"Kemaren malem lo pergi ya, Rin?" karin terperanjat mendengar pertanyaan Nina. Kenyataan bahwa kemarin malam Arfa datang ke rumahnya dan ia keluar bersama Arfa memang sengaja ia sembunyikan.
"Iya, sorry ya. Lo ke rumah? Kok Kak Agnes gak bilang gue ya"
"Katanya biar engga gangguin lo. Emang lo kemana sih? Segitu sibuknya sampe Kakak sendiri gak bisa ngabarin."
"Emm.. Yaa pergi."
Beruntunglah Karin karena jam pelajaran matematika sudah dimulai. Pak Arif masuk kedalam kelas dengan menenteng buku dan beberapa file lainnya. Kumis tebal nan hitam adalah satu-satunya hal yang membuatnya terlihat garang dibanding guru lain, walau sifat garangnya hanya keluar saat menghadapi anak-anak nakal sebangsa Arfa cs.
"Selamat pagi, Pak"
"Selamat pagi," suara beratnya sangat cocok untuk mengisi suara kartun kesatria baja hitam, begitulah kata anak anak cewe di kelas X.2 kala sedang bercanda ria. " Reno silahkan maju!"
"Sialan, gue lagi, gue lagi!" gerutu Reno yang untungnya tidak didengar oleh Pak Arif.
Reno maju dengan wajah sudah seperti kain kusut, ia geram pada guru satu ini. Setiap kali pelajaran matematika, selalu saja ia yang harus menjadi korban.
"Hari ini baju kamu rapi juga ya, saya seneng jadinya." perkataan Pak Arif membuat sedikit lega perasaan Reno. "Itu rambut kenapa?" rambut Reno memang sangat menarik perhatian dengan potongannya yang tak wajar.
"Ini salah tukang potongnya pak, saya sudah bilang minta dipotong sewajarnya. Tapi bapak tukang potongnya justru mendengar potong yang tidak wajar." seisi kelas tertawa mendengar alasan Reno yang jelas sekali tidak masuk akal.
"Tidak mungkin bapaknya salah dengar, kamu ini ada-ada aja alasannya!"
"Iya pak, beneran. Soalnya waktu saya ngomong sama bapaknya, ada suara mesin mesin di salon gitu pak. Yang bunyinya.. Ngggg..nggg" kelas kembali ramai mendengar alasan Reno beserta gayanya mempraktekkan mesin pencukur yang cukup berisik itu.
"Ah, yasudah. Saya mau besok pagi kamu temui bapak dengan potongan rambut baru!"
"Waah, ngga bisa pak. Besok itu anaknya bapak tukang cukur sunatan pak, jadi tutup."
"Emang satu aja tukang cukur di rumah kamu?"
"Banyak sih pak, tapi kan salon cewe. Saya lebih suka tempat potong yang sederhana aja pak"
"Yasudah, daripada berdebat dengan kamu. Ini, kamu kerjakan soal ini di depan!"
Reno tau akhirnya akan seperti ini, mengerjakan soal di depan sudah seperti rutinitas baginya jika pelajaran Pak Arif berlangsung.
***
"Kantin yuk!" sekali lagi putri merengek pada Karin setelah dua menit yang lalu ia mengatakan hal yang sama dan dengan nada yang sama pula.
"Bentar lah, Put. Ini lagi asik tau" Karin menjawab tanpa mengalihkan fokusnya pada novel karya Tatty Elmir ditangannya.
"Gue laper tau, daritadi kalian sibuk sendiri. Nina, lo udah cantik kok. Kantin yuk!" Nina yang tengah asik dengan lip-balm barunya menatap iba kearah Putri.
"Kalo berdua ngga asik, sayang. Tungguin aja, lagian belom istirahat juga kok" Nina melirik jam tangannya menghitung berapa lama lagi bel istirahat berbunyi.
"Udah nih, yook!" Karin merenggangkan tubuh sebelum berdiri dan bersama ketiga lainnya pergi ke kantin.
"Arfa tuh!" Putri mengarahkan dagunya kearah cowok yang sedang asik dengan kawanannya.
Karin hanya memutar mata menanggapi lelucon Putri. Ia sedang tidak tertarik meladeni cowok yang ia sadari sedari tadi menatapnya.
"Gue siomay aja deh hari ini." Karin menahan Nina sebelum melakukan rutinitasnya memesankan makanan.
Suasana sepi selama menunggu Nina kembali dengan pesanan mereka, tak ada satupun yang berniat mencari topik pembicaraan. Erni tiba-tiba berjingkat karena terkejut mendapati seseorang duduk di sampingnya.
"Wildan?" suara Erni membuat Karin mengangkat kepala yang sedari tadi berada di atas meja kantin.
"Hai, gue sama temen-temen gue boleh gabung gak?" Wildan mengedarkan pandangan kearah kawanan gadis tanpa Nina itu.
"Bol.."
"Kenapa? Biasanya lo disana kan?" tanya Karin ketus menyela ucapan Erni.
"Lagi gabut aja, tapi kalo gaboleh yaa.."
"Boleh, silahkan. Ini kantin umum kok." Karin yang hampir memprotes Putri segera menutup rapat mulutnya saat dirasakan seseorang sudah duduk di sampingnya.
"Hai, cantik!" sapa Arfa yang sontak membuat wajah Karin memerah karena malu, ia mendengus kesal dan membuang muka.
"Kalian berdua aja?" tanya Putri.
"Si Dion lagi pergi sama Kevin, ada urusan katanya." penjelasan singkat Wildan mendapat senyum manis dari Putri, bukan apa-apa, ia hanya menghargai.
Seketika semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Nina dan Putri dengan kegiatan makan mereka, Erni yang sepertinya mulai membahas materi pelajaran. Berbeda lagi dengan Karin yang kini hanya diam mengaduk-aduk bumbu siomay tanpa berniat memakannya.
"Engga dimakan?"
"Engga,"
"Yaudah mending buat gue, gue laper nih."
"Yaudah makan"
"Maunya disuapin" Karin melotot dengan muka merah, ia mendengus kesal.
Arfa hanya tertawa pelan, takut mengacaukan suasana yang susah payah ia bangun. Dilihatnya gadis yang sudah memajukan bibirnya karena merasa kesal dengan godaannya.
"Balik kelas yuk, 5 menit lagi bel masuk" ajak Karin seperti sudah tak tahan ditatap secara terus-menerus oleh cowo di sampingnya.
"Yakin?" akhirnya Putri angkat bicara.
"Iyaa, buruan" Karin bangkit dari duduknya berniat menarik ketiganya agar mengikuti. Belum sempat melangkah, tangan Arfa telah lebih dulu menahan pergelangannya lembut.
"Apaan?" tanyanya ketus.
"Ati-ati di jalan, belajar yang bener ya, jauh dari gue jangan nakal yaa." katanya pelan, lebih seperti bisikan. Sepertinya memang hanya Karin yang mendengar karena raut wajah Putri dan Nina justru menggambarkan rasa penasaran.
"Ayok balik!" Karin sudah geram bukan main dengan kelakuan Arfa hari ini.
"Bentar, abisin jus" kata Nina.
"Erni!!" Karin sudah kelewat sebal saat melihat Erni yang masih asik dengan Wildan.
"Iya? Kenapa, Rin?"
"Dia ngajak pulang, kayanya si Arfa nakal lagi. Maafin dia ya, Rin. Nanti deh gue marahin buat lo" Wildan menyikapi dengan tenang.
"Mutilasi aja sekalian! Gue males liat makhluk beginian!" kata Karin melirik Arfa yang masih menggenggam tangannya.
"Tapi lo suka kan?" goda Arfa disambut tawa teman-temannya.
"Enggaa!!!"
"Yaudaah, jangan teriak-teriak gitu ah. Ntar orang pikir gue ngapain lo lagi, buruan balik sana"
"Ya tangan gue lepasin dulu!"
"Oh iya, sorry sorry. Kok ngga kerasa kalo daritadi megang tangan lo. Kayanya kita emang jodoh, udah ditakdirin gandengan mulu" Wildan sekali lagi tertawa mendengar godaan Arfa yang berhasil membuat Karin memerah.
"Udah, Fa. Kita kayanya juga harus nemuin Dion sama Kevin deh. Takut mereka kenapa-napa aja" Wildan menyudahi segala bentuk candaan Arfa.
Arfa bangkit mensejajari Karin, lalu pergi setelah melepaskan genggamannya. Sepanjang jalan ia tersenyum mengingat betapa beruntungnya ia mengenal gadis polos seperti Karin. Dan ia sadar semakin hari ia bertemu, semakin ia jatuh cinta padanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Karin (END)
Dla nastolatków"Dia itu pentolan sekolah, anak paling nakal di angkatan kita. Berandalan banget deh. Suka nelat, cabut, ngerokok, ngga ada sopan sopannya juga kalo sama guru." - Putri Shania. Kehidupan Karin berubah setelah pertemuannya dengan Arfa, anak berandal...