Dua Puluh Enam

1.6K 73 4
                                    

Maapkan baru bisa up 😂
Please jangan tampol aku wkwk

Vote sebelum baca ya gaes, jangan lupa spam komen wkwk

Happy reading

***
Suara dentingan terdengar dari piring dan sendok Karin. Setelah menyelesaikan sarapannya ia beranjak untuk meletakkan piring nya ke bak cuci piring di dapur, lalu berjalan kembali ke kamar.

"Fa, Lo ngga ma..." lidahnya kelu, kepalanya pening melihat kelakuan teman sekamar nya ini.

" lidahnya kelu, kepalanya pening melihat kelakuan teman sekamar nya ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Arfa!! Ngapain lepas baju!!!"

Terdengar suara tawa cekikikan dari bawah, terhibur dengan tingkah kedua remaja itu. Ana sudah tahu kebiasaan Arfa yang satu itu, tapi sepertinya hal semacam itu sangat tidak benar bagi Karin.

Sudah hampir seminggu dua keluarga ini menghabiskan waktu liburan di puncak. Sudah berbagai kejadian dan moment indah yang bisa direkam Arfa.

Seperti saat Karin mengajaknya ke Kebun Teh terdekat, ia tampak senang melihat hamparan luas berwarna hijau di hadapannya. Arfa sendiri lebih memilih tak peduli, ia sedang menikmati pemandangan indah di sampingnya.

Rezeki ngga boleh ditolak kan ya,

"Aaaaaaaa!!!" jeritan melengking tak hanya menyadarkan Arfa dari lamunannya, tapi juga sedikit memekakkan telinganya.

Beberapa detik setelah menutup telinganya ia baru tersadar sebuah tangan melingkar dengan manis di lengannya, mengapitnya kencang. Ia tersenyum sesaat, sebelum mengetahui raut pucat Karin.

"Kenapa? Ada yang sakit?" reflek tangannya menyentuh pipi tembam itu agar kedua manik mata gelap itu menatapnya.

"I-i-itu"

Arfa mengikuti arah telunjuk Karin, perlu beberapa menit sampai matanya menemukan apa yang ditunjuk oleh gadis yang kini bersembunyi dibalik tubuhnya.

Itu katak kan?

Arfa berpikir sejenak, apa yang sebenarnya dimaksud Karin. Lalu ia tersenyum geli saat menyadari ketakutan gadis itu terhadap katak, hal yang baru ia ketahui.

Oh, sungguh. Arfa merasa sangat berterimakasih pada katak itu, sehingga Karin menempel padanya sangat erat.

Ia juga tahu bagaimana payah nya seorang Karin dalam memasak, sedikit terkekeh saat mengingatnya. Sepertinya minyak dan kompor adalah musuh terbesar bagi Karin saat ini.

"Rin, ay..." Arfa menghentikan ucapannya saat melihat sosok gadis yang dicarinya sedang berdiri di dapur, tepatnya di depan kompor.

"Fa, tolongin" begitu Karin menoleh kearahnya, mau tak mau ia tersenyum geli melihat raut wajah lucu itu.

Kedua tangannya dibalut kain kotak-kotak, Arfa bisa menebak kain itu biasa digunakan untuk mengelap piring. Satu tangannya memegang irus kayu, benar-benar di pucuknya.

Karin (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang