Part 25

610 18 0
                                    

Alya terus memandangi tangan yang terasa dingin. Ia terus menautkan jemarinya dengan jemari Anov, berharap tangan dingin tersebut membalas dekapan tangannya. Bahkan sudah seminggu ini tidak ada tanda-tanda Anov siuman. Matanya masih terus tertutup rapat, enggan dibuka.

Rasyid pun yang bergiliran berjaga hari itu menghela nafas melihat tidak ada perubahan dari Anov. Ia menepuk bahu Alya untuk bangkit mengingat sudah waktunya Adzan Isya.

Mendekati mushola, baik langkah Rasyid maupun Alya sama-sama terhenti melihat kearah jendela mushola. Sarah masih mengenakan mukena dan terus menangis ditempatnya, bahkan beberapa pasang mata melihat heran kearah Sarah.

"Al," Panggil Rasyid. Sementara Alya hanya mengangguk mengerti.

Setelah berwudhu dan memakai mukena, Alya mencoba untuk mendekati Sarah. Alya duduk disebelahnya, "Tante,"

Sarah menoleh dan langsung menghapus air matanya, "Ada apa?" Tanya Sarah. Perlahan dengan Alya yang selalu setiap hari menemani Anov di rumah sakit, Sarah paham bahwa Alya merupakan perempuan terdekat Anov, terlihat pula raut kesedihan dalam wajah Alya yang sama dirasakannya.

"Tante sudah makan?" Tanya Alya mengusap punggung Sarah, wajahnya pucat. Sementara Sarah hanya diam.

"Alya tahu, Tante sedih dan hancur melihat keadaan Anov. Tapi Tante juga harus memikirkan kesehatan, jangan sampai Anov sakit, Tante juga ikut sakit." Mendengar perkataan Alya, justru air mata Sarah kembali turun. Kali ini Alya mendekap tubuh Sarah, menyalurkan rasa kekuatan pada wanita yang merasa amat bersalah pada anaknya ini, "Tante yang sabar ya."

Tanpa diketahui oleh keduanya, Tama melihat pemandangan yang mengguncang hatinya. Baik di rumah maupun di rumah sakit, Sarah benar-benar merasa hancur. Bahkan kemarin tanpa disengaja, Tama melihat Sarah menangis sambil memandang foto Anov yang terpajang di rumahnya. Foto yang berdampingan dengan foto Sarah dan Tama.

Bahkan tadi pagi ia melihat Sarah membasuh tangan Anov dengan handuk kecil yang ia pakai 18 tahun lalu saat Anov masih bayi. Sarah mengecup kening Anov dengan penuh sayang seperti yang ia lihat dulu. Bahkan Tama tertegun melihatnya, ia sangat merindukan momen dimana Sarah memberikan kasih sayang sepenuhnya pada Anov.

***

"Al pulang yuk udah malem." Ajak Rasyid. Alya menggeleng memandang Rasyid, selalu seperti itu. Ia tidak ingin meninggalkan Anov, ia ingin melihat perkembangan Anov, walaupun selama seminggu ini tidak ada perubahan dari cowok itu. Hari ini terasa berat untuk Alya pergi dari rumah sakit.

"Ya besok kesini lagi, Al. Kayak biasanya." Bujuk Rasyid lagi.

"Benar, Alya pulang dulu saja. Biar Tante yang jaga disini, nanti Tante selalu kabarin Alya." Ucap Sarah yang tiba-tiba datang.

Walaupun enggan, akhirnya Alya menuruti Rasyid dan Sarah, "Aku pulang ya. Besok kamu harus bangun," Nada Alya bergetar, "okay?" Lanjutnya dengan setetes air mata.

Akhirnya Alya meninggalkan Anov bersama Rasyid. Sementara Sarah terus terpaku ditempatnya sambil menatap dalam Anov.

"Nov, ini Mama. Maafin Mama ya, Mama banyak salah sama kamu, Mama hancurkan semua impian kita bertiga, Mama juga yang hancurkan gairah hidup kamu," Sarah mengusap wajah Anov, "Mama juga yang biarkan kamu tumbuh sendiri sampai detik ini, terlebih Mama juga yang membuat kamu jadi seperti ini.

Mama akan memberikan semuanya untuk kamu. Mama rela kamu tidak menghiraukan Mama karena banyaknya dosa dan salah Mama sama kamu, tapi kamu harus berjuang ya, Nov. Kamu harus bangun. Bangun untuk masa depan kamu, bangun untuk Papa..." Sarah tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

"Dan bangun untuk Mama." Lanjut Tama yang sudah berada disebelah Sarah.

Sarah langsung terduduk disebelah kursi roda Tama sambil menggenggam tangannya.

FARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang