Delapan Belas

2K 78 1
                                    

Derap langkah seorang gadis memecah keheningan lorong putih itu. Tangannya memegang erat sebungkus plastik berwarna putih.

"Nih" ia menyodorkan plastik itu ke depan wajah cowok yang sibuk dengan game di handphone nya.

"Makasih nces" katanya dengan senyum manis.

Keduanya bertapapan cukup lama hingga sebuah dehaman memaksa tatapan mereka berpisah. "Sampe bunga semua tuh mata lu!" kata Kevin menonjok pelan bahu Arfa.

Sementara Dion hanya terkekeh pelan melihat kelakuan sahabat nya yang menurutnya tak masuk akal itu. Bagaimana tidak, sejak tadi Karin dan Putri datang Arfa tak berhenti merengek bahkan dalam hal sederhana seperti minum. Padahal semua yang ada disitu sangat yakin pasien yang sedang 'gila' ini sudah cukup kuat untuk berlari keliling rumah sakit.

"Kapan lu balik? Sekolah ribut banget gilaa" Putri ambil suara memecahkan keheningan yang kembali terjadi.

"Besok! Gue ngga betah disini." kata kata Arfa diikuti tatapan membara seakan ia bertekad di medan perang.

"Masih seminggu lagi harusnya, tapi Arfa minta balik." jelas Dion.

Karin hanya menggelengkan kepalanya, ia sudah malas berdebat dengan Arfa. Biarkan saja dia melakukan semua yang dia mau.

***

Karin merebahkan tubuhnya ke sofa ruang keluarga. Tubuhnya masih lengkap dalam balutan seragam sekolahnya, tapi jiwanya seakan terbang entah kemana.

Ini baru sehari dan gue udah capek.

"Kenapa lesu gitu anak Mama?" baguslah Allita pulang, Karin sudah tak sabar ingin mengeluhkan kelakuan cowok nakal itu.

"Karin capek Ma" rengeknya.

"Mana kakak mu?" tanya Allita. Tidak biasanya Agnes diam saja saat tau adiknya seperti ini.

"Entah." jawabnya singkat. "Ma, Karin tuh lagi ngomongin Arfa." rengeknya kesal pembicaraan nya tak digubris.

"Kenapa sama si ganteng? Dia baik baik aja kan?" pertanyaan Allita justru membuat Karin semakin kesal, terlebih panggilan Mama nya pada Arfa.

Ganteng? Percuma kalo resek begitu. Bisa bisa nya gue suka sama dia!

"Udahlah, ngga jadi aja deh. Karin capek, mau tidur aja. Bye Ma" ia melangkah meninggalkan Allita yang hanya senyum senyum penuh arti.

Semua gara gara kejadian semalem. Padahal gue  ngga sengaja, bahkan udah lupa. Tapi dia, dia, ugh! Dasar orang nyebelin!

Karin masih saja memaki Arfa, dalam pikirannya ia membayangkan bisa membunuh cowok itu sesuka hatinya. Tapi sayang semua itu hanya bayangan, mengingatnya Karin kembali murung.

Flashback.

"Karin belom sampe, Fa?" tanya Kevin yang baru saja sampai.

"Emang dia kesini?" tanya Arfa.

Ia berpikir Karin tak akan mau datang setelah apa yang dilakukannya semalam. Ia sendiri masih terkejut dan tak percaya dengan pesan balasan terakhir yang ia terima. Perasaannya benar-benar tak bisa dijelaskan saat itu, sampai sampai ia berulang kali membaca kembali pesan singkat itu hanya untuk memastikan apakah ia berkhayal atau tidak.

Tok. Tok.

Baru saja Arfa akan menjawab tapi suara ketukan pintu disusul seorang gadis yang memasuki ruangan dengan tenang seakan membiusnya.

Ini belum genap sehari sejak pertemuan mereka, tapi ia merasa benar-benar merindukan gadis ini. Mungkin jika sekarang ia mengatakan rindu tak akan ada yang menganggapnya sedang menggoda Karin, karena disini tak ada yang tahu tentang pertemuan mereka semalam kecuali Arfa, dan Putri tentunya.

Karin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang