Sepuluh

2.5K 105 0
                                    

"Gimana keadaannya?" tanya Erni pada Wildan di ruang tamu.

Suasana begitu sunyi di rumah Arfa sore ini. Putri benar-benar sukses membujuk Karin untuk datang menjenguk Arfa.

"Dia tidur. Suhunya masih belom turun. Kondisinya lemah banget."

"Boleh liat?" Nina sepertinya menaruh simpati pada Arfa.

"Boleh. Asal ngga ribut aja. Gue tunggu di luar."

Keempatnya bangkit, tidak dengan Karin. Ia masih dibingungkan dengan perasaannya sendiri.

"Rin, lo nggamau masuk?" tanya Putri menyadari Karin tak beranjak dari duduknya.

"Kalian aja, gue males liat muka dia." kata Karin demi menutupi rasa khawatir yang sudah seharian ini mengganggunya.

Kenapa juga gue harus mikirin dia, cowo ngge jelas kaya dia. Udah tau sakit kenapa masih berangkat sekolah kemarin, bego banget!

Karin mengumpat sebal teringat bahwa Arfa telah berhasil membuatnya khawatir karna jatuh dihadapannya kemarin.

"Kalian aja dulu, gue ntar sama Karin aja." kata Putri kembali duduk di samping Karin. "Wil, Dion sama Kevin mana? Gue kira mereka disini sama lo" tanya Putri memecah keheningan.

"Iya tadi disini, cuma mereka lagi keluar. Cari makan katanya." jawab Wildan singkat.

Tak lama setelahnya Erni dan Nina keluar dari kamar Arfa. "Dia punya penyakit serius?" tanya Nina sedikit berbisik kepada Wildan.

"Engga, kenapa?"

"Oh, kalo gitu kemungkinan dia Typus aja." jawab Nina membuat kesimpulan.

Putri menyikut lengan Karin memberi kode bahwa ini saatnya mereka masuk kedalam ruangan.

"Gue masuk dulu, ya." pamit Putri pada ketiga orang yang kini sibuk dengan pembahasan kedokteran mereka.

Putri menggandeng tangan Karin memasuki ruangan. Melihat Arfa yang biasanya berlalu-lalang di depan kelas demi menggoda gadis gadis kini terbaring tenang.

"Lo nggamau bilang apa gitu?" tanya Putri tanpa melihat Karin. Merasa tak mendapat jawaban, ia menoleh mendapati gadis cantik disampingnya menatap Arfa dengan tatapan tajam.

"Fa, get well soon ya. Seisi sekolah udah cukup histeris tau lo ngga berangkat hari ini, plis lo harus berangkat secepetnya. Telinga gue capek denger ribut ribut." ucap Putri pelan. Lalu ia melepas genggamannya pada tangan Karin.

"Mau kemana?" tanya Karin saat dirasakan sahabat barunya itu menjauh.

"Lo temenin dia bentar," katanya lalu hilang di balik pintu kamar.

***

Karin sudah cukup lama berada di kamar itu, terduduk di kursi yang tepat berada di samping ranjang Arfa. Tapi tak sepatah kata pun ia keluarkan. Ia sibuk mengagumi kamar dengan warna biru dan abu abu pada dindingnya.

"Rin," ia menoleh saat mendengar suara samar-samar dari sang empunya kamar.

"Udah bangun?" Arfa tersenyum geli mendengar pertanyaan Karin. Ditatapnya gadis yang beberapa minggu ini mengisi pikirannya. Arfa kembali menyadari betapa ia merindukan gadis ini, sehari sudah ia tak melihat dan menggoda gadisnya ini.

Gue udah mati kali ya, bangun tidur ada malaikat cantik banget! Tapi konyol juga sih, gue mati gara gara demam. Ngga keren dong, nggajadi mati deh! Pikirnya

"Fa, kenapa sih liatinnya gitu amat?" Karin salah tingkah ditatap seperti itu oleh Arfa.

"Kangen," ucapnya asal dan berhasil membuat Karin kesal.

Karin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang