Alena. Nama itu kembali terngiang dalam diri Anov. Seseorang yang menjadi tumpuan baginya. Terlebih kata-kata Devan tadi menjadi semacam boomerang bagi Anov. Ia tidak memungkiri bahwa banyak sekali kesamaan yang dimiliki oleh Alena maupun Alya, bahkan hal-hal kecil pun mereka sangat sama.
Saat Anov dekat dengan Alya, ia merasa jiwa Alena kembali hidup. Hari-harinya terasa tidak sunyi lagi semenjak gadis itu telah tiada untuk selamanya. Ia tidak berbohong pada Devan, bahwa dunia yang ia ciptakan memang benar adanya dengan atau tanpa Alena.
Tapi ia juga tidak dapat memungkiri bahwa ia menyayangi Alya karena ada Alena dalam diri Alya. Dan sampai saat ini ia belum menemukan jalan keluarnya, sekalipun bisa dikatakan Alya memiliki hubungan khusus dengannya.
Tapi ternyata, dunia itu belum sempurna... Sama sekali belum.
***
Anov mendengus malas setiap kali sarapan pagi. Ia pasti akan bertemu dengan Ibunya. Jika bukan Ayahnya yang memaksa untuk Anov tetap sarapan dirumah, ia tidak akan pernah mau melakukan kegiatan rutin seperti ini. Dahulu memang hal ini yang paling dinanti Anov, senyuman hangat Ibunya di pagi hari, masakan sang Ibu, sharing apapun dengan kedua orang tuanya, tapi semua sudah berubah sejak hari itu. Dimana tidak ada lagi kehangatan didalam rumahnya.
Anov turun dari tangga dan meliat kedua orang tuanya sudah hampir menyelesaikan sarapannya dalam diam. Lalu Anov mengambil telur setengah matang kesukaannya, tepat saat Ibunya menerima telpon dan beranjak pergi menuju kantor.
Ia mengerutkan keningnya. Ada rasa berbeda saat Anov merasakan telur setengah matang tersebut. Pelayan rumahnya tidak pernah memakai penyedap rasa saat membuat telur.
"Gimana rasanya?" Tanya Tama pada Anov sambil tersenyum, "Apakah ada yang beda?" Tanya Tama lagi yang membuat Anov menaikkan satu alisnya.
"Itu yang buat Mama tadi. Papa gak sengaja mendengar Mama suruh pelayan buat siapin bahan dan bilang kalau mau masak telur itu sendiri." Jelas Tama seakan mengerti ekspresi wajah Anov.
Sementara Anov yang mendengar itu semakin tidak mengerti bahkan tidak percaya. Ibunya bisa dibilang tidak sudi untuk menyiapkan sarapan, tetapi tidak untuk hari ini. Bukannya senang, justru Anov merasa ada yang tidak beres dengan keadaan sang Ibu.
"Nov, kamu ada rapat orang tua besok." Kata Tama sambil membuka handphone dan melihat Email. Global Jaya memang selalu lewat Email orang tua dalam hal undangan dan semacamnya.
"Tapi jadwalnya sama kayak Papa therapi. Gimana?" Ungkap Tama.
Anov menghela nafas, "Gak therapi juga Papa gak pernah dateng." Ucap Anov yang membuat Papanya tertawa, "Yaudah Papa dateng besok." Tama mengalah.
"Gak usah. Papa therapi aja." Anov bangkit dan berpamitan. Bukannya Anov tidak ingin Papanya benar datang ke sekolah, tetapi ia tidak ingin gosip tentang dirinya semua orang tahu, walaupun ia juga tidak peduli dengan omongan tersebut. Tetapi Anov tidak akan tinggal diam jika menyangkut soal keluarga.
***
"Aku weekend ini keluar ya." Kata Alya pada Anov. Saat ini mereka duduk berdua di taman belakang yang terbilang sangat sepi saat jam istirahat.
"Kemana?" Tanya Anov.
"KL sama temen-temen. Berangkat Jumat." Jelas Alya. Sedangkan Anov hanya manggut-manggut.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAR
Teen FictionKalyana Indriani. Akrab disapa Alya ini adalah siswi berprestasi di SMA Global Jaya yang merupakan sekolah favorit dan bergengsi di Jakarta. Karena kurangnya komunikasi dari sang Ibu ditambah dengan kepergian sang Ayah akibat penyakit yang dideritan...