Part 7

687 28 1
                                    

Baru saja Anov menginjakkan kakinya di rumah, langsung terdengar suara keributan dari arah ruang tamu. Anov sudah terbiasa dengan hal seperti ini.

"Kalau bukan karena saya, Perusahaan kamu udah bangkrut! Kamu itu udah gak bisa apa-apa, jalan aja udah gak bisa. Gak ada yang bisa diharapin dari kamu! Kamu tuh harusnya berterima kasih sama saya, dan kamu itu harus sadar diri, dasar lumpuh!" Teriak Sarah hingga terdengar se seantero rumah.

"Cukup!!" Bentak Anov menghampiri Ayahnya, melihat Ayahnya sudah tergeletak di lantai dengan kursi roda yang sudah terbalik. Tangan Anov terkepal, dengan rahang mengeras.

"Mau Anda tuh apa sih? Hah?" Bentak Anov pada sang Mama. Ia sudah tidak bisa berkata selembut mungkin, mengingat apa yang telah Ibunya perbuat.

"Berani kamu bentak Mama, Nov? Mana balas budi kamu sama Mama? Kamu tuh gak tau apa-apa, Nov!"

"Apa yang saya tidak tahu tentang Anda? Tentang Anda yang tidak pernah peduli dengan keluarga! Yang ada di pikiran Anda hanya uang, uang, uang!" Teriak Anov tidak kalah kencangnya.

Dengan emosi yang telah membuncah, Sarah merampas tasnya dan berlalu pergi meninggalkan mereka. Sedangkan Anov, membantu Ayahnya duduk kembali di kursi roda. Tetapi langkah Sarah terhenti ketika Anov kembali bersuara.

"Asal Anda tahu, Perusahaan itu atas nama saya! Dan Anda tidak punya hak atas Perusahaan itu. Cepat atau lambat Perusahaan akan saya ambil alih." Ujar Anov sinis.

Sarah tetap melanjutkan langkahnya sambil tersenyum sinis.

"Tidak akan!"

***

"Kak Anov!!" Teriak salah satu anak kecil dibawah kolong jembatan dengan baju lusuh. Anov hanya membalasnya dengan tersenyum.

"Kok Kakak jarang kesini lagi?"

"Kakak lagi sibuk, Sayang." Jawab Anov sambil mengusap lembut rambut anak kecil itu.

"Ohh yaa kalian udah pada makan belum? Ini Kakak bawa makanan buat kalian, yang lainnya mana? Panggil gih kita makan sama-sama."

"Oke Bos!" Jawab anak kecil itu sambil memberi hormat pada Anov.

Mereka pun larut dalam suasana hangat malam itu. Bagi Anov, melihat anak-anak kecil di bawah kolong jembatan, dengan senyum merekah sudah membuat hatinya terhibur. Kejadian menyakitkan yang ia alami serasa hilang tertiup oleh angin begitu saja.

Saat Anov sedang banyak masalah, tempat ini menjadi yang pertama ia kunjungi. Tawa mereka sudah cukup untuk mengobati luka hati Anov.

"Kak Anov kok keliatannya sedih? Kan ada aku disini." Anak berusia 5 tahun itu tersenyum manis pada Anov. Anov mengacak rambut Keyla dengan gemas.

"Gapapa kok. Keyla keliatannya lagi seneng banget, ada apa?"

"Kan ada Kak Anov!" Keyla tersenyum lebar, menunjukkan sederetan giginya yang ompong. Anov hanya tertawa.

"Keyla bobo gih udah malem." Suruh Anov pada Keyla. Senyum di bibir mungil itu terlihat pudar.

"Gak mau! Nanti Kak Anov pergi." Ucap Keyla sambil mengerucutkan bibirnya.

"Nanti kapan-kapan Kak Anov kesini lagi yaa. Sekarang Keyla tidur, kasihan Ibu tidur sendirian." Seru Anov sambil tersenyum.

"Janji ya?" Keyla menyodorkan jari kelingkingnya pada Anov.

"Janji." Anov menautkan jari kelingkingnya dengan Keyla.

***

Hari ini Alya sedang piket di Perpustakaan, mengetahui bahwa ia adalah salah satu anggota Perpus. Suara pintu Perpus tiba-tiba terbuka. Lalu suara derit bangku terdengar didekat Alya, seketika Alya pun menoleh dan melihat Anov sedang menyandarkan kepalanya diatas meja dengan tumpuan tangannya.

"Kak Anov..." Suara Alya terdengar seperti gumaman. Anov tidak bergeming.

"Kak Anov sakit?" Alya menghampiri Anov. Hanya deru nafas teratur yang terdengar. Alya memberanikan diri menyentuh kening Anov dan seketika telapak tangannya terasa panas.

"Yaampun demam!" Raut wajah Alya berubah cemas. Merasakan sesuatu yang dingin dikeningnya, membuat Anov terbangun. Anov menyipitkan matanya untuk melihat seseorang dihadapannya. Meskipun dengan penglihatan yang buram akibat rasa pening dikepalanya.

"Ngap-" Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Alya sudah kembali bersuara.

"Aku bantu ke sofa!" Kata Alya tegas. Rasa pening dikepalanya, membuat dia tidak dapat berpikir jernih. Dan hanya menuruti perintah Alya.

Alya membaringkan tubuh Anov di sofa. Lalu Alya bergegas pergi ke UKS untuk mengambil obat demam, tetapi langkahnya terhenti oleh sebuah tangan.

"Jangan pergi..." Ujar Anov lirih.

"Tapi Kak..."

"Please." Ucap Anov dengan mata sayu. Melihat kedua bola mata itu terlihat lemah, membuat Alya tidak tega meninggalkan Anov sendirian. Lalu, Alya duduk di sebelah Anov dengan tangan pria itu masih menggenggam tangannya, erat.

Tiba-tiba ada seorang anak masuk, Alya memanggilnya dan meminta tolong kepada anak tersebut untuk mengambilkan obat di UKS. Mengingat bahwa genggaman tangan Anov sangat erat, membuat Alya tidak bisa kemana-mana.

"Kenapa gak lo aja yang ngambil?" Tanya anak itu heran.

"Please... Gue minta tolong sama lo." Seru Alya tanpa memberikan alasan yang sebenarnya. Anak itu pun mengalah. Beberapa saat kemudian, anak itu telah kembali dengan air putih dan sebuah obat.

"Makasih ya, maaf tangan kiri." Ujar Alya menerima dengan tangan kiri.

Sudah satu jam dari jam pulang Sekolah, tapi Anov masih memejamkan matanya. Dan selama itu juga Alya masih setia disamping Anov, mengusap tangan itu dengan lembut. Saat tangannya mulai merapikan anak rambut Anov, mata sayu itu terbuka.

"Ehh Kak, u-udah bangun?" Tanya Alya menundukkan kepalanya.

Genggaman tangan itu terlepas, Anov langsung merubah posisi tubuhnya menjadi duduk.

"Hm." Jawab Anov hanya dengan gumaman sambil menyenderkan punggungnya pada kepala sofa.

"Minum obatnya dulu, Kak. Demamnya..." Kata Alya sambil menyodorkan sebuah obat dengan air putih. Lalu telapak tangannya kembali menyentuh kening Anov.

"Udah turun." Lanjut Alya sambil tersenyum. Anov segera meminum obat yang diberikan oleh Alya. Alya melirik jam yang ada di pergelangan tangannya.

"Emm Kak, ini udah sore. Kalau aku tinggal gimana?" Tanya Alya pada Anov.

"Gak perlu ditinggal, gue mau pulang sekarang." Anov menegakkan tubuhnya.

"O-oke kalau gitu, aku duluan yaa." Alya segera bangkit. Lagi-lagi langkahnya terhenti. Kalimat Anov membuat ia terdiam.

"Gue anter lo pulang. Udah mau petang, bahaya cewek jalan sendirian."

***

Setelah ia turun dari mobil Anov, Alya segera memasuki rumahnya. Yang terbayang saat ini hanyalah kasur dikamarnya. Saat akan memasuki kamarnya, sang Mama telah menghampiri terlebih dahulu. Dengan banyak kantung belanjaan branded. Alya hanya mengerutkan keningnya.

"Sayang, ini Mama belikan untuk kamu. Semuanya keluaran terbaru di Singapura. Kamu pasti suka." Seru Laras dengan senyum sumringah. Berbanding terbalik dengan Alya yang hanya mengela nafasnya.

"Ma... Alya hanya butuh Mama di samping Alya aja udah lebih dari cukup. Alya udah sering bilang ke Mama, kalau Alya gak butuh itu semua. Alya cuman pengen Mama tahu keluh kesah Alya, lalu memberikan saran buat Alya. Bahkan setiap hari, Mama hubungin Alya cuman sekedar menanyakan kabar aja sangat-sangat jarang, Ma." Alya berlalu dari hadapan Mamanya. Segera menutup pintu kamarnya. Laras hanya tercengang mendengar perkataan Alya. Niatnya, memberikan sesuatu dari Singapura akan memperbaiki suasana sebelum ia terbang ke negeri Merlion tersebut. Walaupun sebelumnya Alya menolak.

"Maafin Alya, Ma." Satu bulir air mata jatuh di pipinya.

***

Part 7 nya udah di post...

Jangan lupa Vomment nya yaa, Readers.

See you

Salam, AGBAC

FARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang