"Iya mama, ga bakal makan selai coklat lagi." Kataku pada orang disebrang telpon.
"Pokoknya awas aja kamu ngelanggar beli selai coklat."
"Iya, iya, yaudah atha mau ke sekolah." Aku buru-buru mematikan sambungan teleponnya. Mama memang selalu melarangku membeli selai coklat terlalu banyak. Maksimal sebulan sekali aku dibolehkan makan roti dengan selai coklat.
Aku menunggu bis umum langganan yang sering mengantarku ke sekolah. Hari ini jadwal teringan selama seminggu di sekolah. Hanya satu kelas di satu hari, terima kasih untuk Mr. Zayn.
"Atha," panggil Vanila saat aku baru saja turun dari bis. Karena apartemennya hanya berjarak beberapa meter dari sekolah, ia hanya berjalan kaki.
"Kenapa Van?" Vanila mati-matian mengatur nafasnya. Lalu ia menenggak minuman yang sedang dipegangku.
"Itu tadi gue kira telat, eh ternyata jam di rumah gue mati." Aku memutar mata lalu meninggalkan Vanila yang masih ngos-gosan, "eh ngambek."
"Bacot Van," Vanila menoel-noel pipiku dan menggodaku untuk tertawa. Kutahan tawaku dan berniat mengabaikan Vanila.
"E cie ngambek, cie cie." Lalu tiba-tiba saja Luke melintas didepanku bersama Emily. Jadi Luke itu merangkul pundak Emily yang sedang asik bercerita. Dan saat itu juga Vanila diam membeku ditempat. "Anjir," katanya.
"Gue apa jing, dibandingin sama Emily ga ada apa-apanya." Makiku, Vanila termenung. Ia sama hal-nya denganku. Menyukai Luke tapi tidak separah sepertiku, dia hanya menyukai dan aku mencintai.
"Selaw, Luke belum tau lo dari dalem." Kata Vanila mencoba menenangkanku.
***
Mama Cals : have a nice lunch, bby♡
"Anak sematawayang gitu yah," gerutu Vanila "dicariin mulu."
"Gue kayak anak mama papa banget ya," aku terkikik "sayang gue sama mereka."
"Kemaren adek gue nge-facetime anjir, jadi kangen." Vanila termangu menatap keramaian kantin hari ini. Kupastikan dipikirannya bukanlah cara ia memesan makanan dikantin, tapi adiknya tadi.
"Liburan musim panas, lo ke Belanda kan?" Tanyaku.
Vanila mengangguk, "Tapi gue malah pengen ikut lu ke Sydney."
"Lah aneh, tadi kangen."
"Engga-engga, gue bercanda." Lalu Luke dan Emily melintas (lagi) didepanku lengkap dengan nampan makan siang mereka. Namun dari pengelihatanku, Emily malah pisah duduk dengan Luke. "Eh," kata Vanila.
"Ga tau gue, kok pisahan gitu duduknya." Luke menoleh kearah samping, dan menangkap basahku yang sedang mempehatikannya.
Aku dan Vanila langsung mengalihkan pandangan dan berjalan kearah stan makanan. "Kita diliat ga sih?" Tanyaku. Vanila hanya mengedikkan bahunya mencoba santai.
Setelah selesai mengambil menu makan siang, aku dan Vanila mencari meja untuk makan. Namun bukanlah dapat meja, bahuku ditepuk seseorang. Dia Luke.
"Woi," katanya "makan bareng gua sini." Mimpi apa sih gue semalem?
"Eh ga usah deh, kita nyari meja lain aja." Kataku
Tanpa pikir panjang, Luke mengambil nampanku dan diletakkannya di mejanya tadi. "Sorry, gue ga nerima penolakan. Ajak temen lo ya."
Dengan sangat terpaksa-ini bohong-aku dan Vanila duduk dihadapan Luke. Disamping itu, ternyata yang duduk disamping Luke itu kawan satu tim futsalnya, yaitu Matt.
"Besok gue ga bisa ngajarin lo, gue ada latihan futsal." Kata Luke disela makan siang kami.
"Emang besok ada jadwal?"
"Bukannya sesuai gue kan?" Oh iya, aku baru ingat. Aku pun hanya balas mengangguk. "Nama lo siapa?" Tanyanya pada Vanila.
"Vanila Reed, panggil aja Vanila." Aku tahu pasti Vanila sedang deg-degan setengah mati. Aku pun ingin tertawa, namun kuurungkan.
Setelah makan siang, aku dan Vanila pamit pergi. Ia sedang kesulitan bernafas tentunya.
"Anjir Luke ngajakin gue kenalan." Katanya setelah jauh dari keramaian. Pasti sebentar lagi dia akan berfangirling ria.
"Selaw anjeng, gue juga deg-degan." Kataku.
***
Malamnya, aku pergi ke supermarket untuk membeli beberapa perlengkapan. Entahlah, aku hanya bosan di apartemen seharian.
Tadi mendadak perutku melilit dan aku memutuskan untuk membolos tiga kelas sekaligus. Pasti besok Mr. Zayn bertanya-tanya padaku.
"Tha," aku menoleh. Disana Luke berdiri menjinjing tas ranselnya dan segelas kopi starbucks di tangan lainnya.
"Luke?" Ia datang menghampiriku. "Abis darimana?"
"Lu bolos kelas ya tadi?" Aku mengernyit, kok dia tau?
"Eh iya, tadi perut gua sakit jadi pulang aja." Dia mengangguk-ngangguk. "Eh pertanyaan gue belum dijawab."
"Oh iya iya, itu tadi abis dari rumah Emily." Tuhkan.
Tanya enggak ya? Tanya kali ya? "Emily pacar lo ya?"
Ia tertawa, "bukan anjir, mungkin bentar lagi."
Elo sih tha, pake nanya segala. Kan sakit hati, "oh cepetan tembak keburu diambil orang."
"Oh gitu ya," ia terkikik. "Lo abis dari mana?"
"Supermarket," kutunjuk supermarket pinggir jalan yang tadi kumasuki. "Gue balik ya, udah malem."
"Okay, hati-hati tha." Aku mengangguk
To be continued..
Double update?
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And Hus-band 2 : Luke Hemmings
Fanfiction¤ Me And Husband : Calum Hood (related) ¤ *** "Gue pengen jadi rumus matematika deh," "Kenapa?" "Biar selalu lo inget."