Part 18

637 23 3
                                    

"Mba Alya seminggu ini sibuk banget?" Tanya Bibi.

"Alya kan mau Olimpiade Bi, doain ya." Alya tersenyum sambil menuangkan air teh.

"Mudah-mudahan dilancarkan yaa, Mba. Kapan olimpiadenya?" Bibi terus bertanya sambil mengelap kaca.

"Besok." Jawab Alya. Bibi menghentikan kegiatannya, "Beneran Mba?"

"Iya. Emang kenapa?" Bibi memang sesekali selalu menanyakan kegiatan Alya di sekolah.

"Kalau gitu besok Bibi masakin sarapan yang enak, nanti Bibi siapkan bekel juga buat Mba Alya biar otaknya lancar." Ujar Bibi.

Alya tertawa, "Iya deh, makasih Bibi. Alya keatas dulu ya mau buka buku lagi."

"Jangan dibuka aja ya, Mba. Baca juga." Timpal Bibi, Alya kembali tertawa.

"Oh ya Mbak," Bibi kembali bersuara, Alya membalikan tubuhnya, "kemarin Bibi yang kerja di rumahnya Den Nino telepon, katanya Nino pengen ketemu Mba Alya."

Alya mengerutkan kening, "Ketemu?"

"Soalnya Nino belum cium Mba Alya pas pulang kemarin." Jelas Bibi.

Alya terkekeh, "Nino tuh cuek tapi diem-diem manja."

"Mba Alya juga suka manja sama Bibi." Alya tersenyum menanggapinya.

Bahkan perhatian Bibi melebihi Ibunya. Alya tahu, Ibunya menyayangi ia dengan sepenuh hati tetapi rasa sayang itu tidak sampai pada dirinya hanya karena waktu.

Setelah pertengkaran hari itu, Alya belum melihat sosok Ibunya lagi. Sampai saat ini, Alya masih benar-benar tidak ingin ada orang yang menggantikan posisi Ayahnya entah sampai kapan.

***

Hari ini Alya sudah siap bertempur dengan soal dan berbagai rumus Kimia selama beberapa jam kedepan. Bu Dwi terus memberikan Alya arahan tentang pembelajaran yang ia berikan.

"Ibu yakin kamu pasti bisa menyelesaikan soal dengan baik, Al. Terlebih ini bukan Olimpiade pertama kamu." Bu Dwi tersenyum sambil menepuk pundak Alya.

"Saya akan berusaha memberikan yang terbaik, Bu." Ujar Alya optimis.

Saat pengumuman peserta untuk memasuki ruang Olimpiade, Alya menerima sebuah pesan dari seseorang. Nama yang selalu membuat Alya tersenyum belakangan ini.

'Semangat ya, jangan nyontek tapi nyatet di paha, bawah sepatu, sama betis juga bisa. Biar lebih enak.'

Alya tertawa membaca pesan itu. Tetapi ia tidak sempat menjawab karena Olimpiade segera dimulai.

Berbeda dengan Alya, teman-temannya begitu gelisah mengingat Alya sedang berjuang membawa nama sekolah.

"Biasanya kalau udah istirahat lo semua paling seneng. Kenapa sekarang jadi gelisah lesu gitu?" Tanya Uma heran melihat teman-temannya tidak seperti biasa.

"Gue gak tenang, kabar Alya gimana ketemu sama rumus-rumus Kimia? Dia pusing gak yaa jawab soal nya? Ngasal aja biar cepet, kayak gue." Ucap Clesy.

"Kalau Biologi gua betah, ini Kimia ketemu Sulfur, Klorida, Carbon." Asha menghela nafas, "Cowoknya aja sampe lemes pucet gitu." Asha menunjuk kearah Anov dengan dagu.

"Cowok? Belum jadi, Sha." Uma memperjelas. Asha mengedikkan bahu, "Sebentar lagi juga jadi."

"Tanya Kak Anov aja, dia udah dapet kabar dari Alya belum? Gua takut Alya kalah, walaupun gak selamanya orang selalu menang." Kata Zana.

Saat melihat teman-teman Alya menuju mejanya, yang dilihat pertama oleh Billy adalah Clesy. Ia mencibir.

"Cewek garang ngapain lo kesini?" Tanya Billy tanpa basa-basi.

FARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang