"Udah jam 6, Fa" teriak Karin di teras. Ia sudah memakai sepatunya dan siap ke sekolah, sementara orang yang harus berangkat bersamanya masih di dalam sedang apa.
Arfa keluar dengan santai, memakai sepatu dan berjalan masuk kearah mobil. "Kok naik mobil?" tanya Karin.
"Males ah naik motor, ini masih pagi juga, ngga akan telat kok" Karin berjalan kearah Arfa yang sudah memegang pintu untuknya.
Suara Beyonce mengalun dari speaker mobil, membantu keduanya tak terlalu canggung saat berada dalam satu ruang sempit. Sesekali Karin ikut menggumamkan lirik dengan suara pelan, dan Arfa hanya tersenyum senang saat bisa mendengarnya walau samar-samar.
"Rin," panggil Arfa, memulai percakapan ditengah suara Cristina Aguilera. Karin hanya menoleh tanpa menjawab panggilannya secara langsung, ia masih menikmati lagu berjudul Hurt milik Cristina Aguilera itu.
"Rin," panggilnya lagi, dan masih tetap tanpa jawaban dari Karin. "Jawab laah, ngga asik ngomong sendiri" tambahnya.
"Iya kenapa?" tanya Karin, kini sudah benar-benar fokus pada cowok di sampingnya.
"Pacaran yuk" celetuknya
Karin melongo, tak bereaksi apapun. Ini terlalu tiba-tiba, ia bahkan sama sekali tak membayangkan akan ada pembicaraan seperti ini. Arfa pernah bilang suka padanya dulu, saat masih awal mereka kenal. Dan apa-apaan ini, tiba-tiba saja mengungkapkan perasaannya.
"Jangan panik, gue cuma latihan. Udah sampe nih, sampe ketemu nanti siang ya," Arfa keluar mobil dan berjalan masuk ke area sekolah, meninggalkan Karin yang masih diam.
Selama jam pelajaran pertama pikiran Arfa benar-benar penuh oleh Karin, ia berusaha mencari keyakinannya tentang Karin. Keyakinan yang dahulu ada, saat ia bertekad mendekati gadis itu.
"Udah baikan? Sakit apa?" tanya Feby, ketua Cheers yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping bangkunya.
"Engga, kecapekan aja" kata Arfa tanpa ekspresi. Ia tahu betul gadis ini sangat menggilainya, tapi ia sedang tak ingin bermain-main dengannya saat ini.
Merasa tak diterima, Febby kembali ke kelasnya. Dan Arfa memilih meletakkan kepalanya diatas kedua tangannya yang terlipat, ia memilih tidur.
***
"Riinnn, Lo berangkat sama Arfa ya?" tanya Nina begitu sampai di kelas.
"Kenapa sih?" Karin heran, karena Nina jelas sudah tau tentang hubungan antara orang tuanya dan Arfa.
"Aaahhh, ngiri" katanya memukul gemas Karin.
"Ambil aja kalo mau" kata Karin dibalas tatapan beberapa teman sekelasnya, "Kalo dia mau juga tapi" tambahnya disambut nafas kecewa beberapa gadis di kelas.
Karin tak tahu apa yang membuat begitu banyak gadis tergila-gila pada Arfa. Karena Karin sendiri baru mulai menyukainya setelah mulai mengenal Arfa. Ah, memikirkan itu membuat wajah Karin tiba-tiba memanas.
"Lu mikir jorok ya, Rin?" tanya Nina dibalas cubitan pelan Karin, kawannya satu ini memang suka mengatakan apa saja yang dia pikirkan.
Beberapa menit kemudian Putri memasuki kelas, hal pertama yang dikatakan saat melihat Karin adalah Arfa. Ya, beberapa hari terakhir Karin berangkat dan pulang dijemput oleh Arfa. Arfa memang belum kembali masuk sekolah sejak insiden itu, tapi siapa yang tak mengenali motornya.
"Dia udah masuk? Udah sembuh?" bisiknya pelan, karena berita ini sebenarnya rahasia. Ia mengetahuinya dari Dion, disaat Karin sedang dalam masa paling buruk. Arfa harus istirahat total dan Karin benar-benar menjadi sosok pendiam bahkan saat bersama teman-temannya. Karena itulah Dion meminta agar Putri bersedia membantu Karin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karin (END)
Teen Fiction"Dia itu pentolan sekolah, anak paling nakal di angkatan kita. Berandalan banget deh. Suka nelat, cabut, ngerokok, ngga ada sopan sopannya juga kalo sama guru." - Putri Shania. Kehidupan Karin berubah setelah pertemuannya dengan Arfa, anak berandal...