"Pak, jangan bilang orang rumah tentang tadi ya." Ucap Alya pada Pak Maman, "Baik, Non."
Alya tarik nafas perlahan seolah tidak terjadi apa-apa. Pasalnya hari ini Ibunya tidak ada perjalanan bisnis. Jika Alya pergi dengan Pak Maman pasti Ibunya akan bertanya berbagai kegiatan Alya seharian ini.
Baru saja Alya membuka pintu rumah, ia sudah terpaku melihat seorang lelaki dewasa duduk diruang tamu bersama Ibunya. Saat itu juga Alya menyalami Ibunya dan berencana untuk langsung masuk ke kamar. Tetapi langkahnya terhenti saat tangan sang Ibu memegang erat.
"Duduk dulu, sayang." Ucap Laras dan memberikan Alya isyarat untuk menyalami Indra.
Alya menghela nafas lalu duduk disebelah Laras dan menyalami Indra, "Apa kabar Alya? Keliatannya kurang se—" Belum sempat Indra menyelesaikan kalimatnya Alya sudah duluan menyela, "Baik, om." Sela Alya. Biarpun begitu Indra tetap tersenyum pada Alya.
Laras dan Indra saling pandang dengan tatapan ragu. Tapi akhirnya Laras memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu pada Alya.
"Al, Mama ingin berbicara tentang satu hal." Ucap Laras sambil memegang tangan Alya. Sedangkan Alya hanya mengangguk.
"Mama merasa Alya sudah cukup umur untuk memahami keadaan. Alya sudah dewasa untuk menyimpulkan kenapa Mama memilih jalan ini." Laras terus menggenggam tangan Alya, "Jalan yang memang Mama pilih terbaik buat kamu dan Mama." Ucap Laras hati-hati.
"Mama sayang banget sama Alya." Laras membelai rambut Alya.
"Ma, bisa ke intinya langsung?" Pinta Alya. Laras tersenyum tipis pada Alya, "Mama memutuskan untuk melangsungkan akad nikah dengan Om Indra. Tanggalnya masih belum ditentukan, kita berencana untuk disesuaikan dengan jadwal kam—" Sebelum Laras menyelesaikan kalimatnya, Alya sudah beranjak pergi meninggalkan Laras dan Indra.
Alya berlari menuju kamarnya, dan mengunci pintu. Bahkan teriakan Mamanya dari luar memanggil namanya pun tidak dihiraukan. Rasanya hati Alya hancur mendengar apa yang dikatakan oleh Ibunya tadi. Dengan begitu mudah, Ibunya menggantikan posisi Papanya yang sudah tiada. Ibunya memang sudah mengubur semua kenangan antara dirinya, Alya dan Papanya sebelum malaikat maut menjemput lelaki yang paling Alya cintai untuk selamanya.
Alya terus menangis mengingat semua kejadian hari ini. Anov. Dan sekarang Ibunya. Anov adalah orang pertama yang akan Alya hubungi saat ia sedang dalam masalah dengan Ibunya, tetapi itu tidak akan terjadi lagi sekarang. Alya terus menangis, bahunya bergetar, tangannya memegangi dada yang terasa sesak dan sakit dengan semua kejadian hari ini.
***
"Den, saya anterin ya." Tawar Pak Jodi pada Anov yang bersiap berangkat sekolah, "Ibu sudah bilang tidak akan pergi kemana-mana hari ini." Jelas Pak Jodi.
Anov hanya mengangguk dan memberikan kunci mobilnya pada Pak Jodi. Sebenarnya ia juga ragu untuk menyetir sendiri, pasalnya pikirannya terus tertuju pada Alya. Berkali-kali pesan dan telpon Anov tidak diangkat oleh Alya. Bahkan saat Anov ke rumahnya pun terasa sepi. Kamar Alya yang menghadap jalan terlihat gelap seperti tidak berpenghuni.
Pak Jodi yang melihat Anov dari spion pun terheran dengan penampilan Anov pagi ini. Benar-benar tidak tertata, rambut acak-acakan, wajah seperti tidak tidur semalaman, tatapan cowok itu kosong seperti tidak bernyawa.
Saat Anov memasuki kelas, keempat temannya sudah duduk sambil memandang aneh kearah Anov. Tidak biasanya Anov seperti ini. Tapi Devan sudah mengetahui mengapa Anov berbeda. Pasti kejadian kemarin. Saat Alya mendengar semua yang dibicarakan dirinya dengan Anov.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAR
Teen FictionKalyana Indriani. Akrab disapa Alya ini adalah siswi berprestasi di SMA Global Jaya yang merupakan sekolah favorit dan bergengsi di Jakarta. Karena kurangnya komunikasi dari sang Ibu ditambah dengan kepergian sang Ayah akibat penyakit yang dideritan...