"Kak Anov?"
"Kalyana?"
"Ngapain?"
"Pulang."
Lalu Anov mengampiri Alya serta anak-anak itu, dan segera memberikan 2 kantung kresek berisi nasi bungkus yang langsung disambut sumringah oleh anak-anak itu. Sementara Alya cukup tercengang melihat penampilan Anov malam ini yang hanya memakai kaos putih polos yang terbalut oleh jaket berwarna abu-abu dengan celana selutut berwarna cokelat army.
"Makasih Kak Anov!" Seru salah satu anak sambil berlari menyusul teman-temannya dan meninggalkan mereka berdua.
"Kamu kenal sama mereka?" Tanya Alya.
"Hm." Alya hanya menjawab dengan ber-oh ria.
"Muka lo pucet? Kenapa?" Tanya Anov sambil memperhatikan wajah Alya dengan keringat mengucur disekitar pelipis.
"A-aku... D-di... I-se-ngin..." Alya tergugup ketika mengucapkan nya sambil terus menunduk.
"Kalo ngomong tuh yang bener! Dari awal kita ketemu disini, lo tuh nunduk mulu kalo ngeliat gue. Emangnya kenapa sih sama gue? Ngomong sama orang tatap matanya." Seru Anov sambil kedua tangannya dimasukkan kedalam saku celana. Membuat Alya mendongakkan kepalanya menatap Anov.
"Kakak masih inget?"
Alya jadi membayangkan saat pertemuan pertama mereka. Alya menendang sebuah kaleng, lalu mengenai wajah Anov dan membuat cowok itu memakinya.
"Lo abis diapain?" Anov mengalihkan pembicaraan, menghiraukan pertanyaan Alya.
"Tadi pas aku jalan tiba-tiba ada tiga orang cowok dateng terus ngisengin gitu. Liat mukanya aja tuh... Ihhh! Untung aja anak-anak itu langsung dateng nolongin aku." Jelas Alya. Ia merinding sendiri membayangkan wajah lelaki berhidung belang tadi.
"Oh."
'Cuman oh? Ekspresinya apa kek!'
Alya melongo mendengar jawaban Anov. Tapi jujur, salah satu hal ini yang membuat Alya semakin penasaran akan sosok Anov.
"Lo mau ikut gue gak?" Tawar Anov yang mulai melangkahkan kakinya menuju bawah kolong jembatan.
"Kemana?"
Anov menjawab isyarat dengan dagu diarahkan ke bawah kolong jembatan. Karena masih diselimuti rasa trauma akibat kejadian beberapa saat lalu, akhirnya Alya memutuskan untuk mengikuti Anov dan segera mensejajarkan langkahnya dengan cowok itu.
Alya terdiam melihat keadaan di bawah kolong jembatan yang jauh dari kata layak. Melihat anak-anak makan dengan lahapnya, membuat hati Alya tersentuh. Selama ini dirinya merasa sangat beruntung hidup berkecukupan, sedangkan diluar sana masih banyak orang yang membutuhkan barang sesuap nasi.
"Kamu sering kesini?" Alya mengikuti Anov yang duduk di salah satu kursi panjang sambil memperhatikan anak-anak yang makan dengan lahapnya, senyum tetap terukir di wajah mereka walaupun dengan keadaan yang sangat miris.
"Hm."
"Apa gue harus hidup kayak gini dulu biar Mama selalu ada di samping gue?" Alya bertanya pada diri sendiri seperti gumaman. Tetapi Anov masih bisa mendengarnya. Seketika Anov menaikkan satu alisnya.
"Maksud lo?"
Alya hanya menghembuskan nafas beratnya.
"Papa udah gak ada semenjak usia aku 5 tahun. Terpaksa Mama yang menggantikan peran Papa banting tulang cari uang..." Anov mendengarkan dengan seksama.
"Tapi Mama gak bisa mengatur waktu antara aku dan pekerjaan nya. Bahkan saat hari Minggu yang ditunggu-tunggu buat kumpul bersama keluarga pun ditinggalkan nya. Mama lebih milih berkutat dengan laptop dan berkas-berkas yang gak pernah berhenti. Aku gak minta apa-apa sama Mama, cuman waktu yang seimbang aja. Aku ngerti, Mama ngelakuin ini semua buat aku. Tapi apalah arti materi tanpa ada kasih sayang sama aja gak bernilai apa-apa. Aku bahkan iri melihat anak-anak disini yang hidup prihatin tapi masih bisa didekap oleh Ibunya ketika ingin tidur."
Alya menumpahkan segala isi hatinya pada Anov. Alya semakin erat mendekap tas dipangkuannya, diiringi air mata yang perlahan turun begitu saja.
Melihat Alya sesedih ini, refleks tangan Anov mengusap punggung Alya lembut. Berharap dapat memberikan sedikit ketenangan bagi Alya. Air mata cewek itu tak tak kunjung henti, akhirnya Anov mengajak Alya ke dalam mobilnya.
Saat di mobil Alya hanya menundukkan kepalanya menahan air mata yang ingin kembali mengalir di pipinya.
"Kalau mau nangis jangan ditahan. Gak baik."
Mendengar perkataan Anov, membuat Alya menumpahkan tangisnya kembali. Anov langsung menarik Alya dalam dekapannya, menyenderkan kepala cewek itu di bahunya. Mengusap kepala cewek itu memberi kehangatan. Air mata Alya membasahi bagian bahu jaket Anov. Bahu Alya yang bergetar membuat Anov semakin mempererat dekapannya.
"Sesulit itukah Kak... Hanya lima menit." Tanya Alya pada Anov disela tangisnya.
"Niat nyokap lo sebenarnya baik, ngasih semua yang terbaik buat anaknya. Tapi cara dia yang salah. Berpikir kalau materi cukup buat lo, dan justru pemikirannya berbanding terbalik dengan yang lo mau. Sekarang jangan terlalu dipikirin nyokap lo yang gak pernah ada waktu buat lo. Pikirin aja gimana kedepannya menjadi lebih baik. Masih banyak yang nyempetin waktunya buat denger keluh kesah lo. Waktu nyokap lo emang berkurang semanjak bokap meninggal, tapi kasih sayang orang tua gak akan pernah berkurang. Bagaimanapun keadaannya."
Ada sensasi tersendiri saat Anov mengatakan itu semua. Ia mengatakan seolah-olah tidak punya suatu masalah besar dalam keluarganya. Padahal cowok itu lebih rapuh di luar sifat dinginnya.
Perlahan tangisan Alya mereda. Lalu menegakkan tubuhnya sambil menatap bagian jaket Anov yang sudah basah terkena air matanya.
"Maaf ya, jaketnya jadi basah." Ucap Alya tersenyum tipis.
"Gapapa." Jawab Anov sambil mengacak rambut Alya.
Tiba-tiba terdengar suara yang berasal dari perut Alya. Seketika Anov tertawa. Alya hanya memalingkan wajahnya ke luar kaca jendela menyembunyikan rona merah di wajahnya.
***
Akhirnya mereka memutuskan makan di warung sate langganan Anov. Mengingat suara yang tiba-tiba bunyi tadi, membuat ia menundukkan kepalanya malu.
"Temen lo siapa namanya yang pake kerudung?" Tanya Anov memecah keheningan.
"Uma?" Jawab Alya.
"Ohh. Temen gue kayaknya naksir dia." Ucap Anov.
2 porsi sate ayam pun datang. Alya langsung makan dengan lahap.
"Pelan-pelan makan nya." Tegur Anov. Alya hanya tersenyum lebar.
"Siapa yang suka sama Uma?"
"Rasyid."
"Jadi bener?" Alya langsung antusias, memajukan tubuhnya ke arah Anov.
"Apa?" Anov menaikkan satu alisnya.
"Kak Rasyid suka sama Uma?"
"Hm."
"Tuhh kan! Soalnya keliatan dari tingkahnya Kak Rasyid kalau ada Uma. Kayak waktu dikantin, tapi Uma bilang malah aku yang keliatan aneh tingkahnya." Jelas Alya sambil memasukan potongan lontong kedalam mulutnya.
"Kenapa?"
"Iya gara-gara ada kamu."
Anov kembali menaikkan satu alisnya. Menyadari apa yang baru diucapkannya tadi, Alya yang baru menyeruput es jeruknya langsung tersedak.
"Ehh itu Kak, aduhh maksudnya..." Alya merutuki dirinya atas perkataannya yang asal ceplos.
"Udah malem. Pulang sekarang."
'Mulut lo gak bisa dijaga banget sih Al! Udah tau orangnya depan lo, masih aja ceplas-ceplos!' Alya berkata dalam hati sambil memukul-mukul mulutnya.
***
Part 9 udah di post Readers...
Tinggalkan Vommentnya jangan lupa yaa...
See you
Salam, AGBAC
KAMU SEDANG MEMBACA
FAR
Teen FictionKalyana Indriani. Akrab disapa Alya ini adalah siswi berprestasi di SMA Global Jaya yang merupakan sekolah favorit dan bergengsi di Jakarta. Karena kurangnya komunikasi dari sang Ibu ditambah dengan kepergian sang Ayah akibat penyakit yang dideritan...