Arfa berjalan dibantu Wildan menuju kelas. Keputusannya sudah bulat, ia harus berangkat sekolah. Lagipula sebentar lagi ujian kenaikan kelas, sebentar lagi ia jadi senior.
"Fa, lo yakin kuat sekolah?" tanya Dion khawatir saat dilihat sahabat karib nya ini berjalan sempoyongan.
Perhatian Dion hanya dibalas anggukan ringan, ia hiraukan semua hal yang bisa menghalangi niatnya. Terlebih niat untuk bertemu dengan gadisnya.
Gue kangen dia.
Ketiganya menghela nafas lega saat Arfa berhasil sampai di bangkunya dengan selamat.
"Pelajaran hari ini apa?" tanya Arfa.
"Sejarah, Matematika, Fisika, English..."
"Shit!" Arfa mengumpat mendengarkan jawaban Dion.
Semua ini demi lo, gue rela buang buang waktu gue dengerin penjelasan mereka demi lo!
"Gimana kabar dia?"
"Gue belom dapet kabar, dia ngga ada di sekolahnya seminggu ini, Fa." jelas Wildan.
Pasti cabut, nakal banget sih jadi anak. Emang gue nakal, tapi kan gue ngga pernah ngebahayain nyawa orang kalo nakal. Engga kaya dia!
Arfa mendengus kesal.
***
Entah sudah keberapa kali Karin mengetukkan bolpoin hitam ke atas meja, ditatapnya secarik kertas berisi soal yang harus ia selesaikan. Ia sudah berpikir keras mencoba mengingat rumus fisika yang ada dalam catatannya, tapi tak ada satu petunjuk pun yang terlintas di benaknya.
Kenapa jadi kepikiran dia, ya..
Karin menggelengkan kepala kuat saat sadar telah memikirkan seseorang yang beberapa hari ini berhasil menyita perhatiannya.
"Kenapa rin? Sakit?" tanya Putri melihat sikap aneh kawannya.
Karin hanya menggeleng pelan menjawab pertanyaan Putri. Ia benar benar kewalahan menghadapi hati dan pikirannya yang memang sedang ingin memperhatikan Arfa. Desiran hangat muncul saat ia mengingat nama itu.
"Put, lo udah dapet kabar Arfa?" sedikit takut akhirnya ia bertanya pada putri.
Putri tersenyum, sekarang ia tahu apa yang mengganggu pikiran sahabatnya ini. Ia menggeleng pelan menjawab pertanyaan Karin, ia memang tak tahu menahu tentang perkembangan kondisi Arfa.
"Ciee galau ciee" suara itu membuat Karin dan Putri sontak terlonjat.
Putri melirik tajam dengan tatapan membunuh kearah sumber suara, Reno. Siapa lagi yang berani mengganggunya di kelas selain si Reno itu.
"Ngga liat gue semalem aja galau lu ah! Cemen!" ucap Reno lagi diiringi derai tawa teman-temannya.
"Heh, lo tuh apaan sih. Ikut campur banget urusan orang." hardik Putri yang kini sudah naik pitam.
Reno merasa telah berhasil membuat Putri marah, entah mengapa ia menyukainya. Ia berjalan menjauh masih dengan tatapan tajam putri kearahnya.
"Resek.." kata Karin pelan membuat Putri menyerngitkan kening, tidak biasanya Karin mengumpat seperti ini.
Masa iya cinta bikin orang bisa marah kaya gini?
Karin merogoh laci meja untuk menemukan benda pintar miliknya. Ia sibuk berkutat dengan bendanya hingga akhirnya menempelkannya ke telinga.
"Nomor yang anda tuju tidak dapa..."
Karin mematikan sambungan telepon, sepertinya memang ia sedang beristirahat dan Karin tak ingim mengganggunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Karin (END)
Teen Fiction"Dia itu pentolan sekolah, anak paling nakal di angkatan kita. Berandalan banget deh. Suka nelat, cabut, ngerokok, ngga ada sopan sopannya juga kalo sama guru." - Putri Shania. Kehidupan Karin berubah setelah pertemuannya dengan Arfa, anak berandal...