Sembilan Belas

2K 89 1
                                    

Jadi hari ini adalah hari pertama Arfa masuk sekolah setelah kecelakaan saat itu. Tapi Karin tak ambil pusing untuk masalah itu, toh dia tidak sekelas dengan Arfa.

"Lo masih kesel ya sama Arfa?" tanya Nina melihat Karin yang tenang tenang saja saat gadis gadis di sekelilingnya seperti semut yang menemukan gula nya melihat Arfa.

"Emang dia salah apa sih, Rin?" kini giliran Putri yang mempertanyakan keputusan nya memusuhi Arfa.

Sebenarnya hari itu Arfa hanya bercanda, ia tak benar-benar berniat memberitahukan perihal pesan balasan Karin. Sebenarnya sama sekali tidak ada sedikitpun niatan Arfa untuk membongkar nya, karena menurutnya itu akan lebih menyenangkan jika diingat sendiri.

Tapi justru karena itulah Karin kesal setengah mati, ia merasa ditipu habis-habisan. Ia bahkan rela menuruti kemauan Arfa membelikannya roti coklat, hanya untuk sebuah lelucon seperti itu.

"Emang Arfa bilang apa sih?" tanya Erni yang sangat tumben bergabung dengan ketiganya, biasanya ia lebih memilih duduk diam memandang ribuan huruf di buku tebalnya.

"Cerita kalo semalem Karin ke RS. Jadi ternyata Mamanya Arfa itu sahabat Mama nya Karin. Gituuuu" jelas Nina dengan jari telunjuk dan tengah diacungkan dan bergerak merapat memisah seakan menjelaskan sebuah hubungan.

"Terus Karin marah? Emang salah kalo dia bilang gitu, Rin?" tanya Erni.

Karin merasa sangat lelah memendam semuanya, tapi ia terlalu malu untuk mengatakan sejujurnya. Dan lagipula, ia melakukan semua itu diluar kesadarannya.

***

Arfa sebenarnya sudah merasa sehat, hanya saja ia tak benar-benar sehat jika sudah teringat Karin. Ia sendiri bingung alasan Karin mendiamkannya seminggu ini, setelah hari di rumah sakit itu.

Pesan nya tak dibalas, telponnya tak sekalipun diangkat. Karin bahkan tak lagi datang ke rumah sakit ataupun ke rumahnya saat ia di rawat jalan. Karena itu lah Arfa memutuskan untuk berangkat sekolah dua hari lebih awal dari yang diperbolehkan dokter, ia tak bisa menahan rindu.

Kegalauannya semakin parah saat Karin secara terang-terangan menghindari nya, bahkan untuk kontak mata. Ia sudah terpuruk sampai bingung harus bagaimana lagi.

"Fa," lamunan Arfa buyar dengan panggilan Dion disertai pukulan ringan di bahunya.

"Apasih?" tanya nya sedikit kesal karena terkejut.

Arfa memalingkan wajah kearah papan tulis setelah menerima kode dari Dion. Bu Dian guru bahasa Inggris sudah menatapnya dengan pandangan tak percaya.

"Kenapa kamu melamun di kelas saya?" tanya nya dengan nada datar.

"Oh, maaf Bu. Saya baru keluar rumah sakit. Gegar otak ringan yang saya derita kadang bikin saya suka melamun" katanya disambut tawa pelan seisi kelas.

Dion menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar alasan yang sudah jelas tak masuk akal itu.

"Kalo begitu pulang saja. Sudah tau sakit masih sekolah"

"Lho Bu, ini artinya saya semangat sekolah" katanya dengan cengiran lebar.

Bu Indri kini ikut menggelengkan kepalanya melihat kelakuan siswanya satu ini.

***

Seorang wanita paruh baya memasukkan sebuah baju bermotif kupu-kupu kedalam sebuah koper. Ini sudah dilakukannya selama satu jam terakhir.

Allita harus kembali ke Aussie untuk mengurusi perusahaan bersama suaminya. Kepergian nya yang mendadak ini membuatnya bahkan belum sempat berpamitan dengan kedua putrinya.

Sayang, Mama ada urusan kantor mendadak jadi harus langsung ke Aussie. Kalian baik baik di rumah ya. Love u

Ia hanya mengirimkan pesan singkat pada kedua anaknya. Tak sempat memikirkan cara lainnya lagi.

"Halo?" sudah pada seseorang di seberang telepon.

"Iyaa, ini mau kesana. Mama naik taksi. Oke. Bye, Pa. Love you" ia menutup telepon dan memasukkannya kembali kedalam tas.

Dalam sekali gerakan ia menarik koper yang cukup besar itu keluar kamar.

***

"Kakak ada pertukaran pelajar, mungkin tiga bulan lagi pulang. Kamu di rumah sendiri nggapapa kan?" tanya Agnes.

Ia merasa benar-benar tak enak meninggalkan adiknya sendiri. Semua berjalan tak sesuai dengan rencana nya. Ia pikir Mama akan di rumah saat ia pergi study tour. Tapi karena panggilan mendadak dari perusahaan, dan Agnes yang jelas tak bisa meninggalkan study tour nya, Karin terpaksa harus di rumah sendiri.

"Nggapapa kak, aku udah gede kok" jawabnya. "Lagian Bi Sum minggu depan kesini kan" tambahnya berusaha meyakinkan kakaknya bahwa ia baik baik saja.

"Kalo ada apa apa jangan ragu telpon aku." Agnes memeluk Karin sebelum pergi.

"Santai kak, ada aku kok." Putri yang memang sedari tadi ada di rumah Karin.

Setelah Agnes pergi Karin dan Putri memutuskan untuk menonton film di ruang tengah.

"Jadi malem ini lo di rumah sendiri?" tanya Putri di tengah tengah pemitaran film.

"Yap"

"Ngeri yaa"

Karin hanya tertawa geli mendengarnya. Ini rumah nya, ia tentu akan baik baik saja.

Tok. Tok.

"Gue buka pintu dulu ya," Karin meninggalkan Putri menuju pintu.

Ia terkejut mendapati siapa orang dibalik pintu, seseorang yang tak pernah ia harapkan muncul di hadapannya.

"Hai"

"A.. a.. da per.. lu ap.. pa?" tanya Karin seketika gugup.

Sudah seminggu ia mencoba membuat pertahanan diri, dan semua usahanya kini hancur dalam waktu singkat. Ia merutuki dirinya yang terlalu mudah terbuai oleh tatapan lembut sepasang mata di depannya.

"Rin? Siapa?" suara Putri menariknya kembali ke dunia nyata, tapi ia hanya diam. Masih terpaku di tempat tanpa bisa menjawab.

Beberapa saat kemudian terdengar suara derap langkah mendekatinya. Ia masih diam di tempat bersikukuh untuk menatap mata yang sudah mati matian ia hindari.

"Loh? Arfa?"

***

Maaf telat update, mentok nih otak mikirnya. Komen dong ide ide nya buat cerita ini. Siapa tau aku masukin ke cerita -,-

Happy reading ya, sorry for typo sejagat.

Salam,
Amrina

Karin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang