"Ini dikali dua dulu, baru dikali sama yang diketahui tha." Kata Luke. Aku pun mengulang itunganku untuk menemukan jawabannya.
Setelah 15 menit aku mencari jawabannya, aku melompat kegirangan karena menemukan jawabannya. "45 cm kan?"
Luke mengangguk, lalu ia memintaku memperlihatkan caraku mengerjakan. "Okay soal selanjutnya dikerjain."
***
Papa cal : papa reuni lho
Me : gaya, ketemu dimana?
Papa cal : kepo km. Udah pulsek ya?
Me : iya pah
Me : eh bentar deh, itu yg ditengah. Siapa? Papa ga ada ceritaPapa cal : uncle Luke, dia sohibnya papa juga.
Me : nanti kalo atha ke sydney, ceritain
Papa cal : okay
Aku mengunci layar ponselku dan langsung menuju rumah Vanila. Niatnya hari ini aku menginap dirumahnya karena besok hari minggu.
"Vanila!" Teriakku begitu sampai dirumahnya. Vanila membuka pintu dan langsung menyuruhku masuk. "Van, masa nanti malem luke ngajak gue pergi."
"Hah? Yang bener lo?" Aku mengangguk. "Kayanya dia udah punya perasaan deh sama lo."
"Ngawur lo kalo ngomong, bisa aja cuma minta ditemenin kan?" Kataku.
"Apa alasannya kalo dia 'cuma' minta ditemenin kalo bukan suka?" Vanila membuat kutip di udara, aku pun tak ambil pusing dengan itu semua. Kalau saja, luke memang benar seperti apa yang Vanila bilang, aku bersyukur. Kalau tidak, ya mau bagaimana lagi.
"Tha," panggil Vanila dan aku menoleh ke arahnya. "Nath kemaren nanyain elu."
Aku menyipit pada Vanila, "Nath? Doinya Luke?" Vanila mengangguk. "Loh kok bisa sih?"
"Dia nanyain lu mulu pas lu balik duluan sama Luke. Dia nanya apa lu sama Luke jadian, terus lu orangnya kaya gimana, dan akhirnya dia minta id line lu." Ucap Vanila panjang lebar. "Terus gua kasi."
"Yang bener aja lo." Aku mengecek notif lineku yang memang sengaja kumatikan agar tidak berisik.
Dan memang benar Nathan Sykes added you by Line ID
"Mampus gua." Kataku
"Dia ga ada ngechat lu?" Aku menggeleng. "Masa iya dia suka sama lu tha?"
Aku mengendikkan bahu, "semoga aja engga."
"Lah kenapa? Lagian luke juga ga bakal jadian sama nath." Kata Vanila
"Seaneh-anehnya perasaan Luke ke Nath, itu sama aja kaya perasaan gue ke Luke. Kalo misalnya aja lo jadian sama Luke, pasti gue-nya bakal sakit hati kan? Begitupun ke Luke." Vanila tercengang. Ia seperti tersihir saat mendengar ucapanku tadi.
"Semacam jaga perasaan ya, padahal lu mah juga sakit hati." Vanila bangkit berdiri meninggalkanku, "gue ke depan dulu beli hot choco."
Aku termangu di ruang tamu Vanila. Hal yang kutakutkan adalah Nath menyukaiku. Sedangkan aku masih menyukai Luke. Sama halnya seperti cinta yang benar-benar segitiga.
Lukey : dirumah vanila kan?
Mengingat tentang nanti malam aku dan Luke jalan-jalan, membuat suasana hatiku kembali. Semakin kesini, semakin aku tidak peduli dengan statusnya dia yang gay. Sekalinya cinta tetaplah cinta.
Me : iya, tau rumahnya kan?
Lukey : iya tau
Lukey : see ya:-)"Anjing." Pekikku
"Apaan sih jing, kaget gua." Tiba-tiba Vanila datang dari balik pintu.
"Engga, ini luke ngirim gue emot." Kataku excited
"Emot love?"
"Smiley."
"Bangsat." Vanila menggeser satu gelas hot choco ke depanku. "Gua kira emot love."
"Yakali dah ah luke ngirimin gue emot love." Aku menghela nafas, "boro-boro ngirim emot love, gue aja belum di love-in balik."
Vanila ngakak. Aku langsung menghabiskan hot choco yang sebenarnya sudah tidak hot lagi.
"Gue mau prepare dulu, entar lagi yayang gue jemput." Langsung saja Vanila gumoh ditempat.
***
"Mau kemana dah?" Kataku sambil memakai seatbelt. Sudah sejak lima belas menit yang lalu Luke sampai di rumah Vanila.
"Kemana aja deh, lu maunya kemana?" Tanyanya balik.
"Lah geblek nanya balik." Aku memutar mata, "lu suka teater ga?"
"Oh lu mau ngajakin gue nonton teater di Xellophone?" Ia tersenyum simpul, "buat lu mah kemana aja, ayo."
Luke membawa mobilnya ke jalan utama untuk menuju Xellophone. Karena menurutku nonton film dibioskop sudah terlalu mainstream, jadi nonton teater sekali-sekali.
"Lu suka teater tha?" Tanya luke memecah keheningan.
"Suka, kenapa?"
"Ga papa sih, cuma unik aja." Asli, sejujurnya aku sudah tidak bisa menahan senyumku sedari tadi. Aku menolehkan kepalaku dan menutup mulut agar tidak ketauan. "Kalo mau senyum, senyum aja kali." Kata Luke
"Apaan sih lo." Kataku sambil memukul lengannya.
"Jangan baper tha, gue gamau nyakitin lo." Katanya yang masih terfokus pada jalanan.
"Bacot." Kataku sarkas
Lalu luke menggenggam tanganku untuk membeli tiket masuk teater. Karena tiket nonton di Xellophone itu mahal, jadi yang beli makanan itu gue.
Pas kita nyari stan makanan, Luke tetep genggam tanganku. "Luke." Panggilku, "lu kenapa megangin tangan gua dah?"
"Biar lo ga dingin," katanya.
"Tapi tangan lo yang dingin bazeng." Kataku sambil tertawa. Ia meletakkan telapak tangannya di pipinya.
Ia cengengesan, "padahal niatnya gue mau angetin elu, tapi tangan gue yang lebih dingin."
"Lagian ngapain juga sampe dingin gitu, lu nervous mau nonton teater?" Tanyaku.
"Gatau dah, karena jalan sama elu kali." Aku tidak menjawab. Duh tha jangan baper, runtukku dalam hati.
Setelah selesai membeli snack, aku dan Luke langsung masuk ke gedung Xellophone. Kami mendapat bangku tengah.
Xellophone Teathre : Cinderella
"Tha tha," panggil Luke
Aku menoleh, "apa?"
"Lu jangan mau jadi cinderella yak." Katanya
Aku mengernyitkan dahi, "lah emang kenapa?"
"Engga, gue takut aja lu kayak cinderella. Kalo cinderella kan dateng ke pesta pangeran terus pergi gitu aja. Kalo elu, dateng di hidup gua terus pergi gitu aja. Gue gamau lu kaya gitu."
Asal lo tau luke, gue ga bakal pergi.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And Hus-band 2 : Luke Hemmings
Fanfiction¤ Me And Husband : Calum Hood (related) ¤ *** "Gue pengen jadi rumus matematika deh," "Kenapa?" "Biar selalu lo inget."