Part 22

531 22 0
                                    

Alya terus membuka per lembar buku yang ia baca. Tapi pikirannya entah kemana. Bahkan saat ini ia melamun terus memikirkan tentang Anov dan Alena. Ada sesuatu yang mengganjal dihatinya saat Anov mengatakan perasaannya pada Alena.

Memang Alena sudah tidak ada didunia ini, seharusnya ia tidak perlu khawatir lagi. Tapi disisi lain, ia juga tidak bisa mencegah rasa yang terus bergejolak akhir-akhir ini. Terlebih ia sudah mengetahui yang sebenarnya.

Bagaimana jika cinta Anov pada Alena terus berlanjut hingga saat ini? Lantas apa artinya Alya dalam hidup Anov, jika hal tersebut memang benar. Tapi seketika juga, Alya langsung menepis pikiran buruk itu, dan mencoba terus berpikir positif.

***

Saat Anov sampai dirumahnya larut malam, ia melihat ruang kerja Ibunya terbuka pintunya sedikit. Sayup-sayup Anov mendengar Ibunya berbicara dengan seseorang diseberang sana entah siapa.

"Saham perusahaan saya cukup besar diperusahaan Bapak." Ujar Sarah, "Tidak bisa! Saya akan terus memperjuangkan apa yang menjadi milik perusahaan saya!" Lanjutnya.

Anov melihat dari sela pintu, Ibunya memejamkan mata sambil berdiri, saat mulai berjalan terlihat Ibunya sempoyongan dan terjatuh. Dengan segera, Anov membuka pintu, dan berniat untuk membantu Ibunya.

"Lepaskan!" Tegas Sarah. Tetapi Anov bungkam dan tetap mencoba membantu Ibunya.

Sarah menghentakkan tangan Anov, "Saya bilang lepaskan!" Sarah berkata lebih tinggi.

"Jangan bertingkah seolah Mama gak butuh orang lain!" Jawab Anov sambil berdiri.

Mendengar keributan, pelayan rumah segera menghampiri ruang kerja Sarah, dan bergegas membantu Sarah berdiri tetapi langsung ditahan oleh Anov.

"Jangan." Anov menginterupsi langkah pelayan rumah tersebut, "Jangan ada yang mendekat. Biar Mama jalan sendiri." Perintah Anov pada pelayan yang akhirnya hanya mampu mematung ditempatnya sambil menunduk.

Sarah dengan sekuat tenaga mencoba untuk berdiri, namun terjatuh lagi, kakinya memang terlalu lemas untuk dipaksa jalan. Dan Sarah benci saat dimana ia terlihat lemah dimata Anov.

Anov seketika berjongkok, memunggungi Ibunya, "Bantu, Mba." Pelayan tadi dengan sigap membantu Sarah untuk mengalungkan tangannya dileher Anov.

Terlihat ragu, namun sarah tidak punya pilihan lain. Secara perlahan, ia mengalungkan tangannya pada leher Anaknya yang dulu saat ia masih kecil dan terjatuh, hanya ingin digendong piggy back oleh Ibunya. Tidak ada yang lain. Bahkan setelah semua kejahatan yang telah Sarah buat pada Anov dan Tama, anak itu tetap melakukan gendongan khas tersebut pada Ibunya.

Anov dengan mudah menggendong Sarah dipunggungnya, dan berjalan menuju kamar Ibunya. Berbeda dengan Anov, Sarah justru mati-matian untuk tidak menangis kala itu juga. Rasa bersalah terus menghantui Sarah akhir-akhir ini. Terus-menerus bahkan tanpa sisa.

Anov membaringkan Ibunya perlahan, diselimuti, memberikan obat beserta minum, dan beranjak pergi. Tidak ada satu patah kata pun keluar dari mulutnya kala itu. Saat Anov menutup kamar Ibunya, ia terdiam cukup lama sambil memejamkan mata.

Sungguh Anov tidak pernah bermaksud untuk menyakiti Ibunya, jikalau memang Sarah bisa menempatkan diri sebagai Ibu rumah tangga dan pemilik perusahaan yang baik. Sarah frustasi dengan keadaan Tama, tapi tidak dengan seperti ini. Mengabaikan dan mengacuhkan. Seolah Tama dan Anov bukan bagian dari hidupnya.

***

Anov sedang berada diruang perpustakaan pribadinya yang menyatu dengan kamarnya, hanya dibatasi oleh pintu saja. Perpustakaan yang jauh dari kata pelajaran.

FARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang