Part 6

775 29 0
                                    

"Lo kenapa Bro?" Tanya Devan heran ketika melihat wajah Anov yang babak belur.

"Anjing! Sialan sekolah sebelah!" Ucap Anov. Tetapi Devan hanya menaikkan satu alisnya.

"Maksud lo?"

"Sekolah kemarin gak terima kalah tanding. Terus ngehajar gue!" Jelas Anov. Anov memang hanya terbuka dengan Devan dibandingkan sahabatnya yang lain.

"Bocah!! Terus gerombolan gitu?" Tanya Devan sambil merebahkan tubuhnya ditempat tidur Anov.

"Hm." Jawab Anov singkat.

"Terus siapa yang ngobatin luka lo? Lo kan gak pernah peduli sama yang gituan?" Tanya Devan curiga.

"Banyak nanya lo!" Jawab Anov dingin.

"Come on Man! Kenapa masih nutup-nutupin sama gue sih? Gue tau... Lo lagi deket kan sama anak kelas XI itu?"

"Gue..." Sebelum Anov menyelesaikan kalimatnya, Devan sudah kembali melanjutkan kalimatnya.

"Gue tau lo itu ngeliat dia bukan sebagai diri dia, tapi sebagai sebagai Alena kan? Banyak kesamaan yang dia miliki persis sama Alena kan?" Lanjut Devan dengan serius. Anov hanya memalingkan wajahnya.

"Gue kenal lo udah lama Nov, diri lo berubah juga karena Alena meninggal. Tapi gue gak berhak buat ngatur hidup lo seperti apa nantinya. Gue ingetin aja, jangan samain Alya sama Alena. Mereka beda Nov." Jelas Devan.

***

Lampu-lampu kota Jakarta menerangi gemerlapnya malam ini. Alya duduk di rooftop rumahnya, memandang pada sebuah figura foto keluarganya. Terpampang foto dirinya dengan kedua orang tuanya sedang tersenyum bahagia. Alya sangat merindukan masa-masa dimana sang Ayah selalu mendekapnya kala ia menangis, Ibunda yang selalu berada disisinya saat Alya terjatuh belajar jalan, membacakan cerita saat ia akan tertidur lelap. Tidak seperti sekarang, Ibunya hanya sibuk dengan urusan kantornya. Bahkan hanya sempat menyiapkan sarapan untuknya. Ayah yang baginya menjadi Superman of Life kini telah tiada.

Tanpa disadari air mata Alya jatuh diiringi dengan hilir lembut angin yang menerpa wajah dan rambutnya, tidak mengurangi rasa pedih dalam hati Alya.

"Pah... Alya kangen." Alya mendekap foto itu dengan erat.

"Sayang, kok kamu disini?" Tanya Laras di belakang Alya. Menyadari anak semata wayangnya duduk sendiri di rooftop rumah mereka.

"Enggak kok Ma. Alya cuman menikmati angin malam dari rooftop aja. Udah lama juga gak kesini." Alya tersenyum lalu menghampiri Mamanya.

"Mama udah makan? Kok tumben udah pulang?" Tanya Alya.

"Mama hanya pulang sebentar buat ambil baju. Mama harus ke Singapura malam ini karena ada pertemuan sama Investor dari Singapura. Kamu mau oleh-oleh apa? Tas... Jam... Sepatu... Atau Baju? Nanti Mama bawain." Jawab Laras sambil mengelus rambut Alya lembut. Tetapi Alya hanya menghembuskan nafas beratnya.

"Alya gak gak butuh itu semua Ma... Alya cuman butuh Mama ada di samping Alya aja. Alya ngerti Mama sibuk, tapi masih ada Alya Ma yang butuh perhatian dari Mama. Bahkan hanya sekedar sarapan dan sharing aja itu gak pernah semenjak Papa gak ada Ma." Jawab Alya mengungkapkan isi hatinya dengan air mata terus mengalir di pipi.

Alya langsung menuju kamarnya dengan sedikit berlari, tetapi langkahnya terhenti ketika mendengr suara Mamanya.

"Alya... Mama ngelakuin ini semua hanya untuk kamu Al." Terdengar suara Laras lirih. Tetapi Alya langsung melanjutkan langkahnya.

***

Langkah Alya terhenti saat melihat Anov diparkiran sedang duduk diatas motornya. Hari ini Alya datang ke Sekolah dengan mata sembab. Mengingat tadi malam Alya menangis sampai lelah dan tertidur. Alya berusaha setenang mungkin saat berada di hadapan Anov.

FARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang