Dua Puluh Dua

1.8K 67 0
                                    

Begitu bel pulang sekolah berbunyi, Karin langsung memasukkan buku bukunya kedalam tas. Tak seperti biasanya yang tertata rapi, ia memasukkannya dengan asal. Ia lalu berdiri dan keluar kelas tepat setelah guru yang mengajar keluar kelas.

"Buru buru amat sih, Rin" kata Putri menyusul Karin. " Jadi beli ice cream ngga?" tanya Putri.

"Nggabisa hari ini, bener-bener harus langsung pulang" katanya menyesal.

"Kenapa sih? Pasti ada sesuatu nih" Putri menyipitkan matanya melihat tingkah aneh Karin.

Tanpa menjawab Karin hanya melambaikan tangan dan melaju dengan sepeda motornya melewati kerumunan orang. Ia meningkatkan kecepatannya saat jalanan mulai sepi.

Begitu sampai di rumah, ia melempar tas nya ke depan pintu dan segera berlari masuk. Ia menemukan Arfa yang tertidur dalam posisi duduk. Ia mendekat dan meletakkan tangannya di kening Arfa, panas.

Arfa yang merasakan benda dingin menyentuh keningnya terbangun perlahan. Saat Karin akan menarik kembali tangganya, Arfa mencegahnya lebih dulu. Tangan dingin itu kembali diletakkan di atas keningnya, lalu ia tersenyum tipis menikmati rasa dingin di kepalanya.

"Lo nggapapa? Kita ke rumah sakit aja ya" kata Karin pelan, dengan posisinya yang duduk di samping Arfa ia merasa jarak ini terlalu dekat.

Lima menit tak ada jawaban, Karin kembali mencoba menarik tangannya. Kali ini Arfa menyerah untuk mempertahankan tangan Karin tetap di keningnya, ia mengalah dan membiarkan tangan itu menjauh darinya.

Kini giliran Karin yang memegang tangan Arfa, diguncangnya pelan agar si pemilik tangan membuka matanya. Ia melakukannya dengan santai, tidak memikirkan Arfa yang sebenarnya sedang mati-matian bersikap tenang. Siapa yang tak menggila saat gadis yang selama ini bersikap dingin tiba-tiba menjadi sangat manis.

"Ayook, Fa" bujuk Karin masih terus menggoyangkan tangan Arfa pelan.

"Stop, Rin" katanya pelan. Mau tak mau Karin berhenti dari kegiatannya, takut mengganggu atau mungkin menyakiti. "Jangan godain gue," tambahnya yang sontak dibalas pukulan pelan di lengan nya.

"Apaan sih, siapa yang godain" suara Karin meninggi tak terima dengan perkataan Arfa. Sementara yang diteriaki hanya senyum senyum tak jelas dengan mata masih terpejam.

"Gue nggapapa, cuma laper" ia membuka mata dan menatap Karin lembut, untuk meyakinkan bahwa kondisi nya sudah baik-baik saja.

Karin yang sempat memasang wajah marah seketika tersenyum, "Mau makan apa? Eh, tapi gue gabisa masak. Beli aja di warung depan ya" tambahnya.

Arfa hanya mengangguk lalu kembali merebahkan kepalanya yang masih terasa sangat berat ke kepala sofa. Matanya kembali terpejam, berharap bisa tidur sebentar.

"Jangan sambil duduk tidur nya" kata Karin, ia masih duduk diam di samping Arfa.

"Badan gue sakit buat tiduran, Rin." entah apa sebabnya, tapi Karin merasa sesak setiap kali mendengar namanya diucapkan oleh Arfa. Merasa ada sesuatu yang beda dari caranya mengatakan nama yang sebenarnya biasa saja.

"Bentar, aku beli makan dulu" ia berdiri dan berjalan keluar masih dengan pipi yang memerah.

***

"Fa, lu dimana sih?" sebuah suara terdengar dari ponsel, padahal ponsel itu tergeletak begitu saja diatas sofa. Arfa mengangkat nya, tapi ia enggan bicara.

"Fa, Woi lu dimana?" suara Arma kembali terdengar.

Karin yang baru saja memasuki ruangan segera mengambil alih handphone dan mendekatkan ke telinganya. "Arfa di rumah gue, ini Karin. Kes.."

Karin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang