh waktu" goda Arfa tanpa melepaskan fokusnya pada Karin.
"Bisa aja kamu, Fa. Yaudah, Rin. Buruan ganti baju sana." kata Mama menyikut pelan Karin yang duduk di sampingnya
"Kenapa?"
"Gue udah ijin sama Tante cantik, mau bawa anak cantiknya pergi" Arfa menjawab pertanyaan Karin dengan semangat membuat Allita kembali menahan tawa.
"Udah buruan. Kasian si Arfa nungguin." Allita kembali menyikut Karin agar segera naik ke kamar.
"Ngga perlu ganti juga nggapapa kok, Tante. Begini udah cantik. Jadi bisa langsung saya bawa" goda Arfa lagi.
"Enggamau! Gue ganti baju aja" Karin bergidig ngeri membayangkan ia pergi memakai celana selutut dan kaos pink.
Karin segera menuju ke kamar untuk berganti baju, dibukannya kedua pintu lemari pakaian yang biasanya hanya terbuka setengah bagiannya. Beberapa kaos yang menurutnya bagus ia keluarkan, berharap salah satu diantaranya dapat ia pilih untuk menemaninya menghabiskan malam yang sama sekali tidak ia suka.
Pilihannya jatuh pada kemeja lengan panjang model crop-tee berwarna biru dengan motif polkadot. Sekali lagi ia mematut diri di depan kaca, jeans belel nya tampak cocok dengan tank-top putih yang melekat pas di tubuh mungilnya yang berbalut kemeja biru. Ia hanya memoleskan sedikit lip-balm agar tak terlihat begitu pucat, rambut gelapnya sengaja ia gerai begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karin (END)
Teen Fiction"Dia itu pentolan sekolah, anak paling nakal di angkatan kita. Berandalan banget deh. Suka nelat, cabut, ngerokok, ngga ada sopan sopannya juga kalo sama guru." - Putri Shania. Kehidupan Karin berubah setelah pertemuannya dengan Arfa, anak berandal...